Ditok!
3 New Incoming message.Jidat, udah daftar buat kuliah?
Udah dapet pilihannya?
Semoga kamu mikirin apa yang aku saranin ya.
❤ nay.Tanpa membuka notifikasi, aku sesegera mungkin menelpon Dito, kalau seorang Kanaya sudah menelepon seseorang dipastikan hal yang akan dibicarakan bersifat urgent. Buatku saat itu, Dito adalah seseorang yang menenangkan meskipun nampak luar dia sangat liar. Selama beberapa waktu semenjak kami pacaran, dia adalah manusia kedua setelah Ezran yang sangat-sangat mengerti apa yang aku pikirkan. Terkadang aku merasa kalau aku ketergantungan terhadap Dito. Tapi, Dito tetap manusia. Dia juga punya sedikit sisi egois.
Ah, salah.
Aku rasa Dito belakangan ini semakin egois dan tidak waras. Mulai dari memaksa aku untuk menuruti keinginannya, dan juga menyuruhku untuk konsultasi kejiwaan.
"Nay, aku minta kamu periksa. Kamu gak bisa gitu terus, kamu sayang kan sama aku? kamu sayang ibu kan? turutin apa kata ibu ya?" seisi dadaku tiba-tiba mendidih, parau, sesak, dan kacau. Tapi yang dihasilkan hanya lirih.
"Dit, aku gak bisa.."
sejujurnya ini adalah sisa-sisa tenaga sedari 3 minggu lalu, ketika Ibu memintaku untuk masuk jurusan medis, awalnya aku sangat senang berjanji untuk menuruti semua apa kata beliau. Tapi, beberapa waktu yang lalu setelah aku bilang kalau aku lebih tertarik masuk sastra, ibu dan Dito mulai terus menerus memaksaku masuk ke jurusan medis, tepatnya Kebidanan.
Kisah dan perjalanan pacaranku bersama Dito sama seperti orang pacaran pada umumnya. Diawal berjalan baik-baik saja, ya seperti banyak orang kasmaran lainnya. Satu minggu Denial karena aku merasa tidak layak untuk berpacaran dengan Dito, entah karena aku memang malas pacaran atau memang aku yang tahu masa lalu Dito yang bisa dibilang merupakan masa lalu tersulit dalam hidupnya sehingga aku yang sangat ignorant ini merasa kurang tepat untuk berpacaran dengan Dito.
"Aku suka kamu karena aku ngerasa kamu bisa cocok sama aku, Nay" Begitu katanya.
Tapi kata-kata itu pada akhirnya sama saja tetap klise dan alot, ketika sifat asli kami tidak bisa tertutupi lagi oleh rasa egois. Sehingga menyisakan hubungan yang biasa kami sebut "Toxic Relationship".
Ya, kami berdua sangat sadar berada dalam Toxic Relationship dari bagaimana Dito sudah sering mengatur apa yang harus kupakai hingga siapa yang harus dan boleh kutemui, bahkan kakakku sekalipun.
"Celana pensilnya genti nay, pakai rok"
'Dit, kita ke acara biasa aja. Acara yang banyak gerak, kok pake rok?'
"Rok, Kanaya"
'Lo aja sendiri pake rok!'atau
"Nay, kok tadi gak angkat telepon?"
'Lagi kumpul keluarga Dit, ngurusin tempat Dinas Ayah'
"Bukan lagi sama Ezran?"
'Ya abang juga ada, emang kenapa sih?'
"Terusin"Jengah? Iya. Rasanya jantungku hampir meledak, dia mengurusi setiap hal kecil yang kulakukan sampai aku rasanya bahkan tidak bisa bernafas. Termasuk mengurusi dimana aku harus kuliah. Kami bertengkar hebat waktu itu, sampai akhirnya kami memutuskan untuk break. Perkaranya datang ketika Dito membujuk ibuku untuk memintaku masuk jurusan Kebidanan yang bahkan aku sendiri sangat-sangat tidak mau, hanya demi suatu saat kelak aku dan Dito sudah lulus kami berada pada lingkup yang sama. Ayahnya Dito sebagai Kepala Direktur Rumah Sakit, Dito sebagai Lulusan Electromedical dan aku sebagai Bidan.
"Kamu harus jadi Bidan" ucap Dito lantang. Bukan nada yang syarat akan kasih sayang, tapi tegas dengan paksaan.
'Aku mau masuk sastra' Jawabku. Matanya mendelik dengan nafasnya yang mendengus. Dia kesal sejadi-jadinya.
"Nay, jadi Bidan itu menjanjikan"
'Kata siapa? Kata siapa jadi Bidan menjanjikan? sementara semuanya Tuhan yang atur? Tuhan udah ngatur semuanya termasuk kamu dan aku sekarang lebih baik gak usah saling berhubungan lagi, dan kamu gak perlu atur aku atau apapun itu, kamu pun sejak itu bilang pacaran dengan kamu menjanjikan. Gak, yang aku butuhkan bukan janji secara materi. Tapi rasa sayang kamu pun gak sebegitu menjanjikan buat aku'Sudah hilang rasa sabar yang aku tahan selama berpacaran dengan Dito, oh bukan. Lebih tepatnya menjadi boneka darinya. Tapi apa yang terjadi? lagi-lagi seorang Kanaya harus menekan egonya demi Ayah. Ayah yang berteman baik dengan Ayahnya Dito.
Hingga akhirnya aku harus berpura-pura masih memiliki perasaan sementara Dito sendiri masih ada pada rasa sayangnya dengan sikap yang sama setelah minta maaf dan minta restu untuk kembali menjadi sepasang kekasih.
Belum genap 19 Tahun, tapi hati sudah serumit ini.