2

1.1K 121 18
                                    

Setiap hari jum'at Oi selalu pulang lebih cepat.
Beruntung siang ini sangat cerah, pulang dari sekolah Oi langsung berganti pakaian.
Dia memakai baju santai, di ambilnya topi dan sandal jepit swalo*.

Setelah rapi Oi keluar dari rumah, dia  hendak menyusul paman dan bibinya di kebun sayur.

Oi harus berjalan kaki melewati perkampungan yang tidak begitu padat, dari rumah kerumah jaraknya berjauhan.
Begitupun rumah yang di tinggalinya bersama paman dan bibinya tidak memiliki tetangga.

Tiba di kebun, terlihat bibinya yang sedang membantu sang paman memanen sayuran dan cabai
Oi langsung mengambil keranjang dan ikut memetik cabe yang sudah tua dan matang.

"Kamu teh gak capek Oi, uih sakola, lakah ka kebon?" Tanya bibinya yang melihat Oi ikut memetik cabai.

"Nggak kok Bi." Sahut Oi dengan semangat.

"Tuang hela atuh Oi, nanti masuk angin," Sambung pamannya yang berada tak jauh dari sana.

"Iya, nanti saja, makannya barengan!"  Oi menjawab dengan suara setengah berteriak.

"Ya sudah. Paman mau pulang dulu, mau jum'atan, kamu disini saja ya, sama bibi." Ujar pamannya sembari membereskan keranjang berisi cabai yang tadi di petiknya.

Oi dan bibinya mengangguk, dan melanjutkan pekerjaan mereka memetik cabai.

"Bi, emang cabe lagi mahal ya?" Tanya Oi, pada sang bibi.

"Semahal-mahalnya di jual ke tengkulak, paling berapa, bisa balik modal sama ada buat kita makan, udah syukur alhamdulillah."

Oi hanya manggut-manggut, karena memang dia tidak mengerti soal harga penjualan sayur mayur.

Bibi mengajak Oi istirahat, karena cuaca sangat panas.

"Kamu gak capek Oi? Bukannya istirahat dirumah," Ucap bibi sambil membuka bekal makanan dan minuman dari dalam tas anyaman.

"Bosen di rumah terus Bi, kan gak papah bantuin Paman sama Bibi di kebun!"

"Kamu kan tidak terbiasa kerja begini Oi, nanti kecapekan!"

"Enggak Bi, enggak papa!"

Keduanya anteng berbincang, dan menikmati makanan sederhana yang di bawa dari rumah.

"Aduh, maaf Bi Ika, ganggu yaa?" Seorang pemuda datang menghampiri Oi dan bibinya.

"Ehh Den Aqmar, aya naon Den?" Bibi Oi langsung berdiri dan menghampiri pemuda yang di panggil Aqmar barusan.

"Saya di suruh Ayah, ngambil sayuran di tempat Bibi," Jawab Aqmar, sudut matanya memperhatikan Oi yang tidak bergeser ataupun bersuara sedari tadi.

"Oh Pak Aqmar yang nyuruh Aden? Tapi belum di timbang Den, si Mamang masih belum datang, Bibi gak kuat kalau nimbangin sendiri,"

"Nanti saya suruh Mang Usep nimbangin, Bibi tidak usah ikutan nimbang!" Sela Aqmar dan buru-buru pergi meninggalkan bibi dan Oi.

Tak berapa lama Aqmar kembali di ikuti dua orang pria.

"Mang Usep sama Mang Dadang, tolong timbangin sayuran punya Mang Dirga ya!" Perintahnya pada dua orang pria yang berjalan di belakangnya.

"Baik Den!"

"Bu Guru." Salah seorang pria tadi menyapa Oi dengan panggilan bu guru.
Oi mengangguk dan tersenyum samar.
Sejujurnya Oi sedikit risih, karena Aqmar bolak balik melirik ke arah dirinya.

Bibi Oi hanya mesam mesem melihat Aqmar yang terus menatap keponakannya.

"Den Aqmar mau minum dulu?" Bibi Oi menawarkan minuman yang ada dalam ketel pada Aqmar.

Moans In Pain(Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang