"Kau pikir kasus seperti ini main-main?!" Suara Rara menggema dalam ruang interogasi. Saking geramnya, ia sampai melempar kunci kamarnya ke arah Haneul, si gadis objek pembulyan dari kelas 10.
Sejak tadi Haneul tak bergeming, ia hanya menjelaskan sesuatu yang telah nampak saja. Selebihnya ia tutup rapat. Bodohnya, Haneul tidak menyadari bahwa perilakunya saat ini malah membuatnya semakin di curigai.
Bagaimana tidak?
Sejak masuk ke dalam ruang The Guardine's, gadis itu sudah menampakkan raut cemasnya, titik keringat membasahi dahinya, serta tangan dingin dan gemetaran-yang sudah di genggam langsung oleh Nayeon untuk mendeteksi ketakutannya. Sudah hampir setengah jam semua orang yang berada di ruang interogasi mencoba menyudutkan Haneul agar ia mau menjelaskan masalahnya.
Menyadari kelelahan para member, Niana akhirnya berdiri, "Haneul-ah,"
Ia lalu melangkah menghampirinya dan menyodorkan selembar kertas dan sebuah bolpoin. "Jika kau memang tidak kuat bicara, tulis saja di kertas ini. Kami janji akan menjaga rahasiamu. Kau tidak perlu khawatir."
Melihat sikap lembut Niana, hati Haneul menjadi sedikit terenyuh. Dengan sedikit ragu, Haneul akhirnya mengambil kertas dan bolpoin dari tangan Niana. Sikap Haneul tentu membuat semua anggota terkejut. Rasanya percuma saja berteriak-teriak menghabiskan waktu untuk menyudutkan Haneul, sementara ia malah menerima bujukkan Niana dengan senang hati.
Ruang interogasi hening sesaat seiring Haneul menulis.
"Maafkan aku." Ujar Haneul sesudahnya sambil menyodorkan hasil tulisannya pada Aeri. Aeri membuang napasnya kasar setelah menerima kertas itu dan langsung di serahkannya pada Raemun.
"Maafkan kami juga, karena mungkin agak kasar. Kami hanya menjalankan tugas." Jelas Hyeji.
"Kau boleh keluar."
Setelah gadis itu tak lagi terlihat, semua anggota langsung mengambil satu napas lega. Hari ini adalah hari pertama mereka menyidang. Di hari pertama saja sudah sulit, bagaimana hari selanjutnya?
Pertanyaan itu berputar-putar di setiap kepala para anggota.
"Pekerjaan ini sangat melelahkan." Keluh Jiae sembari menyadarkan punggungnya ke sandaran sofa.
"Aku keluar sebentar." Eunsoo melangkah pergi meninggalkan ruang interogasi.
•••
Eunsoo menepikan diri di bangku panjang setelah 1 jam berlatih judo. Sejak pantatnya mendarat di kursi panjang tersebut, Hyesun memerhatikan Eunsoo yang tampak murung. Melihat itu, Hyesun terdorong untuk duduk di menemaninya. Ia sudah bisa menebak apa yang sedang di rasakan gadis tomboy bersurai pendek itu.
Kekecewaan pasti masih menyelimuti hati Eunsoo yang tidak berhasil membawa piala dari Jepang. Hyesun merasakan betapa emosinya Eunsoo kala itu, ketika kakinya keram di tengah pertarungan yang menyebabkan ia kalah begitu saja. Gadis itu sampai membenturkan kepalanya sepulang dari stadion. Lalu malamnya ia mengisolasikan dirinya di kamar mandi selama 3 jam, membuat Hyesun dan Taera tidak bisa menahan kekhawatirannya.
"Kakimu masih sakit. Kenapa kau datang latihan? Guru sudah mengizinkanmu kembali ke asrama."
"Berarti sekarang kau sedang berpikir aku lemah, begitu?"
Ucapan Eunsoo barusan berhasil membuat Hyesun terperangah. Hyesun sama sekali tak berniat merendahkan Eunsoo, ia hanya memberi simpati pada gadis itu agar ia mau pulang dan beristirahat di asramanya. Sepertinya Eunsoo memang dalam kondisi unmood hingga membuatnya berprasangka buruk pada seluruh orang di sekitarnya. Hyesun memilih diam dan kembali terjun ke lapangan untuk berlatih.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Guardine's
FanfictionKami berdua belas datang dan menyelam ke dalam dunia kriminal. Menyulap sekolah seolah terlihat baik-baik saja. Keajaiban yang miris! Kawan, terjebak dalam dunia kriminal memang mengerikan. Tapi lebih mengerikan lagi jika kami juga harus terjebak d...