***
Mungkin kala itu luka yang tertinggal tidak terlalu dalam. Namun sayatan baru di atas luka lama hanya akan menambah dalamnya luka yang Diarty punya.
Bagi Diarty, mungkin kala itu ia bisa menerima tatkala ibu Beno menghardiknya karena dirasa kurang pantas ndeketin putra semata wayangnya yang tampan. Tapi kali ini, hardikan itu kembali menyambar telinga Diarty. Tidak terima, bisa jadi.
Diarty yang terluka telah susah payah menyembuhkan diri dan sekarang ada garam lagi yang ditaburkan di atas lukanya. Marah, tentu saja.
Diarty menangis tapi ia berusaha untuk bersembunyi dari pandangan Beno. Sama seperti dulu, ketika ibu selesai menghardiknya dengan kasar, Diarty buru-buru pulang lalu menghilang.
Kali ini suasana berbeda, ia tidak mungkin langsung lari atau pun pulang. Diarty masih punya tanggung jawab atas pekerjaannya.
Bahunya yang terguncang tidak bisa ia sembunyikan. Ia tidak bisa menahan rasa sesak yang kini menghimpit dadanya.
Beno menghela napas, perlahan tangannya yang kekar menarik lengan Diarty. Pria itu bersimpati, wajahnya yang tampan terlihat muram.
"Mas Beno, semua ini udah cukup. Mau diapa-apain pun, Ibu tetep gak suka sama aku. Aku gak bisa lanjutin semua ini," ujar Diarty diantara isak tangisnya yang tertahan.
"Di-"
"Jangan paksa aku, Mas. Semua ini sakit dan aku gak bisa terima sakit ini lebih dalam lagi," ujar Diarty menunduk seraya menghapus derai air matanya yang membeludak hebat.
Beno terdiam, jarinya terulur guna menarik dagu mungil milik Diarty. Bola mata cokelat itu menatap sayu ke arah gadis pujaannya. "Di, aku ngerti perasaan kamu. Aku gak bakal maksa kamu lagi, gak akan. Tapi, jangan pergi lagi. Aku mohon jangan pergi dan menghilang lagi."
Beno berbisik disusul dengan pelukan yang ia tawarkan pada Diarty. Diarty kembali menangis di pelukan Beno, menangisi perasaannya yang hancur untuk kesekian kali.
"Aku gak akan maksa kamu lagi tapi kamu janji jangan pergi kayak dulu lagi. Aku gak pengen kamu pergi dan menghilang kayak dulu. Di, kalo kamu kek gitu lagi, aku bisa gila Di. Apa kamu ngerti?" bisik Beno di telinga Diarty.
Beno lantas mengelus rambut Diarty, perlahan ia melepas pelukannya tatkala Diarty tak kunjung menjawab pertanyaannya.
"Di, kamu mau janji 'kan? Kamu janji 'kan sama aku?" ulang Beno meminta kepastian.
Diarty membisu, bibirnya bergetar hebat. Hatinya sedang hancur, bagaimana ia bisa berjanji saat ini. Janji hanya bisa dibuat oleh mereka-mereka yang tidak tahu apa itu sebenarnya sebuah janji.
Beno terlihat kehilangan kesabaran, ia menggosok keningnya sedikit kasar. Bibir yang sedari tadi terus berucap kini diam dan Beno memilih untuk menggigitnya dengan wajah penuh ekspresi khawatir.
"Diarty, jawab aku! Janjiin aku biar hatiku lebih tenang," tandas Beno sambil mengguncang tubuh Diarty.
"Aku- aku gak bisa janji Mas. Aku-"
Mata Beno membelalak ketika mendengar jawaban Diarty. Pria itu kembali menggigit bibir bawahnya dengan frustrasi, wajahnya perlahan memerah. Pria itu menyugar rambutnya dengan kasar lalu mendekat dan meraih wajah Diarty, membawa wajah gadis itu ke depan wajahnya.
Ciuman melabuh begitu saja di atas bibir Diarty bersamaan dengan cengkeraman kuat di lengan gadis itu. Gesekan kulit bertekstur lembut itu menimbulkan debaran hebat dalam hati Diarty.
Ciuman?
Diarty tersentak, tangisnya terhenti. Ia memundurkan langkah ketika bibir Beno menyerangnya secara tiba-tiba. Wajah gadis itu memerah, napasnya tiba-tiba tersengal. Seperti membutuhkan udara namun tak kunjung mendapatkannya, Diarty hanya bisa memukul bahu Beno semampu tangan kecilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DILAMAR MAS MANTAN
RomanceCERITA INI SUDAH TERSEDIA DALAM BENTUK E-BOOK DAN FISIK. Apa jadinya kalo sudah lama putus tapi masih dikejar-kejar sama Mas Mantan? Dikejar-kejar buat dinikahin lagi?! Seperti itulah yang dirasakan oleh Diarty saat ini. Bisakah Diarty menepis peso...