12

16 8 0
                                    

"Saat aku mulai menemukan kebahagian, aku harus pergi untuk selamanya. Bahkan membiarkan mereka untuk kehilangan."
.
.
.

ㅡ Secret ㅡ
j u n g j a e h y u n

ㅡ Secret ㅡj u n g j a e h y u n

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-oOo-

Hari demi hari mulai berganti, dimana waktu mulai menipis. Kanaya mengambil tas nya, dimana selama tiga hari ke depan dia ingin menghabiskan waktu dengan orang-orang yang dekat dengan nya.

"Pagi!" sapa Kanaya, saat dia memasuki toko bunga milik Kinasih.

"Pagi Nay!" jawab Kinasih, sementara Mahesa hanya melirik ke arahnya dan tersenyum.

Mahesa tahu bahwa hari ini Kanaya akan datang kesini, tadi malam ia bilang akan bantu menjaga toko bunga dengan alasan yang membuat Mahesa merasa heran.

"Jadi datang ternyata, gue kira lo cuman bercanda" ucap Mahesa saat menghampiri Kanaya.

"Gue kan udah janji." Kanaya tersenyum lebar, dan menampilkan deretan giginya.

Mahesa memang senang Kanaya ada disini, meski dia pernah dan masih menyukai gadis itu tapi Mahesa sudah merelakan nya bersama Juan. Karena dia juga sangat mengenal Juan, dia tahu jika sahabat nya itu akan menjaga Kanaya jauh lebih baik darinya.

Seharian ini Kanaya habiskan untuk berada di toko bunga, dan setelah menjelang malam Mahesa mengantarkannya pulang bahkan hingga depan unit apartemen milik Kanaya.

-oOo-

Besoknya Kanaya pergi bersama Dika dan Jayan. Mereka memang belum punya tujuan karena Kanaya mengajak mereka tadi malam.

"Lo berantem sama kak Sena yah?" tanya Jayan.

"Heem" jawab Kanaya,dan kembali memakan es krim yang ada di genggaman nya.

"Kenapa lagi?" tanya Dika, membuat Kanaya mengerutkan dahinya dan terlihat kesal dengan pertanyaan kedua temannya itu.

"Udah kek, gue pengen seneng-seneng makannya ngajak kalian. Gue lagi pengen lupain semua masalah, kalian malah ngebahas kayak gituan" gerutu Kanaya.

"Ya udah iyah maaf, kita tahu lo lagi badmood tapi gak usah marah sama kita juga kali" Dika sedikit mendorong badan Kanaya ke arah Jayan. Hal itu membuatnya mendapatkan pukulan kecil dari empunya.

-oOo-

Hari ini dia berada di apartemen nya dengan Juan yang sengaja datang untuk bertemu Kanaya. Tak ada hal yang membuatnya bosan jika Kanaya tengah bersama dengan Juan.

Tawa mereka bahkan terdengar sepanjang hari, Kanaya selalu tersenyum jika tengah menatap Juan. Seperti tak ada hal lain yang dapat mengganggu tatapan Kanaya dari lelaki di hadapannya itu.

Akhir-akhir ini karena memang jadwal Juan yang tak begitu padat, dia sering menyempatkan waktu untuk bertemu Kanaya. Apalagi unit apartemen mereka yang berdekatan membuat Juan bisa leluasa datang ke sana.

"Kamu kok liatin aku terus sih?" ucapan Juan berhasil membuat Kanaya tersenyum simpul.

"Gak boleh yah?" masih dengan senyum manisnya, Kanaya tertawa kecil saat melihat wajah Juan memerah.

"Malu tahu" ucapannya membuat Kanaya semakin tertawa.

"Muka kamu merah loh" Kanaya mencubit pipi Juan, membuat Juan balik mencubit pipi Kanaya.

"Bandel banget sih" Juan tertawa kecil karena menyadari Kanaya tertawa bahagia, akhir-akhir ini Kanaya memang selalu murung dan Juan senang karena bisa membuatnya tertawa.

-oOo-

Juan pulang saat menjelang malam, dan beberapa saat kemudian sebuah telepon masuk ke handphone Kanaya.

"Halo, Kak" ucap Kanaya, saat baru saja menerima panggilan dari Devan.

"Arga bertahan ya....Cepat suster!!ㅡ"

"Kak, Arga kenapa? "

"Naya, ke rumah sakit sekarang. Keadaan nya darurat, nanti aku jelasin disini. Kamu kesini sekarang ya, hati-hati!"

Telepon dimatikan secara sepihak oleh Devan. Kanaya pun mulai panik saat mendengar ucapan Devan, ia pergi hanya membawa tas nya dan bahkan tak sempat mengganti pakaiannya.

Kanaya menggunakan taksi untuk datang lebih cepat ke rumah sakit yang jaraknya tak begitu jauh dari apartemen. Arga memang tinggal di apartemen Devan sudah seminggu ini. Mengingat keadaan nya yang kadang bisa drop kapan saja.

Kanaya tengah berjalan mondar-mandir dengan hati yang gelisah. Bahkan dia terus merutuki dirinya sendiri, dan menyalahkan keadaan Arga saat ini karena dirinya.

"Ah bodoh sekali" Kanaya memukul-mukul kepalanya sendiri. Hingga tangan Devan menghentikan pergerakan Kanaya, dilihatnya gadis itu yang tengah menangis tersedu-sedu.

"Kak! Arga gimana sekarang?" tanya Kanaya, lirih.

"Dia baik-baik aja sekarang, gue udah nanganin dia. Tapi kita harus bertindak secepatnya, Nay" ucapan itu membuat Kanaya menatap kearah Devan.

"Besok, lakuin aja besok" Devan terkejut saat mendengar jawaban Kanaya, berharap bahwa itu bukan jawaban yang ia dengar dari mulut adiknya itu.

"Kamu yakin?" tanya Devan, dan dia berharap bahwa Jawaban yang keluar dari mulut Kanaya adalah sebuah penolakan.

Namun itu hanya harapan Devan semata, karena nyatanya gadis itu berkata sebaliknya. "Aku yakin kak" sekali lagi Devan ingin membenci Kanaya. Benci akan semua jawaban yang gadis itu lontarkan padanya.

Arga mempunyai penyakit yang ia derita sejak kecil, entah keluarga nya yang dulu menyadarinya atau tidak namun keluarga Devan mengetahui nya sejak mereka tinggal bersama. Penyakit Restrictive cardiomyopathy, penyakit kelainan di otot Jantung.

Telah banyak prosedur yang dilakukan oleh Devan untuk menyembuhkan Arga, namun prosedur lain tidak ada yang efektif untuk Arga. Hingga Transplantasi jantung menjadi pilihan terakhir bagi Arga.

Saat ini keadaan Arga mulai parah, meski sebenarnya dia sudah menemukan pendonor sejak lama dan yang tak lain adalah jantung milik Kanaya.

-oOo-

with love
-mugglefindor-

T H E S E C R E T [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang