Merebahkan diri dalam lamunan sebetulnya bukan hal yang baik, apalagi ketika kita memang sedang berperasaan kalut. Aku cuma diam menatap teman-temanku yang kebetulan hari ini kelas kami dibubarkan karena memang tidak ada kegiatan belajar semenjak kami Ujian sampai graduation nanti. Beberapa diantara mereka mengingatkan aku untuk tidak melamun, terutama Kamadira yang baru saja mengepulkan asap rokok ke dalam plastik lalu membungkusnya.
Kamadira Darea Hutabarat
"Gabut banget asli, Dir"
Aku mencoba protes atas apa yang dia lakukan baru saja di depanku. "Nyebat gak?" tawaran Kamadira berhasil membuat ranselku mendarat tepat di punggungnya.
"Sia mah goblok, piraku Naya ditawaran rokok?"
(Kamu itu goblok, masa Naya ditawarin rokok)
Protes salah satu temanku. Merokok sama sekali bukan kegiatan Kamadira, setelah kutanya kenapa dia merokok hari itu dia hanya bilang "Aku nyobain aja, kalau gak enak gratis buat si Ucup rokoknya. Tapi nanggung ini sebatang habisin dulu aja, sisanya buat si Ucup" tumben banget ngomong pake aku-aku, biasanya elu elu pake dialek batak.Manusia mana yang mengisi kegiatan gabutnya dengan mencoba menyesap asap bernikotin itu? Kamadira aja. Tetapi, karena hari ini kebetulan suasana rebahan kami terkesan sedikit suram, jadi beberapa diantara temanku melampiaskannya dengan merokok.
"Nay, pernah gak sih lo bosen banget hidup? Pengen mati tapi takut masuk neraka. Soalnya akhlak masih kayak anakan setan, tapi hidup juga kayak gak ada gunanya"
Salah satu temanku tiba-tiba menanyakan hal itu, Kamadira dengan tampang terkejutnya menumpahkan botol cola ke rok seragamku.
"Apaan sih, Dir?"
"Wah sorry ya rok lu kotor, kayaknya lu harus pulang deh. Gue anter sini, kan gak mungkin juga gue pinjemin celana. Gak cukup di lu lah"
"Aku bawa training, kan hari ini ada pelajaran olahraga"
"Mau genti baju diintip si Ucup lo?"
"GA! ayo pulang"
Dengan wajah ketusku aku menarik kerah Kamadira yang masih tercium bau rokok menjauh dari kerumunan. Lagi-lagi Kamadira membuatku kesal hanya dengan aku melihat motor Vixion-nya yang kempes.
"Tambal dulu baru anter, aku nunggu disini. Malu tau rok basah disuruh nungguin kamu tambal ban"
"Gue teleponin Dito, mau?"
Karena terlanjur kesal, aku hanya mengiyakan tawaran Dira. 10 Menit menunggu Dito datang dengan motornya, setelah pamit dengan wajah masamku Dito membawaku pulang, masih hening sampai 3 menit berlalu di jalanan Buah Batu.
"Nay?" Dito mengajakku bicara, suaranya samar terdengar karena kebetulan helm yang kupakai pas di kepala. Berulang kali dia bicara aku hanya menjawab Iya Iya Iya dan Iya. Sesekali dia cengengesan namun rasanya aku masih kesal. Sesampainya di depan rumah, Dito bergegas membukakan helm yang kupakai. Atmosfernya aneh karena ekspresi wajahnya terlihat seperti manusia jatuh cinta.
"Nanti malem aku telepon ya?" Makin aneh lagi.
"Mau ngapain telepon?"
"Bukannya orang pacaran harus teleponan?"
"HAHHHH??"
"Hah hoh hah hoh kayak orang budeg aja kamu? belum korek kuping?"
"Siapa yang pacaran si?"
"Tadi di motor jawab Iya? kan kamu? heh Kanaya Anindashaqi!"
Seketika ekspresi muka-ku membeku, menyelipkan rambut dibelakang telinga sambil menatap netra milik Dito yang hampir gemerlap seperti lampu disko saking senangnya.
"Kapan nembak sih??!" nada suaraku meninggi.
"Kan tadi aku nanya, Nay.. kita udah deket dari SMP apa gak mau kita pacaran aja? terus kan kamu jawab Iya, sampai berapa kali tadi? aku tanya yakin gak? jawabnya Iya"
Kepalaku berubah pening, pertemuanku dengan Dito hari ini diakhiri dengan muka ketusku yang awet sampai menjelang tidur. Bingung!!! DITO GUE BINGUUUUNG!!!!