(2)

168 20 2
                                    

Jimin menggerutu karena usaha pencariannya dalam satu bulan ini tidak membuahkan hasil. Pemuda yang menemuinya di hotel waktu itu, banyak menghilangkan keinginan Jimin untuk beristirahat sejenak. Sebab dia yakin jika pertemuannya berhubungan dengan Taehyung.

"Kenapa kau masih belum menemukannya?"

Jungkook berdecak, sebulan ini hidupnya ikut tidak tenang. Setelah kedatangan Jimin sore itu, ketentraman psikologis Jungkook sedikit terganggu. Dia tidak berlebihan, memang begitu adanya. Jimin layaknya orang kesurupan yang kehilangan kewarasan. Mendektinya melakukan hal dengan secepat mungkin.

"Kau hampir membuatku masuk penjara. Melakukan hal ilegal dengan meretas data penumpang di bandara hanya demi seorang pemuda yang lima menit kemunculannya membuatmu gila."

Jimin menghela napas, "aku memintamu karena mampu, kau bisa melakukan ini dengan mudah karena kau punya kekuasaan."

"Orang yang punya kekuasaan juga manusia, lagi pula sudah hampir seperempat abad kau tidak mencarinya. Kita juga tidak tahu pasti bagaimana Kim Taehyung itu sekarang. Kau takut dia membunuhmu Hyung?"

"Jaga bicaramu Jungkook."

"Semua orang bisa berubah."

Jungkook beranjak dari sofa, meninggalkan Jimin dengan pikirannya yang kusut. Dia bukannya tidak peduli, akan tetapi permasalahan ini bukan sesuatu yang mudah. Tidak ada petunjuk yang dapat membantu, dia bukan merasa ketakutan, namun rasa bersalah terlalu berdominan dalam hidupnya.

Ponsel milik Jimin berbunyi, melunakkan sedikit atmosfer yang hampir tersulut. Seulgi menghubunginya.

"Oppa... Hiks, Jaeminie, aku tidak bisa menemukannya." suara di seberang terisak ketakutan, "dia masih di sampingku lima menit lalu.. Hiks, tapi sekarang,.. Hiks, dia tidak ada.. " gemerusuk bercampur dengan keramaian sekitar membuat Jimin semakin kalut, dia memcoba tenang.

"Pergilah meminta bantuan pihak kemanan swalayan, aku akan segera ke sana." Jimin memungut jas kerjanya di sandaran sofa, melenggang pergi tak mengindahkan teriakan Jungkook yang bertanya.

Audi hitam berpacu lebih cepat, Jimin hampir kehilangan kendali diri. Otaknya seakan berhenti fungsi, ketakutan semakin timbul di benaknya.

•JANDI•

Baekhyun mengambil seporsi sup lagi, restoran sedang ramai mengingat ini waktu untuk makan malam. Sepantasnya para tamu akan memenuhi kehendaknya mengisi perut. Hotel sedang mengalami peningkatan jumlah tamu, mengingat ini musim liburan. Kesibukannya pun bertambah, meskipun ia mempekerjakan banyak orang, bukan berarti santai menjadi pilihan.

Menggapai cita-citanya selama belasan tahun penuh perjuangan, jadi dia tidak akan menyia-nyiakan itu. Saat kesibukannya meningkat seperti ini, Baekhyun akan membawa keluarga kecilnya menginap juga di hotel miliknya. Keluarga prioritas utamanya.

"Paman, anak itu sejak tadi berdiri di sana."

Baekhyun ikut mengalihkan pandang menuju luar dinding kaca restorannya, setelah memastikan suapan sup ayamnya sudah mendarat dalam mulut kecil putranya.

"Apa dia kehilangan orang tuanya?" Jieun menyahut, sebagai seorang ibu dia merasa simpati, " Oppa, bawa ke dalam saja dia. Di luar sedang mendung." pintanya pada sang suami.

Baekhyun mengangguk kemudian beranjak, menghampiri anak laki-laki malang yang sedang terisak kebingungan di luar. Dengan susah payah Baekhyun membujuk anak tersebut, hingga kini telah luluh karena bujukannya. Cukup gigih juga untuk ukuran anak-anak saat menolak sesuatu menggiurkan dari orang lain. Orangtuanya mendidik anak itu dengan baik.

JandiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang