Part 4. Extensive Risk

403 65 19
                                    

🌋

Hari ke hari, Subdit Tanggap Bencana disibukkan dengan beberapa agenda Kementerian. Salah satunya persiapan rapat koordinasi tingkat nasional yang akan dihadiri pula oleh semua perangkat daerah.

Retha sudah bisa menduga sebelumnya. Rencana karaoke itu hanya wacana belaka. Padahal ia sedang butuh hiburan, tapi Juna, Vicko dan Bagus bergantian mendapat tugas negara. Seperti hari ini, tentu saja kondisi absennya ketiga representatif Subdit membuat staf keset sisanya yaitu Hogi, Renitha dan Jovan berjibaku saling membantu tugas di kantor pusat.

Lalu hari ini pun lebih parah sebab Juna malah ikut dipanggil oleh bapak menteri terhormat demi mendampingi sang ibu direktur mereka.

Dari pada stress, lebih baik Hogi memutar musik keras-keras dari pengeras suara komputernya. "Venue Rakornas-nya jadi dimana?" tanya Hogi tanpa memutar kursinya ke arah Retha.

Gadis itu mengernyit sedikit mengingat hasil diskusi tadi pagi. "Kalo nggak di Triple Tree ya di GG, Bang."

"Gue berharap kayak tahun lalu, di hotel GG aja. Menu makanannya enak di sana daripada Triple Tree," celetuk Jovan menimbrung.

"Ya beda lah, bintang 5 sama bintang 4." Hogi pun berharap hal yang sama, lalu ia teringat sesuatu tentang kekasihnya. "Nanti malem jadi ketemu Windy?"

Retha pun menoleh terlihat sangat antusias. "Jadi dong, Bang. Eh jangan bilang lo nggak jadi anterin gue ke sana?"

"Jadi-jadi. Tenang, gue cuma masti'in aja, Tha," ucap Hogi terkekeh menepuk pundak gadis berkacamata tebal itu.

"Oh iya, ini bang Vicko kemana deh?" tanya Retha heran.

"Kementerian Keuangan. Kayaknya semalem pak Juna langsung private message buat disposisi ke dia deh." Jovan berdiri lalu merentangkan kedua lengannya. Sedikit mengendurkan otot-otot tubuh akibat duduk sekian jam demi menyelesaikan matriks tugasnya. "Cie, napa lo tanya-tanya? Kangen?"

"Nggak, ya ampun. Oh masalah APBN-P? Gila banget, bang Vicko baru masuk langsung kena anggaran." Retha bergidik ngeri saat membayangkan betapa rumitnya itu. "Terus berarti bang Gus yang ke Semarang?"

"Iya, soalnya besok pas Rakornas semua daerah nggak boleh absen. Jadi kita terpaksa jemput bola sebelum pelaksanaan," jelas Jovan yang memang sudah bekerja di Subdit setahun lebih dulu ketimbang Retha. "Hasil analisisnya udah gue email, Tha. Cuci muka bentar, sepet nih mata."

Retha mengangguk lalu berniat untuk menyatukan data-data mereka. Sesaat kemudian gadis itu mendengus kecil. Pasti Jovan mengerjakan tugasnya di aplikasi versi yang berbeda dengan dirinya. Begitu lelaki itu kembali masuk ke ruangan dan sudah akan menyeduh kopi, Retha pun memanggilnya.

"Jovan, ini kenapa ekstensi file lo masih SPO? Gue sama Bang Hogi udah pake SPSS 25 lho," keluhnya sebal.

"Hah? Terus nggak bisa diubah gitu aja? Rename maksud gue," saran Jovan kemudian.

Retha menggeleng kecil, mengembus napas panjang. Kalau semudah itu sih Renitha tak perlu menggerutu. "Masalahnya fitur merging yang diminta sesuai versi baru."

"Yaaah, terus gimana dong? Itu gue ngerjain dari pagi loh, Tha," lirih Jovan telanjur lemas. "Coba lo benerin dari komputer gue dah, Tha. Masak gue kudu kerjain dua kali sih, Tha?"

"Lagian nggak bilang dari tadi kalo aplikasi lo lawas. Ihhh, Jovan," gerutu Retha ikut frustasi.

"Terus gimana dong? Benerin punya gue, please Tha?"

"Jovan iih... Kerjaan gue masih banyak buat rundown acara fasilitasi. Habis ini gue masih harus tek-tok Pak Juna ke Bu Direktur," omelnya.

Jovan mencolek-colek bahu gadis itu sembari memasang tampang memohon. "Please, Tha? SPSS doang ini cepet lah. Lo kan anak IT."

The Disaster PrankTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang