Part 14

29 5 3
                                    

"Umur bukan penentu sebuah kedewasaan, tetapi cara bersikap dan pola pikir membuat seseorang lebih dewasa."
~Rhea Shaletta Achilles~

**********
Happy Reading
Jangan lupa vote dan komen

Maaf kalau ada typo

***********

Aileen semakin hari semakin menjadi anak pendiam, tentu hal tersebut membuat bibi Ana mencemaskannya. Ia ingin bertanya banyak hal pada gadis itu, tetapi ia rasa bukan waktu yang tepat untuk menanyakan hal itu. Semenjak kemarin Aileen menjadi anak yang murung. Bibi ana hanya bertanya pada Fahril. Katanya, ia melihat Aileen bersama ibu dan ayah tirinya di sebuah rumah mewah. Fahril merasa telah terjadi sesuatu di sana. Untung saja Fahril berhasil melacak ponsel Aileen sehingga ia tahu keberadaannya.

Aileen keluar dari kamarnya dengan baju yang rapi. Ia memakai baju atasan berwarna hitam dan rok berwarna peach serta jilbab yang senada dengan roknya. Aileen akan melakukan check up hari ini. Bibi Ana juga telah memakai baju terusan berwarna army dan jilbab kurung berwarna cokelat susu.

"Nak, ayo kita pergi," ajak bibi Ana sambil tersenyum, Aileen hanya mengangguk.

Aileen dan bibi Ana segera masuk ke dalam mobil, paman Damar yang akan mengendarainya. Tidak lama, Aileen dan bibi Ana sampai di rumah sakit, paman Damar segera melesat pergi untuk ke tokonya sebentar. Aileen melakukan check up seperti biasanya. Terdapat perkembangan yang luar biasa dibandingkan sebelumya. Menurut perkiraan dokter, beberapa minggu lagi Aileen bisa berjalan sempurna. Aileen dan bibi Ana keluar setelah melakukan check up.

"Sedikit lagi kamu akan bisa berjalan, kamu harus berusaha dan berdoa terus agar kaki kamu normal kembali." Bibi Ana menyemangati, Aileen hanya tersenyum singkat.

Aileen dan bibi Ana duduk di kursi besi yang ada di rumah sakit untuk beristirahat sambil menunggu paman Damar menjemput.

"Bi, Aileen ke kantin bentar, ya. Mau beli makanan dan minum. Bibi di sini aja." Aileen segera bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menggunakan kedua kaki yang dibantu oleh sepasang tongkat.

"Hati-hati, Nak," ucap bibi Ana, Aileen hanya mengangguk.

Aileen ke kantin rumah sakit. Ia membeli dua roti dan dua air mineral. Setelah itu Aileen beranjak ingin kembali ketempat bibi Ana. Langkah Aileen terhenti, ia melihat sosok lelaki yang sangat dikenalinya bersama gadis seumurannya. Dia adalah Regan dan Erika. Melihat mereka berjalan berdua sambil bercengkrama membuat dada Aileen sesak. Rasa itu lagi-lagi mampir tanpa permisi. Regan dan Erika mengarah ke arah kantin, otomatis mereka bertemu. Tatapan Aileen dan Regan saling bertumbukan, Aileen memberikan senyuman terbaiknya. Hati Aileen sedang tercampur aduk, ada rasa senang karena bertemu dengan Regan dan ada rasa aneh karena melihat Regan bersama Erika. Hei, namanya rasa cemburu bukan rasa aneh. Regan terdiam, kali ini ia tidak membalas senyuman Aileen. Melihat kejadian itu, diam-diam Erika tersenyum dalam hatinya. Rencananya berhasil.

"Kak Regan sama Erika ngapain ke sini?" tanya Aileen berusaha ramah dan menghilangkan rasa canggung.

"Rhea sakit." Jawaban Regan singkat seperti biasanya. Kalau ia bicara dengan orang lain tentu ini hal biasa, tetapi berbeda dengan Aileen. Tentu sikap Regan pada Aileen yang seperti ini sangat aneh.

"Rhea sakit? Kok bisa?" Aileen khawatir, tetapi rasa khawatirnya hanya dianggap sandiwara oleh Regan dan Erika.

Regan tetap diam, kali ini Erika yang angkat bicara. "Hei cacat, lo nggak paham juga kalau Rhea seperti ini karena kedatangan lo kemarin!"

Lame Girl Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang