Part 6

292 44 12
                                    

          Seharian ini Sierra tidak keluar dari kamarnya. Membuat Deven khawatir memikirkan gadis itu. Beberapa kali melewati kamarnya pun Deven ragu mengetuk pintunya karena takut kalau ternyata mengganggu Sierra yang mungkin saja sedang menikmati tidur siangnya.

          Hingga pada malam harinya ketika Deven harus pergi, dia ingin berpamitan dengan Sierra. Kali ini Deven mengetuk pintunya pelan.

          "Sierra, kau masih tidur?"
          "Aku harus pergi sekarang, bisakah kau buka pintunya?"

          Tidak lama kemudian pintu pun terbuka menampilkan Sierra dengan wajah bangun tidurnya. Deven mengamati wajah cantiknya yang menggemaskan.

          "Maafkan aku sudah mengganggu tidurmu, Tuan Putri."

          Bibir Sierra tampak mengerucut kesal. Gadis itu menguap menutup mulutnya.

          "Kau sepertinya mengantuk sekali, apakah tidur siangmu tidak cukup?"

          "Aku tidak tidur siang, Dev. Aku baru saja tidur."

          "Lalu apa yang kau lakukan sejak siang?"

          "Uhm, tidak ada, hehe." Sierra tampak tersenyum lebar membuat Deven merasa lega kalau ternyata gadis itu tidak marah padanya karena sudah menciumnya tanpa permisi.

          "Kau akan pergi?" Sierra mengamati penampilan Deven yang tampak rapi dengan setelan kemejanya.

          "Ya, aku akan kembali ke Jerman."

          Sierra pun terdiam. Gadis itu teringat ayahnya mendengar Deven menyebut tempat tinggalnya itu. "Dev? Boleh aku titip sesuatu padamu?"

          "Tentu saja, apa yang kau inginkan?"

          "Jangan beritahu ayahku jika aku berada di sini."

          Deven dapat melihat ketakutan yang terpancar di kedua bola mata Sierra. Dia kemudian menyentuh pipinya. "Tanpa kau minta aku tidak akan membiarkan ayahmu tahu kau ada di sini. Tapi, aku ingin dia tahu betapa kau sangat menderita karena perlakuannya padamu. Kau tidak perlu khawatir, aku hanya akan membuat ayahmu menyesali perbuatannya."

          "Jangan lukai dia, Dev. Bagaimanapun juga dia adalah ayahku, ayah kandungku, dan aku sangat menyayanginya."

          "Aku mengerti, Sierra. Aku tidak mungkin melukainya karena jika aku melakukan itu artinya aku sama seperti ayahmu. Aku hanya akan membuat dia menyesal sudah membuat gadisku menangis dan terluka."

          Sierra tersenyum mendengar itu, dia merasakan pipinya memanas karena kalimat posesif yang diucapkan Deven yang mengakui dirinya adalah milik lelaki itu. Ditambah lagi mengingat apa yang sudah dilakukan lelaki itu pagi tadi, membuat degup kencang jantungnya semakin cepat. Ya Tuhan, Sierra... Deven mengamatimu. Batinnya. Sierra pun menunduk menatap jari-jari kakinya tampak salah tingkah.

          "Besok pagi akan ada seseorang datang ke sini menemanimu selama aku pergi. Dia akan merawatmu sampai luka-lukamu sembuh, memasak untukmu, membantumu melakukan apa pun di rumah ini."

          "Ternyata kau tidak bercanda mengirimkan seseorang untuk menemaniku di sini."

          "Aku pasti melakukannya karena kondisimu belum pulih. Setidaknya kau tidak akan merasa kesepian di rumah ini."

          "Siapa dia, Dev?"

          "Danne. Seorang wanita yang mengabdi menjadi pelayan setia keluargaku sejak aku kecil. Dia akan datang ke sini untuk menemanimu. Dia tidak bisa bicara, dia akan berbicara dengan bahasa isyarat. tetapi jika kau tidak mengerti dia akan berbicara melalui media tulis di buku catatan kecil yang selalu dia bawa."

MelodyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang