Sebagai perempuan, mereka dikutuk untuk selalu menangisi hal-hal di sekitar yang sebenarnya tidak penting. Mungkin Amanda akan menyinggung kaum perempuan berhati tegar di mana menangis adalah sesuatu yang tabu di kamusnya. Namun beberapa dari mereka adalah tipe yang cenderung boros dengan air mata, dan banyak kaum yang laki-laki kesulitan menghadapi perempuan.
Kakak laki-laki Amanda kini sedang dihinggapi kesedihan yang amat mendalam, sampai-sampai ia ragu apakah psikiater saja bisa menolongnya dari lorong kegelapan. Ketika sang kakak sedang tidak menangis, merintih, atau memasang wajah sangar pada siapa saja yang mendekatinya, secara hati-hati Amanda bertanya apa yang membuatnya sedemikian sedih.
"Dhafitri Putri mengkhianatiku. Coba kamu bayangkan, sosok di pigura pernikahanku itu dengan tega memilih orang lain. Padahal kami sudah bersama sejak SMP, hampir belasan tahun dan apa kamu tahu betapa sakit hatinya aku? Dia pun melebur menjadi kenangan pahit, janji suci kami enggak ada artinya. Aku belum sempat mengajaknya liburan ke London seperti yang dimimpikannya. Dia sibuk dengan pekerjaannya, aku pun sama sibuknya demi anak-anakku kelak. Kami sudah merancang masa depan bersama! Teganya dia setelah semua yang telah kita lalui! Aku lebih baik punya istri seperti kamu!"
"Kenapa Kakak enggak tahan dia?" tanya Amanda. "Kalau cinta, ya harus punya kemauan buat bertahan dong."
"Kamu nggak tahu apa-apa, Man. Dhafitri nemu orang lain yang enggak gila kerja, tapi bisa kabur berdua ke London," jawab sang kakak lemah lesu.
Kemudian dia akan berbaring di balik selimut, membaca buku harian yang mereka tulis bersama, meratapi foto istrinya tercinta dan mencium setiap jengkal fotonya, ditambah menangis tersedu-sedu. Sesuatu yang tidak pernah dia lakukan pada Amanda atau keluarga meski akhirnya dia yang menjadi kambing hitam. Dasar sinting. Tetapi, jangan harap melihat laki-laki menangis untuk kasus sederhana. Kakaknya hanya sendang dilanda ujian terberat.
Lain halnya dengan Amanda. Kantung matanya begitu mudah bocor. Baik itu peristiwa sedih, bahagia, atau mengharukan, selalu saja ada air mata menetes. Ia tidak yakin apakah itu merupakan efek usianya yang masih tergolong labil dalam mengekspresikan perasaan, tapi Amanda pikir tak ada salahnya. Tidak baik membohongi diri sendiri. Jadi Amansa mencurahkan isi hati apa adanya.
Setelah mendengar kakaknya bercerita soal insiden perselingkuhan istrinya, ketika bintang-bintang menampakkan diri, Juno—kekasihnya—menelepon. Dan tahu tidak apa yang dikatakannya?
Deretan kata-kata itu mampu mematahkan hati Amanda, kekasihnya bilang: putus!
Baiklah, baiklah, apa yang salah? Juno tidak menjelaskan apa pun. Hubungan mereka sejauh ini tidak ada konflik yang bisa mengakibatkan berakhirnya sebuah hubungan. Mereka saling mencintai dan percaya satu sama lain. Amanda harap itu cuma prank untuk membuatnya kesal. Namun sepanjang hubungan mereka telah berakhir, tak ada tanda-tanda Juni akan memberi pesan atau menelepon.
Esoknya teman-temanku menghebohkan perihal Vira (anak hukum yang juga sahabatku) tiba-tiba saja hamil dan diduga Juno yang telah menghamilinya. Rasanya bakal aneh kalau aku tidak mau bercerita soal insiden mencengangkan lainnya yang tak kalah heboh, seperti kepala Juno dijatuhi kotoran burung sewaktu kencan di taman kota dan ia berteriak histeris layaknya toa. Baiklah, itu jelas bohong, aku hanya balas dendam. Dengan perasaan tercabik-cabik, aku menceritakan kejadian Juni semalam yang memutuskan untuk mengakhiri hubungan. Kupikir, karena aku tidak mau mengerti dia setelah enam bulan bersama. Atau, karena aku tidak murah senyum dan kelihatan anti sosial di matanya. Atau, karena dia memang selingkuh sebelumnya?
"Pada akhirnya kamu enggak tahu alasan kalian putus, kan?!" todong Adit dan aku memutar bola mata jengkel.
"Mungkin karena malam itu kamu sedang merawat kakakmu dan dia dapat kabar Vira hamil?" tebak Dessy. "Hebat banget putusnya."
"Menurutku karena Juno udah hamilin Vira." Fikri menyela sambil membetulkan kacamatanya. "Sebelum dibilang 'main nakal di belakang' dia putusin kamu duluan. Terus yah gitu deh, pada akhirnya dia yang khianatin kamu."
"Astaga, kalian jahat banget," kilah Amanda. Ia sedikit menyesal telah menceritakan insiden berakhirnya hubungan dengan Juno. Bukannya tak mau mengakui walau segala kemungkinan itu benar, Amanda hanya tak ingin berpikiran buruk walau yang dilakukan Juno memang keterlaluan. Coba saja tak ada kabar itu, mungkin ia masih merutuk dalam hati pada insiden perselingkuhan istri kakaknya.
Tentu saja saat ini hati Amanda patah, apalagi Juno rupanya menghamili sahabatnya di belakang. Bisa-bisanya dua orang yang begitu dekat dengannya tega melakukan hal tersebut. Amanda jadi mengerti mengapa kakakku sedemikian sedihnya setelah belasan tahun bersama. Sedangkan ia sendiri yang baru menjalani hubungan selama enam bulan rasanya sudah sesesak ini. Tak heran jika patah hati memang menyesakkan dan Amanda tak mau mencampuri urusan kakaknya lagi.
Setelah meninggalkan teman-temannya yang masih menyimpan gelora penasaran, Amanda berjalan menuju toilet dan bersembunyi di biliknya yang kecil. Kemudian menumpahkan air matanya di sana.
****
Hari-hari berikutnya menjadi lebih buruk. Beberapa orang di kampus mulai memandang Amanda dengan tatapan menghakimi. Di koridor, kelas, kantin, gedung fakultas, ada saja pasang mata yang memperhatikan sekaligus berbisik. Apa sih, babi? Beraninya ngomong doang! Amanda kesal dan terus memaki dalam hati sepanjang berada di tempat terkutuk tersebut. Sebelumnya ia sama sekali tidak terkenal dan lumayan menarik diri. Namun kenapa orang-orang mendadak mengenalnya? Masa sih gara-gara Juno? Tangannya jadi gatal ingin lempar batu pada mereka.
Setelah empat hari lamanya, desas-desus yang Amanda dengar mulai membuatnya cemas. Kok bisa sih, ia terpengaruh omongan mereka? Seharusnya tidak begitu, tapi ini di luar kendalinya. Berkali-kali Amanda coba mengirim pesan dan menelepon nomor Juno. Mungkin Juno memblokir namornya. Amanda pikir ini kekanak-kanakan. Baru putus sudah main blok mantan, padahal yang punya salah dia sendiri.
Mungkin desas-desus itu benar. Dan Amanda senang Juno sudah memutuskannya, supaya sakit hatinya tidak buruk dibandingkan baru tahu belakangan.
"Juno itu transgender. Gak tahu sih mana yang bener, tapi antara dulunya dia cewek atau sekarang lagi nyiapin buat jadi cewek."
"Kasian ya Amanda kalau misal Juno itu dulunya cewek."
"Udah ditipu dia. Untung udah putus. Kalau sampai nikah, nanti enggak bakal bisa punya keturunan."
Kini semua omongan tersebut menjadi menyakitkan untuk didengar telinga Amanda. Ia kesurupan aura sedihnya sang kakak. Setelah sedikit mencela, rupanya karma bekerja lebih cepat. Hari-harinya menjadi kelabu. Dadanya sesak. Ingin menangis setiap saat. Amanda teringat sesuatu. Mungkin ini alasan mengapa dulu Juno pernah berkata seperti ini, "Kamu nerima perbedaan yang udah pasti ditolak masyarakat nggak?"
"Aku nggak yakin kalau nggak tahu masalahnya, Jun. Perbedaan yang gimana dulu?" Amanda ingat dulu ia terlihat sangat bego.
Kurang lebih Juno tertawa dan membalas, "Yang dianggap masyarakat kalau itu adalah hal yang menjijikkan, nggak taat pada Tuhan, kotor, dan gitulah."
Selama ini Amanda tidak pernah memperhatikan bentuk tubuh Juno dan sikap manja yang ingin diperhatikan tiba-tiba muncul. Amanda menyadari jika sikap ingin melindungi Juno terkesan kaku. Ia pikir, itu karena Juno menjaga jarak antara laki-laki dan perempuan. Ternyata, hanya belum terbiasa dan sifat alaminya muncul. Memang terasa sudah ditipu dan hati Amanda pecah. Namun, siapa dia yang berhak menghakiminya seperti itu? Amanda pikir dulu. Meskipun menyimpang, kenapa manusia-manusia lain yang malah merasa paling benar atas dosa yang dilakukan para transgender? Siapa tahu, di antara mereka ada yang menyesal dan bertaubat pun kemudian diampuni Tuhan. Bisa saja, bukan?
Dan lagi, Amanda yakin dengan adanya penyimpangan tersebut, Tuhan menciptakannya bukan tanpa alasan. Barangkali, untuk menguji manusia yang lain untuk menjaga empati dan simpatinya, atau juga menahan ghibah dan celaan.
Merasa tak berdaya jika bersedih terus, Amanda memutuskan untuk pergi ke indekos Juno. Cukup, tak perlu buang-buang waktu lagi. Ia tak ingin Juno merasa sendiri. Sebab Amanda mau nerima perbedaannya, tapi sebagai teman dan bukan pasangan lagi.
-Tamat-
KAMU SEDANG MEMBACA
Problematik Sosial
Historia CortaKata Emak, zaman sudah edan. Banyak tradisi yang ditinggalkan demi modernisasi. Belum lagi soal toleransi dan simpati-empati yang kian pergi. Sebagai generasi muda, emak melanjutkan, kudu punya pegangan biar enggak tersesat diri. Mengambil tema: 1...