Pagi itu Diarty sudah rapi dan siap untuk berangkat kerja. Rok putih dan juga kemeja berwarna merah marun terlihat anggun ketika tubuh sintal itu memakainya.
Diarty menghentikan langkah sesampainya ia di ambang pintu. Tiba-tiba rasa ragu menyelimuti benaknya, haruskah ia bertemu dengan Beno hari ini?
Ketika Diarty masuk ke dalam area kedai, sudah pasti ia akan menjumpai Beno sebagai bos barunya. Menggelengkan kepala, Diarty mundur lalu kembali menutup pintu rumah rapat-rapat.
Seperti orang bingung, Diarty lantas duduk di sofa kuning dengan perasaan gusar. Perlahan ia mencari ponselnya di dalam tas bahu yang ia pakai. Sepertinya ia perlu menghubungi Saras kali ini. Mungkin juga ia harus membuat alasan supaya ia bisa membolos satu hari lagi guna menghindari Beno.
Jari-jari lincah Diarty segera menekan tombol nomer kontak Saras di ponselnya. Mendadak perasaannya tidak aman, haruskah ia keluar dari toko itu dan berganti pekerjaan saja?
Belum sempat panggilan tersambung, suara ketukan pintu mengalihkan perhatian Diarty. Mulanya ia mengabaikan namun ketukan pintu itu bertahan hingga lima menit kemudian, membuat Diarty harus rela berdiri menuju ke pintu dengan langkah sedikit meragu.
Diarty kaget luar biasa ketika tahu siapa tamunya kali ini. Dia nggak nyangka jika Beno bertamu pagi itu. Dengan gugup, Diarty menyapa Beno di ambang pintu. Sebuah mobil jenis APV warna putih telah terpakir rapi di depan rumahnya.
"Mas Beno, ada apa?" tanya Diarty dengan wajah memerah karena gugup.
"Aku datang buat jemput kamu. Apa kamu sudah siap?" Beno balik bertanya seraya memasukkan kedua tangan dibalik kantong saku celana hitam yang dia pakai.
Sebagai seorang bos, Beno Adipati terlihat begitu tampan dengan kemeja kotak-kotak warna abu-abu yang kini tengah ia kenakan."Aku kayaknya belum siap buat kembali kerja. Maaf udah buat kamu menjadi repot," sesal Diarty dengan wajah ditekuk.
"Kenapa?" tanya Beno penuh selidik, kini tatapan tajamnya tertuju pada sosok Diarty.
Gadis itu tertunduk, bibirnya bergetar. Tanpa ia sadari kedua tangannya saling bertaut dengan resah. Gelagat buruk tersebut dapat dicium oleh Beno, membuat Beno tahu bahwa apa yang dikatakan Diarty hanyalah alasan saja.
"Kakiku belum juga sembuh. Kayaknya aku harus istirahat beberapa hari lagi deh," ucap Diarty tertunduk. Gadis berwajah imut itu tak berani menatap mata Beno, ia tahu jika ia berani melakukannya maka kebohongannya akan segera terbongkar.
Beno terdiam, bola matanya mengarah ke arah kaki Diarty yang kemarin mengalami kecelakaan. Dahinya mengernyit, dia tak yakin dengan apa yang yang dikatakan Diarty. Namun begitu, Beno lebih milih buat ikutin sandiwara yang digelar Diarty di hadapannya.
"Oh, coba aku liat!" Beno langsung berjongkok di hadapan Diarty, membuat gadis itu kaget dan refleks mundur ke belakang beberapa langkah.
"Gak usah! Jangan diliat lagi!" cegah Diarty buru-buru. Beno mendongak, ia mengamati wajah Diarty yang memerah.
"Katamu tadi kakimu kembali bermasalah. Kenapa aku nggak boleh liat? Siapa tahu emang beneran bermasalah dan aku bisa minta ambulan ke sini buat angkut tubuh kamu ke rumah sakit." Beno berkata santai seraya bangkit dari jongkoknya.
Diarty mengedipkan bola matanya beberapa kali, hatinya semakin tak nyaman ketika Beno menyinggung ambulan yang akan datang kemarin buat angkut dia. Ya Tuhan, nista banget sih!
Menelan ludah dengan susah payah, Diarty berbalik badan lalu mengambil tas bahunya. "Ayo berangkat!"
Diarty lantas berjalan terlebih dahulu ke dalam mobil APV putih milik Beno. Pria berpakaian rapi itu menatap Diarty dengan tatapan lucu.
KAMU SEDANG MEMBACA
DILAMAR MAS MANTAN
RomanceCERITA INI SUDAH TERSEDIA DALAM BENTUK E-BOOK DAN FISIK. Apa jadinya kalo sudah lama putus tapi masih dikejar-kejar sama Mas Mantan? Dikejar-kejar buat dinikahin lagi?! Seperti itulah yang dirasakan oleh Diarty saat ini. Bisakah Diarty menepis peso...