"Kak Abi, Kak Aziel jam berapa ke sini?" Tanya Azkia sambil bersandar manja di bahu kakaknya yang sedang duduk bersila sambil main game.
"Kenapa? Mau siap-siap bikin dia sebel sama lo?" Jawab Abian yang sudah hafal dengan karakter adiknya yang suka meniup pergi oranglain selain keluarganya.
"E-enggak kok." Jawabnya gugup sambil membenarkan rambut kebelakang telinganya. Ini salah satu kebiasaannya saat berbohong atau gugup.
"Bakalan gagal, Kia. Aziel tu sabar banget sama cewek. Eh galak juga sih kalo dia gak peduli."
"Oke mari kita lihat, sesabar apa dia," jawabnya dengan tertawa.
"Emang mau dibenci?"
"Duh, Kia kan gak mau nikah, sebatas itu aja," Azkia cemberut.
Tidak lama kemudian bel pintu berbunyi.
"Azkia ganti baju!" Kata Mama Azkia yang sudah yakin itu Aziel.
Hari ini Aziel datang untuk mengajak Azkia bertemu keluarganya. Pernikahan ini sudah terencana sudah cukup lama, hanya Azkia saja yang tidak mengetahuinya.
"Iya, Ma!" Azkia segera beranjak dari bahu kakaknya. Sedangkan Abian menuju pintu depan rumahnya untuk membukanya.
Azkia jarang menolak perintah mamanya. Dengan berat hati dia mengganti bajunya dengan baju yang sudah dipersiapkan mamanya, yang memang cocok dia pakai.
Saat dia keluar kamar, mamanya segera menariknya. "Kamu bawa ini ke ruang tamu, hati-hati." Kata Mamanya sambil menyerahkan nampan berisi minum untuk Aziel dan kakaknya.
Azkia justru berpikir dirinya tidak akan berhati-hati dan pura-pura menjatuhkan minuman tepat di Aziel. Namun, saat dia benar-benar hendak melakukannya, justru secara spontan Aziel berhasil menangkap nampan yang Azkia pegang.
"Ah.. kakak, biar Kia aja," kata Azkia dengan senyum palsunya, saat Aziel tidak buru-buru melepas nampannya. Namun Aziel tetap mengambil alih nampan tersebut.
Azkia hendak berbalik ke dapur lagi, namun Aziel menghentikannya. "Kia duduk saja, tidak perlu repot-repot."
Dengan senang hati dia duduk disamping kakaknya dan meluruskan kakinya di meja, tepat di depan Aziel.
Abian langsung memukul kakinya. "Dek, jangan buat kakak marah ya."
"Nggak kok, kak!" Azkia menurunkan kakinya, sambil mengelus kakinya yang sakit. Namun tak lama kemudian dia malah lanjut ngupil.
Saat itu mamanya datang membawa kue dan Azkia langsung menurunkan jarinya dari hidungnya, takut membuat mamanya marah.
"Tante, tidak perlu repot-repot begini." Kata Aziel sambil berdiri menyalami calon mertuanya itu.
"Nggak repot kok. Justru nanti kamu yang bakal saya repotin karena merawat gadis yang manja ini."
"Tidak apa-apa tante," senyumnya masih terjaga. "Tante, saya minta izin mengajak Azkia untuk melihat persiapan pernikahan kami"
"Iya tentu." Mama Azkia tersenyum lebar. "Lagipula sebentar lagi kalian nikah, panggil saya mama aja."
"Mana boleh, Mama! dia tidak menanyakan pendapat ke Kia dulu." jawab Azkia tak setuju.
Aziel tersenyum, "Ah maaf, Kia. Kia kan masih milik tante- bunda maksud saya," Klarifikasi Aziel yang lebih nyaman menggunakan panggilan bunda sesuai panggilannya ke ibunya.
Mata Azkia melebar, dalam hati dia berkata benar, dia sedikit kagum dengan pemikiran Aziel.
Walaupun sebenarnya Azkia masih tidak ingin pergi, namun dia terintimidasi tatapan dari ibunya yang seperti menuntutnya. "Oke, aku mau ambil tas dulu."
Tak lama kemudian, Azkia yang sudah mengambil tasnya dan pamit bersama Aziel.
"Bun, kami pergi dulu, nanti saya kembalikan Kia seperti ini lagi."
"Iya, hati-hati ya Aziel, karena Azkia terkadang seperti bom waktu." Kata mama Azkia sambil tertawa ringan. Azkia selalu memperhitungkan waktu tentang kapan dia harus bertindak, itulah kenapa mamanya menyebutnya bom waktu.
Aziel mengangguk mengerti dan beralih ke Abian. "Bro, duluan.. ntar cepet gue balikin!"
"Lama juga gapapa," jawab Abian santai.
"Ihh, kakak!" Jawab Azkia tak setuju.
Di dalam mobil Azkia lebih banyak diam. Aziel sering mengajaknya ngobrol, namun Azkia hanya sebatas mengangguk, atau menjawab kata, "iya" dan "tidak".
Tiba-tiba Aziel bertanya, "Kia tidak suka ya?"
Bukannya menjawab, Kia malah balik bertanya, "kenapa kakak mau menikahi, Kia?"
"Umm.." Aziel berpikir cukup lama. Dia sadar bahwa pernikahan ini terlalu terburu-buru untuk mereka berdua. Belum lagi mereka belum kenal dekat. "Karena kakak siap menikah," dia menjawab seadanya yang dia bisa pikirkan.
"Kia belum," jawaban Azkia yang sudah bisa Aziel tebak. "Lalu kenapa, Kia? dan bukan yang lain?" lanjutnya, dengan pandangan lurus ke arah jalan.
Pertanyaan yang membuat Aziel bingung lagi. Dia belum menyukai gadis ini, tapi dia juga belum bisa menyimpulkan bahwa dia gadis yang tidak baik. Semua tingkah lakunya memiliki alasan yang jelas untuk membuat dirinya tidak menyukai gadis itu. Alasannya, seperti yang sudah gadis itu katakan: 'Kia belum siap'.
Jika dia menjawab bahwa karena dia harus menikah sebelum usia 23 tahun, dan dia gadis hasil kekalahan kesepakatannya dengan kakaknya, sudah pasti dia marah. Azkia akan berpikir bahwa Aziel telah memandang rendah dirinya.
Diamnya Aziel membuat Azkia melanjutkan kata-katanya, yang paling dia ingin sampaikan. "Azkia benci laki-laki yang bisa akrab sama perempuan. Dan Azkia tahu, Kak Aziel sebelumnya sudah punya banyak pacar."
"Semuanya sudah mantan, Kia. Dan saya tidak playboy walau saya sebelumnya punya banyak mantan. Apakah kamu masih membenci pria seperti ini?"
Azkia tidak menjawabnya. "Kia mau sekolah sampai lulus," lanjutnya mengeluarkan apa yang sebenarnya dia inginkan.
"Pernikahan tidak akan menghambat kuliahmu. Saya mengizinkannya."
"Tapi Kia tidak akan mendapat beasiswa."
"Saya akan membiayaimu, karena itu memang tugas saya nanti"
"Jadi, kenapa harus, Kia?"
Pertanyaan itu lagi. Aziel memang menikahinya karena kesepakatan dengan Abi, tapi kenapa dia tidak bisa menolak kesepakatan itu? Itu juga menjadi pertanyaan tersendiri bagi Aziel.
"Kakak saja tidak bisa menjawabnya. Apa kakak yakin ingin menikahiku tanpa alasan? Ini untuk selamanya kak, bahkan akan lebih lama dibandingkan saat-saatku bersama keluargaku."
Aziel langsung menghentikan laju mobilnya dan memandang wajah Azkia. Walau Azkia gadis yang manja, tapi Aziel pikir dia cukup dewasa hingga berpikir seperti ini.
"Saya yakin, karena saya bersama Azkia yang mengatakan bahwa pernikahan ini untuk selamanya," kata Aziel dengan tulus dengan sengaja menatapnya. Dia sudah bosan dengan segala gadis yang mendekatinya, saat dia berkahir mencintai mereka, mereka malah mengincar yang lain, bukan dirinya. Sudah cukup bagi Aziel, dan sudah saatnya dia serius.
Aziel senang bahwa Azkia berpikir pernikahan ini untuk selamanya, dan ini yang dia butuhkan. "Kita sama-sama belajar ya, saya juga masih belajar."
Azkia tidak menjawab. Namun bukan berarti dia tidak setuju. Lagipula semua sudah sesuai keinginan orangtuanya. Aziel juga terlihat bukan orang yang buruk untuk dijadikan suami.
AN:
Jadi yang rencananya cerita update 1 minggu sekali, bisa saja tidak berlaku seperti ini. Saya bisa saja update lebih awal dikarenakan semangat saya. Saat ini yang membuat semangat, cerita ini masuk rank #9 dalam kategori maba. Padahal part maba aja belum keluar :).
Terimakasih, saya akan sangat bersyukur dengan vote dan komentar kalian :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Mahasiswa Baru Sah
Romance"Kakak saja tidak bisa menjawabnya. Apa kakak yakin ingin menikahiku tanpa alasan? Ini untuk selamanya kak, bahkan akan lebih lama dibandingkan saat-saatku bersama keluargaku." "Saya yakin, karena saya bersama Azkia yang mengatakan bahwa pernikahan...