Hanya beberapa hari saja di rawat di rumah sakit Ibu Widya sudah membaik dan terlihat lebih segar ketika sampai di rumah. Wajahnya begitu berseri ketika menyiapkan sarapan pagi buat Bayu, sakit lambung yang sering kali ia rasa seakan sirna entah kemana.
"Meriang ibu'e, iku karena awakmu sing paling ngertiin ibu, dadi yen awakmu teko, masihoo meriang, roso meriang iki trs dadi mari (Sakit Ibumu, itu karena kamu yang paling ngertiin Ibu, ketika kamu datang yang tadinya sakit jadi sembuh).
"Kamu itu Jo Jo kakean omong, ngurusi awak'e ndewe waee jek ndak iso. Yen wes iso ngurusi awak'e ndewe, ndang awakmu aduseno manukmu (Kamu itu Jo Jo, kalau ngomong. Mending kamu urusin dulu badan kamu, mandi yang bener baru mandiin burung)." Jawab Ibu Wdiya yang melihat Barjo begitu sibuk mempersiapkan peralatan untuk memandikan Burung murai yang meloncat-loncat cantik di dalam sangkar sambil sesekali berkicau merdu.
Bayu hanya bisa tersenyum mendengar celotehan Barjo yang menggoda Ibunya karena begitu cepat pulih dari sakit padahal sebelumnya terlihat begitu sakit karena sakit lambungnya yang sudah kronis.
Teh panas pada poci yang terbuat dari tanah liat beserta gelas kecil telah terhidang di meja makan beserta pisang goreng dan ubi rebus.
"Enaknya makan di luar ya Bu, tapi sayang masih banyak debu di depan."
"Iya Bay. Apalagi waktu pas Merapi Meletus debu di halaman sampai tebal, ini sih tinggal sisa-sisanya saja."
Rumah joglo yang tidak pernah berubah sejak ia lahir mempertahankan diri dari modernnya bangunan rumah yang sudah mulai mengikuti perkembangan jaman di sekitar rumahnya. Derit suara jendela kayu terdengar khas di telinganya ketika ia membuka satu daun jendela agar udara pagi bisa masuk kedalam rumah. Kedua matanya sedikit berbinar ketika melihat pemandangan diluar sana, pemandangan desa dan juga kegiatan warga dipagi hari.
Suara pagi khas pedesaan. Suarayang menjadi rindu ditengah penatnya kota. Cengkrama anak-anak sekolah saatberjalan menuju sekolah, suara ayam, bincangan ibu-ibuketika berbelanja sayur dan kicauan burung murai di dalam sangkar milik MasBarjo menjadi satu nada dan mengingatkan dirinya di masa kanak-kanak.
Gurau tawa anak SMA mengingatkan dirinya ketika ia masih sekolah dulu, jalan beriringan bersama Emil bila berangkat sekolah. Setiap pagi ia akan menjemput Emil kerumahnya bila gadis itu belum terlihat melintas didepan rumahnya. Ya, rumah Emil hanya berjarak beberapa puluh meter saja dari rumahnya dan hampir berada di ujung jalan.
Lamunannya kian menerawang jauh di masa-masa SMA tahun 2004.
Hari kelulusanpun tiba. Hari dimana semua akan merubah nasibnya. Sekolah Menengah Atas menurut teori Pak Anwar Mukhlis guru Geografi sejak ia duduk di bangku SMA kelas 1 dan sepertinya sudah menjadi rutinitas beliau untuk menyampaikan kepada murid-muridnya bahwa.
"SMA itu ibarat Stasiun Kereta Api Solobalapan dimana banyak cara untuk bisa sampai ke staisun tersebut. Ada yang pakai angkot, ada yang pakai andong, ada yang pakai mobil pribadi bahkan ada juga yang pakai becak, dan lain sebagainya semunya itu memiliki tujuan yang sama yaitu untuk pergi ke kota-kota besar lainnya. Kalian mengerti tidak dengan apa yang saya maksud ?"
Semua tatapan para murid hanya terpaku kepada wajah Pak Anwar Mukhlis guru yang penuh senyum dan sabar meski murid-muridnya sering kali meledek dirinya dengan kata-kata AGUS (Agak Gundul Sedikit) namun sedikitppun dia tidak pernah marah bahkan dia selalu bersemangat untuk mengajar.
"Tidak tahu ?" semua murid masih terdiam ketika Pak Anwar bertanya kembali ke para muridnya termasuk Bayu saat itu yang duduk di barisan tengah.
"Artinya begini. Kalian datang dari berbagai SMP. Ada yang dari negeri, ada yang dari suwasta, bahkan dari sekolah bonafit untuk bisa masuk ke sekolah SMA Negeri ini dan sekolah ini seperti Stasiun Solobalapan yang akan mengantarkan kalian ke masing-masing kota besar lainnya dan kota-kota besar itu adalah masa depan kalian. Ada yang kuliah, ada yang kerja ada yang bisnis dan macam bentuk dari masa depan kalian semua, yang terpenting dari itu adalah semangat juang kalian."
YOU ARE READING
LANGKAH SENJA
Romance"Aku hanya ingin kamu bahagia meski itu tidak bersamaku..." Ucap bayu dalam hati ketika ia melihat wanita yang ia cintainya telah resmi bertunangan...