Dentuman musik meraung keras disertai lautan manusia yang berjoget ria di lantai dansa semakin memeriahkan semarak malam. Tak peduli antar perbedaan gender yang kentara, mereka tetap meliukkan tubuh mereka sesuai irama musik. Tak hanya berjoget, ada banyak juga yang memilih duduk di meja pantry sambil menyesap vodka atau wine.
" Hallo, Jisung. Wie gehts? "
Jisung yang dipanggil menoleh menatap pria yang tadi menepuk punggungnya. Pria itu tersenyum lebar melihat wajah terkejut Jisung.
" M-Mark hyung?! " kali ini Jisung nggak bisa menahan ekspresi terkejutnya melihat siapa yang kini duduk di sampingnya.
" Ya, hm? Kaget ya lo haha " Mark terkekeh ngeliat komuk Jisung yang masih melongo.
" Ya, iyalah hyung. Hyung mo ngapain kesini? Jan bilang lo kangen sama adek lo yang imut ini. Gue tau kok kalo gue itu ngangenin. " ucap Jisung dengan kenarsisan setinggi menara Eiffel.
Mark memutar bola matanya jengah. Ternyata sikap Jisung yang super narsis masih sama kayak empat taun lalu sebelum adik tingkatnya ini memutuskan untuk melanjutkan kuliah di negara Land of Milk and Honey ini. Bahkan wajah Jisung sekarang tidak banyak berubah selain auranya yang lebih dewasa dan dingin.
" Lo masih sama, ya, Sung. Masih narsis kek dulu. " komentar Mark lalu terkekeh geli.
" Lo ga kangen sama anak Dream apa? Betah amat disini. " ucap Mark lagi. Kali ini gantian Jisung yang terkekeh menatap hyung kesayangannya itu.
" Kangen, hyung. Tapi gue masih harus nyelesein skripsi sama nyelesein proyek di perusahaan arsitektur yang uda gue janjiin selama setaun disini baru nanti bisa balik ke Korea. " jelas Jisung sambil senyum.
" Bilangnya setaun nanti malah bertaun-taun lagi ga balik-balik. Lama-lama lo bisa jadi netap disini. " cibir Mark.
" Lo tuh jangan kayak gini, Sung. Kasian nyokap lo. Dia nanti jadi murung liat lo yang masih ga ngikhlasin kepergiannya. "
Jisung hanya menatap nanar ke arah Mark. Ingatannya menerawang jauh pada hari itu. Hari dimana nyawa mamanya direnggut paksa oleh kecelakaan yang tidak diinginkannya. Tidak. Bukan hanya dia. Semua anggota keluarga tidak menginginkan kematian mamanya.
Flashback on
Siang itu Jisung sedang istirahat di kantin kampusnya setelah memasuki kelas Mr. Leo yang membuat kepalanya seperti terbakar. Spagetti di mangkuknya sudah habis sejak semenit lalu dan kini dia tengah mengeluarkan ponselnya dari saku celananya dan menempelkannya di telinga.
" Yoboseyo, "
" Yoboseyo, " sahut seseorang di sebrang sana.
' Suara pria? Tapi bukan suara Papa. ' batin Jisung
" Jisung? Ini Tae samchon, mamamu sekarang lagi kritis di rumah sakit xxx. Tolong dateng kesini-- "
Jisung tidak mendengar kelanjutan ucapan samchonnya karena sudah lebih dulu menjauhkan ponsel dari telinganya.
Tes.
Air matanya jatuh menetes. Ini pertama kalinya ia menangis lagi sejak terakhir kali menangis saat kelas dua SMP karena Papa dan Mamanya bertengkar hebat untuk pertama kalinya. Dia meraih tas di meja, mencangklongnya lalu pergi menyetop taksi menuju bandara. Dia harus mendapatkan tiket pesawat ke Korea saat ini juga tak peduli bagaimana pun caranya.
Untungnya dia benar-benar mendapat tiket terakhir menuju Korea sehingga dia sudah berada di depan ruang ICU sebelas jam kemudian.
" Oma, Opa, gimana keadaan Mama? " tanya Jisung dengan tak sabaran yang hanya mendapat isak tangis sebagai responnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DOPPELGÄNGER ✔
Ciencia FicciónDoppelgänger bukanlah suatu bayangan. Mereka biasanya terlihat oleh orang itu sendiri, karena Doppelgänger merupakan sebuah pantulan. Doppelgänger orang tersebut akan memberi nasihat seputar masa depan orang yang melihatnya. Biasanya, orang yang mel...