04

30 17 1
                                    

"Entah kapan aku mulai menyukai dan mencintai mu, yang jelas ini sudah terjadi dengan sendirinya."
.
.
.

ㅡ Secret ㅡ
j u n g j a e h y u n

ㅡ Secret ㅡj u n g j a e h y u n

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

°°°

Kanaya POV

Rasa sakit akan pukulan ini terasa biasa saja bagiku, aku sudah terbiasa dengan pukulan ini. Aku hanya merasa sakit dengan semua perkataan mereka, pada akhirnya aku harus melakukan sesuatu yang sama sekali tak ingin kulakukan sejak dulu. Aku takut, tapi aku tak bisa terus menerus seperti ini. Aku tahu pada akhirnya aku akan terus merasakan hal yang sama. Rasa sakit yang tak kunjung sembuh, ingatan yang terus berputar dalam hidup ku.

"Satu... "

"Dua... "

"Tiga... "

"Empat... "

"Lima... "

Mereka terus menertawakan ku, tanpa henti. Bagi mereka itu sesuatu yang mudah tapi bagi ku tidak. Aku semakin mempercepat ucapan ku, berharap aku tak dapat mengingat lagi hal itu.

"Enam... "

"Tujuh... "

"Dㅡdelapan... "

"Sembilan........ "

Lagi-lagi aku salah besar, aku menyesal telah mengucapkan angka-angka itu. Aku sangat menyesal. Lagi-lagi Mama dan aku berdiri di sana, di sebuah jembatan penghubung di atas sungai.

Mama bilang pada ku, bahwa hari ini mungkin aku akan merasa sangat bersedih jadi Mama memutuskan untuk mengajak ku jalan-jalan ke sana hari ini.

Usia ku masih enam tahun saat itu, aku senang Mama mengajak ku pergi hari itu karena sudah sangat lama sekali Mama tak mengajak ku pergi ke luar.

"Kamu tahu Naya, jadilah diri kamu sendiri, jangan pernah bangga atau pun kamu ingin menjadi seperti Mama" ungkap Mama, dengan menunjukan senyum manis nya.

Aku sangat menyukai senyum itu, dari dulu aku sangat menyukai Mama. Mama yang pandai memasak, Mama yang sangat memperhatikan ku, dan Mama selalu ada untuk ku.

"Mama tahu kamu anak kuat, kamu bisa jaga Ayah untuk Mama bukan? Kamu anak yang cantik, sangat cantik. Mama tahu akan ada banyak orang yang menyayangi kamu. Tapi Mama harap kamu bisa melupakan hari ini dan sebelumnya, mulai lah hidup baru, meski Mama tidak selalu ada di samping mu." air mata Mama mulai jatuh saat itu. Aku hanya diam tak mengerti, apa yang di maksud Mama. Aku memang bodoh saat itu.

Sangat bodoh.

"Mama, kenapa?" hanya kalimat itu yang mampu aku ucapkan, bukan sebuah kata 'selamat tinggal' atau sebuah ucapan Terima Kasih.

"Mama baik-baik aja, mama akan selalu baik-baik aja. Kamu tutup mata mu, hitung sampai sepuluh, dan jangan pernah lihat ke bawah. Ya sayang?" Aku tentunya menuruti kata Mama, aku selalu menuruti semua perintah Mama.

Bodoh nya, aku terus menghitung. Saat hitungan ke tiga. Sebuah kecupan mendarat di kening ku. Kecupan terakhir Mama untuk ku.

Hingga saat dimana aku mengatakan angka terakhir sesuai dengan yang Mama minta. Suara air cukup jelas terdengar di telinga ku. Saat ku buka mataku dengan perlahan, berharap Mama ada disana tersenyum manis di depan ku. Namun tak ada siapa pun di sana, Mama tidak ada di sana hanya ada sekuntum bunga Mawar putih. Mama pergi untuk selama nya. Tanpa sebuah pamit yang lebih jelas.

"Se... Se... "

Semuanya terasa gelap, menyakitkan. Tubuh Mama sudah kaku karena sudah empat jam berada dalam air. Aku melihat wajah cantik itu membiru, tangan nya sangat dingin. Aku tak bisa melihat senyum nya terukir lagi, aku tak bisa mendengar suara nya lagi, aku tak bisa merasakan masakannya lagi, aku tak bisa merasakan sentuhan tangan darinya. Bahkan dia tak sempat memeluk ku untuk yang ke terakhir kalinya.

Aku rindu Mama. Sangat merindukannya.

"Anak bodoh, dulu sangat nekat sekali ingin kuliah, menghitung saja tidak bisa!"

Suara wanita bedebah itu terdengar jelas di telinga ku, andai saja wanita itu tak hadir dalam kehidupan keluarga kami. Mungkin Mama tak akan seperti itu.

Lagi-lagi aku menangis tanpa henti, bagaikan tersudut di ruangan gelap dan sempit. Sesak yang kurasa, namun tak ada yang menolong ku.

"Kita buang-buang energi dan waktu saja. Sekarang kita pulang saja, biarkan anak bodoh ini seperti itu. Tetapi ingat Kanaya, Kau masih punya hutang padaku."

Suara mereka tak terdengar lagi setelahnya pergi meninggalkan ku setelah itu. Setelah apa yang mereka perbuat, setelah rasa sakit yang mereka ungkit kembali.

Lagi-lagi aku sendiri, tanpa teman. Aku terjebak di lorong gelap ini,sesak semakin terasa. Aku bahkan tak mampu untuk berdiri, air mataku tidak berhenti mengalir di pipi ku.

Aku melihat Mama, Mama terjatuh di sana. Mama merasakan sesak yang luar biasa, di air sangat gelap tapi senyum Mama terukir di wajahnya.

Sebuah pelukan terasa hangat di tubuhku, aku tak bisa melihat siapa yang memeluk ku. Aku takut ini hanya bayangan ku akan Mama, takut melihat senyum Mama meskipun aku ingin melihat nya.

Tapi aku takut, aku takut akan rasa sakit itu.

Suara yang sangat aku kenal, terdengar kentara di telinga ku. Dia memeluk ku lebih erat, menggenggam tanganku dengan jari jemari hangat nya.

Tapi aku tetap tidak bisa keluar dari tempat ini, tempat yang gelap, sepi dan sesak. Meski pelukan ini sangat berarti bagi ku, tapi aku tak bisa keluar dari sini. Rasanya seperti aku akan mati disini, tak akan bertemu dengan siapa-siapa lagi.

"Aya, maaf. Tenang ya, aku ada disini." Suara Juan Nathanael sangat terdengar jelas di ruangan sepi ini, bergema cukup keras.

Tiba-tiba sebuah kecupan mendarat di kening ku, sama seperti kecupan mama saat itu. Aku terkejut, bukan terkejut lagi, ini di luar dugaan ku.

Aku merasa kan sesuatu yang berbeda, rasanya jauh lebih tenang dari sebelumnya. Apa hal itu benar, sebuah sentuhan dapat menghilangkan rasa trauma. Apa Juan yang melakukan nya. Aku perlahan membuka mata. Juan ada tepat di hadapan ku, kedua netra kami bertemu.

Dia membantu ku melewati rasa trauma ku, dia membantu ku keluar dari tempat itu. Meski dengan cara yang sedikit berlebihan, tetapi dia melakukannya untuk membantu ku.

Mungkin bukan alasan lain.

Tapi kenapa aku jadi lebih berharap lebih kepadanya, berharap dia akan slalu ada di hidupku untuk selamanya. Bukan untuk mengatasi trauma ku, tapi untuk mencintai ku dan menjaga ku.

Astaga pikiran apa ini.

Apa ini sedikit ambigu, kenapa aku berpikiran seperti ini.

Hari ini,entah mengapa semua terasa berat bagiku. Sudah bagaikan roda yang terus berputar, terus teringat dan terus datang menghampiri ku.

Juan Nathanael

Dia telah membuat ku jatuh lebih dalam untuk mencintainya, semua nya jauh lebih dalam selama aku terus bersama dengan mu.

-o0o-

with love
-mugglefindor-

T H E S E C R E T [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang