1. Prolog

4.6K 363 19
                                    


Terik matahari siang kala itu tidaklah sepanas ucapan ibunda Beno pada Diarty, gadis berseragam putih abu tersebut berada di teras rumah menunggu sang kekasih mengambil air minum.

"Siapa kamu?" Wanita paruh baya berparas ayu datang ke arahnya dengan nada memusuhi. Diarty bangkit dari kursi hendak mencium tangan, sudah pasti dia ibu Beno.

"Sa-saya Diarty, Tante," ucap Diarty terbata-bata. Wajahnya memucat, jemari tangan mendingin dan sedikit bergetar.

"Pacarnya Beno?" Wanita itu lagi-lagi bertanya dengan nada menghakimi. Nyali Diarty menciut ketika wanita itu berkacak pinggang. Tatapan sang ibunda beralih ke postur tubuhnya yang gempal dan berpakaian lusuh.

"Lihat dirimu! Bilang sama saya, apa yang dibanggakan dari tubuhmu?!"

Diarty terdiam, ia menunduk dengan wajah memerah. Kedua tangan menaut resah. Debaran jantungnya tak kalah hebat, berloncatan seiring pertanyaan yang terlontar dari mulut ibunda Beno.

"Nggak bisa jawab, 'kan? Ya, udah, saya bisa artikan kalau kamu sadar diri. Saya nggak mau, anak kesayangan saya punya hubungan sama kamu. Lihat tubuhmu yang nggak beraturan itu, mana bisa sandingan sama Beno. Rawat tubuh biar enak dilihat. Ngerti?!" bentaknya sambil bersedekap.

Diarty hanya bisa mengangguk-angguk macam anjing ketakutan.

"Dah, pergi sana! Saya nggak mau lihat kamu lagi."

---

Pengalaman pahit di masa SMA itu akan Diarty ingat seumur hidup.

*****

DILAMAR MAS MANTANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang