Prologue : Meet

331 22 8
                                    

Terik sinar matahari siang sama sekali tak menyurutkan semangat seorang remaja berparas tampan dalam bermain basket. Peluh telah membanjiri wajah tampannya tapi dihiraukannya karena ia lebih merespon bola coklat yang kini tengah ia pantul-pantulkan lagi setelah beberapa kali berhasil memasukkannya ke dalam ring. Keadaan jalan kompleks yang cukup ramai membuatnya beberapa kali menjadi tontonan gratis bagi kaum hawa disertai teriakan histeris yang sungguh memekakkan gendang telinganya

Puk

Dia segera menoleh menatap cowok yang baru saja menepuk bahunya itu.

" Lo gak panas apa? Mending ikut kita kumpul. Lagian lo baru juga diwisuda kemaren uda ga peduli aja sama kita dan malah sibuk maen ginian. " ucap namja berambut abu-abu atau biru muda(?) entahlah. Warna birunya terlalu pudar sampai terlihat seperti abu-abu.

" Tauk. Lagian lo juga ngapa ga milih sekampus sama kita-kita yang jelas bisa jadi senior yang baik buat lo daripada harus lanjut kuliah di Zurich? Lo juga malah maen basket bukannya kumpul padahal dua hari lagi lo uda otw Swiss. Dasar ade durhaka lo " cerocos cowok lainnya dengan wajah kalem

Cowok yang ditegur itu malah mendengus. Dia menatap dua orang di depannya ini lekat. Dua orang yang sudah dia anggep kayak abang sendiri bahkan kadang jadi orang tua keduanya kalo dia salah.

" Lo berdua tau sendiri gue gimana kalo terus disini. Bisa gila gue kalo tetep ada disini. "

" Yang lain mana? " tanyanya setelah lebih dulu menjawab teguran kedua cowok yang merupakan seniornya itu

Yang berambut biru [abu-abu] mengedikkan bahu. " Uda pada di cafe kayaknya. Tapi gatau lagi sama si Chenle. Masih nyari alesan biar dibolehin keluar sama mamanya mungkin "

" Lo ikut kumpul gak, Sung? " tanya cowok berwajah kalem

" Perasaan Bang Renjun nanya gitu mulu ke gue. Yang lain napa bang. " ucap cowok itu jenaka tapi Renjun cuma mendengus

" Lo ikut ajalah, Sung. Ngumpul bareng apa salahnya si? "

" Udahlah, Na. Kalo dianya gamau yauda, kita ga berhak maksa juga. " ucap Renjun ketus.

Cowok itu hanya menghembuskan napas pelan. " Iya, bang. Gue ikut tapi gue mo balik dulu buat ambil dompet sama hape " ucapnya pada akhirnya.

" Sip. Kita tunggu di cafe biasa, Sung. No ngaret! Awas aja sampe ngaret apalagi ga dateng. "

" Iya-iya, bang. Yodah gue balik dulu. See you, bang " pamitnya yang kemudian segera meninggalkan keduanya setelah mendapat respon dari Jaemin dan Renjun.

Cowok itu berjalan dengan wajah temboknya tanpa terlalu memperdulikan teriakan para gadis yang menurutnya sangat berisik. Setibanya di depan pintu rumahnya, dia tidak langsung masuk karena mendengar benda yang dibanting keras dan suara benda pecah juga jangan lupakan teriakan serta bentakan yang membuatnya berkali-kali lebih muak dari mendengarkan teriakan histeris para gadis di sepanjang jalan tadi.

Dia membuka pintu rumah dan berjalan melewati kedua orang tuanya begitu saja tanpa peduli sekitarnya yang sudah sangat berantakan seperti kapal pecah.

" LIHAT TUH ANAK KEBANGGAAN KAMU MA! BISANYA CUMA BIKIN MALU KELUARGA DENGAN TINGKAH BERANDAL DAN SOK BERKUASANYA ITU! " bentak sang kepala keluarga menyinggung cowok yang baru saja melewatinya itu.

" Masuk gapake salam, ga negur. Gatau sopan santun banget sih, kamu?! "

" Papa ga sadar kalo Papa lebih buruk dari Jisung?! Di usia Jisung ini malah Papa uda ngehamilin lima orang temen sekelas Papa. Otak Papa dimana hah?! Dulu juga kalo bukan karena sahabat Papa itu mungkin Papa gabisa nyelesein SMA Papa. " bela wanita paruh baya dengan sarkasnya.

DOPPELGÄNGER ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang