🌾DC - 1

22K 967 175
                                    

Gadis cantik ini sedikit terusik saat merasakan hangatnya sinar matahari mulai masuk dari celah jendela kamar. Samar-samar dia melihat kalau sudah pagi, namun dia tak beranjak dari tempat tidurnya. Lea malah kembali menarik selimutnya, lalu membenahi posisi tidurnya agar lebih nyaman lagi.

Tak lama itu, dia dikejutkan dengan teriakan keras dari seorang wanita paruh baya yang memasuki kamarnya dengan membawa gayung berisikan air. Entah air apa yang dibawanya.

"LEA! CEPAT BANGUN. APA KAMU LUPA KALAU HARI INI ADA UJIAN? MAU MAMA GUYUR PAKAI AIR COMBERAN!" teriak Arin yang sudah berdiri di dekat ranjang putri sulungnya.

Terbiasa dengan hal itu, Lea menanggapinya dengan santai. Lea terbangun mencoba mengumpulkan nyawanya yang masih berkelana kemana-mana, dengan mengacak gemas rambutnya sendiri.

"Jangan malas, Lea. Meski kamu datang bulan gitu jangan kesiangan kalau bangun," ucap Arin.

"Biasanya bangun pagi, Bun. Semalam begadang ngerjain tugas," balas Lea seraya melangkahkan kakinya menuju kamar mandi.

"Banyak alasan kamu, palingan juga nonton drakor," ucap Arin yang dibalas cengiran Lea, lalu Arin memilih keluar dari kamar Lea melanjutkan kegiatannya di dapur.

Tentu saja menonton drakor, itu adalah rutinitas Lea setelah selesai mengerjakan tugas sekolahnya. Rasanya kalau harus terus mengerjakan tugas, kelapa menjadi pusing, karena itu dia memilih untuk menyempatkan diri menonton. Sebagai hiburan misalnya.

Untungnya masih ada waktu untuk bersiap, Lea keluar dari kamar dengan seragam sekolahnya, rambut yang dia gerai ditambah dengan jepit berwarna biru berbentuk hati. Itu adalah kebiasaannya dalam berdandan, style simple tanpa harus ribet.

Rafa, adik laki-laki Lea menatapnya aneh sesampainya dia di ruang makan. Heran, adakah yang salah dengan penampilannya hari ini? Sepertinya tidak, menurutnya saja sih.

"Kak, lo nggak gerah apa rambut digerai gitu?" ujar Rafa

Lea menggeleng, lalu ikut duduk bersama menikmati sarapan pagi. Arin hanya diam menyeruput teh hangat dalam cangkir yang dipegangnya.

"Rafa bareng aja ke sekolahnya sama Lea, nanti biar Bunda yang jemput," ujar Arin setelah meminum tehnya, kembali meletakkannya di atas meja.

Keduanya menghentikan makan, menatap satu sama lain lalu membuang muka. Kenapa harus barengan berangkatnya? Yang ada keduanya malah ribut di jalan. Biasanya juga nggak pernah barengan.

"Loh, ngapain sih barengan sama Rafa? Dia kan bisa bawa motor sendiri," balas Lea dengan sewot.

"Habis ini, Bunda ada urusan sama temen motornya Bunda pakai," ucap Arin.

"Palingan arisan lagi, ngerumpi cantik," sindir Rafa sambil terkekeh kecil.

"Anak kecil nggak boleh tau," balas Arin dengan nada mengejek. Terkadang orang tua dan anak tidak ada bedanya, tidak ada yang mau mengalah.

***

Seperti ini jadinya kalau Lea dan Rafa berboncengan bersama, sebelum berangkat tadi ribut karena helm. Lea ingin memakai helm warna hitam, hal yang sama juga diinginkan Rafa. Kakak beradik berselisih 2 tahun ini tidak ada yang mau mengalah.

Keributan itu akhirnya berakhir dengan Arin yang melerainya, kalau tidak ada dia dipastikan sampai nanti siang pun tidak akan selesai ributnya. Semoga saja tidak ada yang menurun pada cucunya kelak.

"Lo agak mundur dikit bisa nggak sih? jangan mepet ke depan. Joknya sempit," ujar Rafa merasa sebal karena Lea terus memajukan tubuhnya.

"Gue udah mundur, Fa. Rese banget lo," balas Lea.

Dokter CintakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang