5

930 113 23
                                    

Siang ini cuaca betul-betul sangat panas.
Oi yang sudah janjian bersama Sri hendak pergi jajan bakso, tengah berdiri di depan gerbang sekolahan, menunggu Sri yang masih berada di dalam ruangan guru.

"Aduh maaf Chal, saya teh rada telat keluarnyah!" Ucap Sri yang datang terburu-buru dan langsung menghampiri Oi.

"Iya, gak papah kok Sri. O iya, apa tempatnya jauh?"

"Lumayan sih, kamu bawa payung gak? Cuacana rada panas iyeu teh!"

Oi mengangkat tangannya yang tengah memegang payung lipat berwarna biru, dengan gambar Hello Kitty.

"Sudah yuk, keburu panas banget."

Keduanya pergi meninggalkan sekolahan, Oi mengiringi langkah Sri, karena memang, dia belum tahu menahu, daerah dan jalan-jalan di sana.
Selamaa ada di desa, Oi hanya tau jalan menuju sekolahan dan ke kebun milik sang paman saja.

Oi tertegun melihat jalan dan desa yang di lewatinya, terlihat lebih ramai, ada banyak kendaraan dan juga pertokoan.

"Kamu teh kunaon, ngalamun wae?"

Oi tersenyum kecut, karena ketahuan melamun.
"Gak papah," ujar Oi sembari menatap sepanjang jalan yang di lewatinya. "Ternyata lumayan rame ya?"

"Ihh kamu mah, kamari kamana wae atuh? Sampek baru tahu, kalau di sini rame. O iya Chal, kamu tahu tidak?"

"Tidak!"

"Ke hela atuh, aku kan belum selesai bicaranya!"

"Oh"

"Kamu tahu tidak Chal? anaknya Pak Kades ganteng banget loh, dia juga kuliah di kota!"

"Tidak tahu,:

Sri mendelik mendengar jawaban singkat dari mulut Oi.

"Mangkanya, saya kasih tahu, semoga saja kita bisa ketemu dia, biasanya dia ada di sekitaran sini." Sri tampak melirik ke kiri dan ke kanan, seolah ingin menyebrang jalan.

"Jadi, kita ke sini tuh, mau beli bakso apa mau nyari anak Pak Kades, Sri?"

"Dua-duanya Chal, semoga kita beruntung!"

Sepertinya Sri sangat berharap, bisa bertemu anak Pak Kades di sana.
Dan Oi hanya bisa tersenyum, memaklumi jiwa muda Sri.
Walaupun usia mereka hampir sama, tapi Oi sudah tidak berminat lagi, untuk dekat-dekat dengan lawan jenis, dia sangat takut, takut kalau akan menerima penolakan lagi, takut kalau akan di hina dan di caci maki lagi.

Lebih baik menghindari lawan jenis, dan mencari kebahagiaan dengan cara lainnya, begitulah yang Oi pikirkan.

Oi dan Sri memasuki sebuah warung sederhana di pinggir jalan, yang bertuliskan Warung Bakso & Mie Ayam, keduanya langsung memesan bakso dan minuman dingin, kemudian duduk santai sambil menatap kendaraan bermotor yang berlalu lalang.

Tiba-tiba dengan tangan yang menepuk-nepuk tangan Oi, Sri menunjuk ke arah jalan dan bicara nyerocos seperti anak kecil yang melihat pedagang balon. "Ehh....Chal, Chal, itu geuningan, si aa kasep datang!" Oi menoleh ke arah yang di tunjuk Sri.

"Aqmar?" Oi menatap Sri, apa mungkin, orang yang sedari tadi Sri bicarakan itu Aqmar, pikir Oi.

"Udah Sri, malu di liatin orang." Oi menyuruh Sri diam, karena beberapa pengunjung melirik mereka berdua dengan tatapan sinis.

Tidak berapa lama, pesanan bakso mereka datang, aroma khas bakso sapi langsung masuk ke dalam indera penciuman Oi, membuat perutnya berbunyi minta di isi.

"Sri, sebaiknya cepetan di makan, jangan liatin orang terus!" Oi menepuk tangan Sri, yang masih betah menatap Aqmar di luar sana.

"Kamu saja duluan, kan mubazir Chal, kalau di lewatkan, kapan lagi bisa menatap dia selama ini." Sahut Sri dengan mata yang tidak berkedip.

Oi memutar bola mata jengah, melihat kelakuan Sri, akhirnya dia membiarkannya saja, dan lebih memilih menikmati bakso di hadapannya.

"Chal, itu siapa ya? Yang turun dari mobil, kok di gandeng si aa kasep." Terdengar ucapan bernada kecewa Sri.

Oi langsung meletakan sendoknya dan menatap ke arah luar.

Benar saja, dia melihat Aqmar bergandengan tangan dengan seorang gadis berwajah cantik. Oi menatap wajah Sri yang terlihat mendung.

"Sudahlah Sri, sebaiknya makan dulu baksonya, keburu dingin. Lagian, dia mungkin sama adiknya!"

"Sayangnya pak lurah cuma punya anak satu saja, Chal!"

"Oh, mungkin saudaranya dari kota. Sudah abaikan saja."

"Masa sama saudara gandengan begitu?"

Aqmar berjalan semakin mendekat, dan memasuki warung bakso.
Tatapan matanya langsung tertuju pada sebuah meja yang di duduki dua orang wanita berpakaian pns. Aqmar menghampiri keduanya dengan sedikit tergesa.

Sementara Oi, hanya diam dan pura-pura tidak melihat.
Berbanding terbalik dengan Sri, yang menatap Aqmar dengan tatapan memuja.

"Bu guru ada di sini juga?" Aqmar menatap Oi yang masih tak acuh.

Sri menoel lengan Oi dan memberi isyarat mata, kalau ada pria di hadapan mereka.

"Eh, iya!" Ucap Oi singkat.
Membuat Sri yang duduk di sebelahnya mendengus kesal.

"Aqmar, ngapain sih kamu di sana?" Wanita yang tadi datang bersama Aqmar, ikut datang menghampiri. Tatapan matanya terlihat sinis, pada saat melihaat Oi dan Sri.

"Siapa sih mereka?" Lanjut si wanita dengan ketus.

"Mereka berdua guru yang ngajar di sekolahan desa ini. Ini Sri, dia asli warga desa ini, dan ini....." Ujar Aqmar sembari menatap Sri dan Oi, dia sedikit bingung, karena tidak mengetahui nama Oi.

"Yang di sebelah saya namanya bu Challia, dia bukan warga di sini, aa Aqmar!" Sahut Sri dengan suara yang di buat-buat.
Oi yang mendengarnya langsung terbatuk-batuk.

"Ohh, iya maaf, bu Challia masih ingat saya kan?"

Oi mengangguk pelan, tentu saja dia ingat, dia kan belum pikun.

"Yang sama a Aqmar sodaranya ya?" Sri yang penasaran dengan wanita yang nempel di sebelah Aqmar, langsung menanyakannya tanpa berpikir dahulu.

"Ini Yuni, teman saya kuliah dulu,"

"Cuma teman kan a?" Lanjut Sri dengan nada sedikit mengejek pada Yuni.

"Hehee....iya begitulah!"

"Syukurlah." Celetuk Sri, Oi langsung mencubit pahanya dengan keras.

Wanita bernama Yuni melotot tajam ke arah Sri.
Namun tak di tanggapi, sepertinya Sri memang sengaja, membuatnya emosi.
Terbukti, dia dengan santai menyantap bakso dan meminum air kelapa muda.

Oi dan Sri menyudahi acara makan baksonya, dan berniat untuk segera pulang, setelah membayar makanan serta minumannya.

"Kalian mau pulang?"

"Iya a, soalnya kami udah dari tadi di sini."

"Bu Challia, pulang sama saya saja ya? Kita kan searah,"

Oi tersenyum dan menggelengkan kepala.

"Saya pulang sama Sri saja, terima kasih, permisi."

Oi menyeret Sri keluar dari warung bakso.

"Chal, kenapa di tolak, kan lumayan atuh, bisa boncengan sama orang ganteng!" Sri seperti tidak ikhlas, kalau ajakan Aqmar di tolak begitu saja.

"Sudahlah, ayo cepat pulang Sri."

Aqmar menatap kepergian keduanya dengan perasaan anehnya.




Iyeu teh/ini tuh
Kunaon ngalamun wae/kenapa melamun terus
Kamari kamana wae atuh/kemarin kemana saja
Ke hela atuh/tunggu dulu
Teh & Atuh/biasanya di gunakan sebagai kata sambung saja.
Geuningan, si aa kasep/ternyata, si aa ganteng

Moans In Pain(Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang