03

6 0 0
                                    

Biasanya hari Senin begitu banyak limpahan PR sampai aku kewalahan, tetapi Senin kali ini sudah sangat keterlaluan terhadap diriku. Aku menganggap Monday adalah Monster Day.

Sesampai di rumah aku mendapati Bunda sedang sibuk bekerja di depan. Aku bergegas melepas sepatu, lalu berjalan masuk. Kulihat makanan telah tersedia di atas meja kecil yang dekat dengan mesin laminanting. Karyawan Bunda yang sebaya denganku tampak sedang memanaskan suhu mesin laminating. Setelah berganti baju, aku duduk di sana dan segera melahap masakan Bunda.
"Cepat banget makannya. Lapar berat ya?" Karyawan Bunda berbasa-basi.
Aku terkekeh. "Iya nih. Lapar berat."

Sambil menyantap makanan, aku memperhatikan sekeliling. "Kak Ratih kemana?"
"Izin nggak masuk kerja. Lagi ada urusan," jawabnya sambil memasukkan dokumen yang sudah dilapisi plastik ke arah pemanas. "Oh. Jadi yang bekerja hari ini cuma kamu dan Bunda?" Dia mengangguk.
Usai makan, aku membantu Bunda yang tampak kewalahan melayani beberapa pelanggan.
"Sini Vela bantu, Bunda," tawarku.
"Nih, sepuluh lembar ya!" Bunda menyerahkan beberapa lembar dokumen yang perlu difotokopi kepadaku.
Aku segera menuju mesin fotokopi, menekan tombol reset, mengubah ukuran kertas menjadi A4,

lalu menekan angka sepuluh, sementara Bunda dan karyawannya melayani pelanggan yang lain. Tiba tiba mesin itu berbunyi-bunyi, tanda-tanda kertas menyangkut. Aku membuka penutup samping, menarik kertas yang menyangkut, lalu menutupnya kembali. Aku tampak kelabakan sekali. Aku jarang membantu pekerjaan ini. Bukan karena tidak mau membantu, melainkan karena sudah ada karyawan Bunda yang mampu melayani pelanggan dengan sigap. Jumlah karyawan sudah cukup untuk melayani pelanggan sehingga aku tak perlu turun tangan. Namun, kali ini satu orang berhalangan hadir sehingga aku harus membantu.
Usai melayani seluruh pelanggan, datang pula pelanggan lainnya. Kami bertiga sangat kewalahan hari ini.

Monster Day  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang