1 tahun kemudian.
Kehidupan Adam berubah drastis, hampir setiap pagi dia selalu bangun kesiangan, penampilanpun sangat berantakan. Di tambah dia yang kesusahan menyimpul dasi selalu saja membuatnya marah-marah tidak jelas.
Seperti pagi ini, dia harus ke kantor lebih pagi karena papanya akan mengadakan pertemuan penting tapi Adam terbangun hampir pukul tujuh pagi.
"Sialan, kesiangan lagi." Rutuknya sembari melempar guling yang sedari semalam menjadi teman tidurnya.
Adam segera berlari kekamar mandi, dan membersihkan diri, kemudian memilih pakaian kerja yang lumayan memakan waktu.
Adam menatap isi lemari pakaiannya, berantakan.
Ingatannya mundur ketahun yang sudah lalu sekilas terlintas dalam bayangannya, Oi yang selalu datang pagi-pagi buta dan membangunkan dirinya, menyuruhnya mandi, menyiapkan pakaian kerjanya dan menyimpulkan dasinya.Walaupun selalu di marahi dan di kata-katai kasar, tapi Oi selalu tersenyum dan tidak pernah sekalipun absen membangunkan dirinya dan membantunya bersiap-siap.
Dan sekarang hampir setiap pagi Adam bangun kesiangan, memilih pakaian serta menyimpul dasi sendiri.Selesai berpakaian Adam berlari keluar kamar dan menuruni tangga rumah.
"Apa ada kabar dari Oi, Dean? Mama kangen sama dia, kenapa dia pergi tanpa pamitan ya?" Terdengar suara mamanya yang tengah berbicara dengan adiknya di ruang makan.
"Tidak tahu Mam, mungkin Oi sudah punya kehidupan sendiri di luar sana, dia kan cantik, pintar lagi. Dari pada di sini, cuma ngurusin mas Adam yang tidak tahu diri, sampai Oi lupa merawat dirinya sendiri," Adam membeku di ujung bawah tangga, apa lagi setelah mendengar ucapan adiknya, Dean.
"Iya Mama tahu, kalau Oi cantik! Semoga saja benar, dia mendapatkan pendamping hidup yang baik hati dan tampan di luar sana," Lanjut mama Adam dengan suara yang terdengar sangat antusias.
"Aamiin. Setahu Dean, di kampus banyak banget yang suka sama Oi, apa lagi dia selalu dapat beasiswa, fansnya banyak lho Mam." Dean menyahuti ucapan mamanya dengan sangat meyakinkan.
Oi kuliah? Sejak kapan? Adam terus berpikir, apa benar yang di dengarnya, kalau Oi kuliah dan selalu mendapatkan beasiswa, kenapa dia bisa tidak tahu?
Bukankah Oi selalu ada di dekatnya, tidak pernah jauh-jauh, pasti selalu ada di sampingnya, lalu kapan dia kuliah?Adam berjalan menuju meja makan dengan pikiran di selimuti pertanyaan-pertanyaan tentang Oi.
"Lho Dam, ini udah jam berapa? Papa kamu pasti marah lagi, kalau kamu selalu kesiangan begini?" Mama Adam menatapnya dengan sebal. "Kamu ini bisa ngikat dasi nggak sih? Kenapa berantakan begitu!" Lanjutnya semakin membuat kepala Adam berdenyut.
Adam melirik adiknya sekilas, yang tengah menyantap makanan.
Lidahnya terasa sangat kelu, padahal dia sangat ingin bertanya pada Dean.Dean tak acuh, dia tahu kakaknya terus melirik dirinya, tapi Dean pura-pura tidak menyadarinya.
Dean juga tahu, pasti kakaknya tadi mencuri dengar pembicaraan dirinya dan sang mama, yang sedang membahas Oi.
"Mam, nanti aku pulang telat ya!" Dean beranjak dari duduknya dan langsung ngeloyor pergi, tanpa mempedulikan Adam yang menatap tajam kearahnya.
Sepeninggal Dean, Adam menikmati sarapannya dalam diam.
Pikirannya menebak-nebak, apakah Dean tahu, kemana Oi pergi? Apa benar Oi sudah memiliki kehidupan sendiri di luar sana? Ada rasa sakit jauh di dalam dadanya, Adam meyakinkan hatinya sendiri, tidak mungkin kan, Oi yang cinta mati padanya, bisa mencintai pria lain.*
Seorang wanita berpakaian pns berjalan melewati jalanan setapak yang terlihat gersang.
Dengan peluh bercucuran membasahi wajah ayunya.
Setelah melewati jalanan setapak dia sampai di pinggir jalan aspal yang sepi. Tanpa mengeluh dia terus berjalan, hanya suara deru nafasnya yang sedikit tersengal karena kelelahan, yang terdengar.Jangan berpikir dia akan berpapasan dengan mobil mewah yang di kendarai pria tampan rupawan, seperti yang di ceritakan dalam novel romance, karena pada kenyataannya dia hanya berpapasan dengan beberapa mobil bak terbuka pengangkut sayur mayur saja, itupun hanya melewatinya.
Setelah berjalan kaki sejauh kurang lebih 3 kilo meter, dia tiba di depan sebuah gerbang yang terbuat dari kayu dengan tulisan SDN SUKA MAKMUR, dengan segera dia mengeluarkan sapu tangan, dan menyeka keringat yang membasahi wajahnya.
"Selamat pagi bu Challia." Suara sapaan anak-anak sekolah dasar terdengar riuh, begitu melihat wanita bername tag Oichi Challia tersebut datang.
"Selamat pagi anak-anak," Jawabnya dengan suara riang dan senyumannya yang manis. "Ayo anak-anak jangan berlarian terus, sebentar lagi masuk kelas!"
Dia adalah OI, yang setahun lalu pergi meninggalkan rumahnya dan juga meninggalkan kisah cintanya yang tidak pernah terbalas.
Oi membawa kisah cinta ala upik abunya pergi menjauh, dari pada terus menerus menerima kesakitan dan cacian dari orang yang di cintainya.
Yaa, kisah cintanya lebih mirip si pungguk yang merindukan rembulan.Oi memilih pergi kesebuah desa nun jauh dari ibu kota, dia tinggal bersama paman dan bibinya, dan mengabdikan dirinya sebagai guru sekolah dasar.
Walaupun harus berjalan kaki berkilo-kilo meter dan melewati pesawahan serta ladang, Oi menjalaninya tanpa sedikitpun mengeluh.Walaupun di awal-awal kedatangannya, dia masih selalu melamun dan mengingat kisah cintanya yang menyedihkan.
Tapi sekarang, kehidupan Oi sudah sangat baik, dengan adanya murid-murid di sekolahan, Oi dengan mudah melupakan Adam, walaupun tidak sepenuhnya.Oi mengajar untuk murid kelas 1 dan 2 sekolah dadar.
Karena di pelosok sangat sedikit tenaga pengajar, dia di haruskan memegang beberapa kelas.Di tempatnya mengajar hanya ada 4 orang guru, terkadang, merekapun harus menjadi guru olah raga, bergantian.
Itu bukanlah masalah besar bagi Oi, yang selalu jadi masalah adalah, ketika musim penghujan, dia yang harus berjalan kaki melewati pematang sawah dan juga jalan setapak di tengah kebun, sering kali harus berjalan nyeker sebelum tiba di jalan beraspal.Oi yang tengah asik mendengarkan murid kelas 1 menyanyikan lagu kebangsaan tiba-tiba mendesah dalam.
Di luar cuaca tiba-tiba saja berubah sangat pekat, awan hitam menyelimuti langit desa.
Dia harus bersiap-siap pulang dalam keadaan basah kuyup dan kaki nyeker lagi.Walaupun murid-muridnya sudah di bubarkan sejak pukul 10, tapi Oi harus tetap menyelesaikan tugas-tugasnya, dan menyiapkan materi pelajaran untuk esok hari, walhasil dia selalu pulang bersama guru lain.
"Neng Oi, ibu duluan ya!" Seorang guru wanita yang sudah seumuran bibinya berpamitan pada Oi.
"O iya bu, sok manga tipayun." Jawab Oi sembari membungkukan sedikit badannya.
Oi berjalan di tengah gerimis siang hari, setelah melewati jalan aspal, dia segera melepaskan flatshoes yang di kenakannya.
Dengan lincah kaki rampingnya berjalan melewati kebun sayuran yang sangat subur, dan juga pesawahan yang terhampar luas. Oi merentangkan kedua tangannya dan menghirup segarnya udara pedesaan."Eh si eneng, nembe uih neng?"
Oi terlonjak kaget, dia menoleh pada orang yang menyapanya.
Di lihatnya sepasang paruh baya tengah berteduh di bawah pohon pisang."Iya mang, kok belum pada pulang?"
"Tanggung neng, mamang sama bibi teh lagi meresihan rumput sedikit lagi," Ucap si mamang.
"Ohh iya, kalau begitu saya duluan ya mang, bi." Pamit Oi
Oi melanjutkan perjalanannya, hatinya sangat gembira, orang-orang di desa pamannya sangat baik dan ramah.Manga tipayun/silahkan duluan
Neme uih/baru pulang
Meresihan/membersihkanInget jamanan jadi guru honorer dulu😢
KAMU SEDANG MEMBACA
Moans In Pain(Sudah Terbit)
General FictionMove On KBM Antara cinta dan benci, perbedaannya hanya setipis kulit ari.