( 22 ) Hening

12.5K 806 106
                                    

●Selamat sore yang cerah secerah-cerahnya, dari subuh di cianjur hujan sampe jam 10han? Upami di tempat teteh-teteh sami?

Hehe.. di tempat kalian sama nggak?

Sepertinya diriku update terlalu cepat ya..

***


Suasana kamar tidur Rafkan dan Alifa hening, lampu utama sudah di padamkan. Tinggal satu lampu tidur di atas nakas yang terletak di samping Rafkan. Sementara lampu tidur sebelah Alifa tidak di nyalakan sama sekali sedari tadi.

Jam telah menunjukkan pukul 23:10 WIB. Namun keduanya sama sekali belum bisa memejamkan mata. Banyak hal yang membebani pikiran mereka berdua.

Rafkan yang merasa bersalah atas apa yang telah di ucapkannya pada sang istri, ia tak menyangka bahwa Alifa akan semarah itu, saat dirinya mengatakan hal yang menurutnya wajar, jika jadi pembicaraan di antara pasangan yang sudah menikah.

Begitu pun dengan apa yang Alifa rasakan saat ini. Ada bagian yang begitu perih di lubuk hatinya, ketika mendengar penuturan Rafkan.

Alifa merasa ada pergerakkan di ranjangnya, suara langkah kaki dan bunyi pintu yang di buka, lalu di tutup lagi dari luar. Rafkan keluar dari kamar mereka.

Air matanya menetes.

Untuk pertama kalinya, air mata Alifa keluar, sejak pembicaraan mereka di ruang keluarga tadi.

Jika di tanya, apa Alifa sakit hati? Ia akan menjawab, sangat.

Lalu kenapa dirinya tidak menangis di hadapan Rafkan? Hanya satu jawabannya. Alifa ingin kuat demi janin yang baru tumbuh dalam rahimnya.

Alifa mensugesti dirinya sendiri, hanya kali ini saja dia boleh mengeluarkan air mata, untuk mengeluarkan rasa sesak yang di rasakannya sejak tadi.

Dan ini, hanya akan terjadi sebentar.
Alifa tidak mau malaikat kecilnya sedih.

Senyuman Alifa memudar setelah perkataan itu meluncur dari mulut Rafkan.

Padahal tadinya, Alifa berniat memberitahukan kehamilannya pada Rafkan. Ia pikir, saat bersantai seperti ini, merupakan momen yang pas untuk Alifa beritahukan tentang kehamilannya.

Niat awal seperti itu, namun ucapan yang sudah ada di kerongkongannya saking tidak sabarnya untuk di ucapkan, harus Alifa telan lagi dalam-dalam karena permintaan Rafkan.

Permintaan yang sama sekali tidak pernah Alifa duga, akan keluar dari mulut suaminya.

Dan hal yang Rafkan minta tak pernah sekali pun ada dalam rencana hidup Alifa ketika dirinya telah bersuami.

Alifa tersenyum kecut.
"Kenapa Mas? Mas gak mau punya anak dari aku? Karena apa?" Berondonh Alifa. dengan intonasi yang sangat tenang.

"Maksud-"

"Lalu apa tujuan Mas menikahi aku?" Timpal Alifa lagi.

Rafkan meraih kedua tangan Alifa,
"Lifa dengar-"

"Untuk apa Mas menikahi aku? Hanya butuh status sosial? Hanya untuk merawat dan mengurus Mas? Atau hanya untuk merawat Yasna? Apa maksudnya Mas?"

Alifa melepaskan tautan tangan Rafkan.
"Apa setidak pantas itu aku punya anak dari kamu Mas? Semenjijikan itu aku di hadapan kamu?" Alifa menarik nafas, nada suaranya tidak berubah, tenang, tidak ada bentakkan sama sekali. Namun, siapapun yang mendengarnya tahu bahwa terdapat keputusasaan dari setiap ucapan yang Alifa lontarkan.

Menikah Dengan Duda (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang