Setelah mengendarai mobil cukup lama akhirnya mereka sampai di area belakang kampus pertanian. Beberapa deret rumah dengan warna cat berbeda tersuguh di sana. Keluar dari dalam mobil, Beno menatap deretan rumah itu dengan rasa penasaran.
Rumah berderet tersebut terlihat begitu rapi dengan taman kecil di depan rumah. Beberapa bunga sengaja di taman di masing-masing rumah agar terlihat asri dan nyaman."Jadi, yang mana rumahmu? Yang bercat hijau, kuning, atau putih?" tanya Beno menelisik. Pemuda berpostur tinggi itu memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana hitam miliknya.
Diarty belum menjawab, sebenarnya ia sama sekali tidak ingin Beno tahu rumah kontrakannya. Ia tahu betul Beno orangnya seperti apa. Sekali ia berusaha maka ia akan terus berusaha. Diarty takut kalo-kalo cowok itu tiba-tiba hadir di depan pintu ketika dia cuma pakai celana pendek doang. Kan ngeri?!
"Rumahmu pasti yang warna putih," tebak Beno memutuskan membuat mata Diarty membeliak.
"Darimana kamu tahu?" desis Diarty nyaris tak terdengar. Gadis itu sedikit melirik ke arah Beno dengan tatapan penuh selidik.
"Aku tahu warna kesukaan pacar aku," tandas Beno tenang. Pemuda berpostur tinggi itu lantas keluar dari dalam mobil.
Rumah Diarty tampak sederhana, beberapa bunga mawar merah mekar di halaman rumah dengan sangat indah. Beberapa bunga yang lain tampak di gantung di depan rumah. Warna cantik yang ditampilkan sang bunga membuat cat rumah Diarty yang putih terlihat begitu hidup.
Mendengar jawaban Beno, Diarty menutup mulut rapat-rapat. Jantungnya mendadak berdebar, wajahnya pun memanas tak karuan. Ya Tuhan, jangan sampai Beno tahu warna wajahnya saat ini. Sungguh memalukan jika Beno tahu kalau Diarty nyaris pingsan gegara denger doi bilang gitu.
Diarty tersentak tatkala pintu mobil di sampingnya terbuka. Tanpa babibu Beno lantas meraih tubuh Diarty buat dibopong tapi Diarty lantas menepis tangan Beno sedikit keras.
"Kenapa?" protes Beno mencuramkan alis, merasa heran dengan sikap spontan yang dilakukan Diarty padanya.
"Aku bisa jalan sendiri, jangan bopong-bopong aku lagi." Diarty bersikeras menolak. Wajahnya terus memanas.
Gadis itu mencoba berdiri lalu berjalan menuju ke rumah bercat putih dengan tertatih. Beno yang menyaksikan hal tersebut hanya menggelengkan kepala atas kebengalan Diarty.
Sesampainya di depan pintu, Diarty lalu merogoh saku roknya guna mencari kunci rumah. Gadis bernetra hitam segera masuk ke dalam rumah diikuti oleh Beno. Pria itu mengedarkan pandang hingga akhirnya tatapan matanya tertuju pada boneka panda berwarna putih yang teronggok di sofa ruang tamu.
Beno tersenyum tipis ketika melihat boneka tersebut. Mendadak hatinya terasa hangat. Ia tak percaya jika hadiah boneka panda yang ia berikan pada Diarty empat tahun lalu sewaktu kelas 12 SMA masih terawat dengan bagus.
Menyadari bahwa Beno sedang memperhatikan boneka panda-nya, Diarty menipiskan bibir dengan hati ketar-ketir. Tak ingin Beno terus salah paham, Diarty lantas meraih boneka panda tersebut lalu melemparnya ke dalam kamar yang berada di sebelah ruang tamu.
"Maaf, rumahku berantakan." Diarty mencoba mengalihkan pembicaraan.
Beno tak menjawab, ia hanya mengangkat sebelah alisnya lalu duduk di sofa dimana boneka panda tadi berada.
Tatapan Beno mengedar, ia bisa melihat bagaimana kondisi dalam rumah Diarty. Sungguh sangat rapi, beberapa buku ditata dengan apik. Tanaman hias semacam lidah mertua ia letakkan dengan rapi di sudut ruangan. Lalu kenapa gadis itu mengatakan bahwa rumahnya berantakan? Sepertinya Diarty hanya berusaha mengalihkan perhatian.
KAMU SEDANG MEMBACA
DILAMAR MAS MANTAN
RomanceCERITA INI SUDAH TERSEDIA DALAM BENTUK E-BOOK DAN FISIK. Apa jadinya kalo sudah lama putus tapi masih dikejar-kejar sama Mas Mantan? Dikejar-kejar buat dinikahin lagi?! Seperti itulah yang dirasakan oleh Diarty saat ini. Bisakah Diarty menepis peso...