Bahagia, Syukur dan Pencipta. Mudah saja memahaminya. Jarakmu dan kebahagiaan itu tergantung sebesar apa rasa syukurmu. Serta besarnya rasa syukurmu tergantung tingkat kedekatanmu dengan Sang Pencipta.
"Fabiayyi aalaaa irobbikumaa tukazzibaan..Kholaqol insaana min solsoling-kalfakhor... " suara lembut mengalun dengan begitu merdu dari seorang perempuan yang sedang khusyu membacakan ayat-ayat Al-Quran dengan mata yang terpejam. Namanya Laila, Laila Qisya Muharram. Nama yang sangat indah untuk seorang perempuan berwajah lembut sepertinya. Ia membuka matanya sesaat setelah menyelesaikan surah yang tadi dibacanya, surah Ar-Rahman. "Alhamdulillah" ujarnya tersenyum seraya mengusapkan kedua tangannya ke wajah. Ia bangkit dari duduknya lalu mengambil sajadah yang tadi ia duduki.
"Ade, sudah selesai sayang?" suara seorang wanita dari balik pintu kamar Laila.
"Sudah Umma, sebentar" sahut Laila sambil melipat sajadah. Ia bergegas keluar dari kamarnya lalu turun menemui Jihan, Ummanya, di ruang keluarga.
Ruang keluarga di rumah Laila terletak di lantai satu dan terbagi menjadi dua sekat. Satu sisi tempat untuk Laila dan keluarganya beribadah sedangkan sisi lain sebagai tempat keluarga Laila biasa berkumpul dan bersenda gurau.
"Abi sama Abang udah ke masjid Umma?" tanya Laila setelah sampai di ruang keluarga, ia memposisikan dirinya untuk sholat subuh berjamaah dengan Jihan.
"Sudah sayang. Kita sholat sunnah qobliah subuh dulu ya De" ujar Jihan lembut.
"Siap Umma" sahut Laila tersenyum sambil bergaya hormat ala-ala peserta upacara.
Selepas menjalankan sholat subuh berjama'ah, Laila dan Jihan melanjutkan dengan tadarrus Al-Quran.
"Assalamu'alaikum" ucapan salam kompak dari dua orang laki laki seraya memasuki rumah. Laila dan Jihan menyelesaikan tadarrus Al-Quran mereka lalu segera menemui kedua laki-laki tersebut.
"Wa'alaikumussalam" jawab Laila dan Jihan ketika sudah sampai di hadapan kedua laki-laki tersebut.
Jihan segera menyalami tangan Ishaq, suaminya, dan Ishaq menyambutnya dengan mengecup kening Jihan. Fatih, Abang dari Laila juga tak lupa menyalami tangan Jihan. Laila pun ikut menyalami tangan Ishaq, Abinya, dan mendapat kecupan di keningnya lalu menyalami tangan Fatih, dibalas cubitan keras di hidungnya.
"Abaanggg, kebiasaan banget sih, sakit tauuuu" teriak Laila mengejar Fatih yang berlalu meninggalkannya, entahlah sebesar apa langkah Fatih hingga Laila harus berlari kecil untuk menyamai langkahnya.
"Abang ihh sakit tauu, liat ini idung Laila, mancung enggaa penyek iyaa huhhh" racau Laila setelah sampai di hadapan Fatih. Fatih tidak menghiraukan Laila sama sekali dan memilih untuk melanjutkan jalannya kembali.
"Abang ih bisa bisanya Laila di cuekin" gerutu Laila masih menatap punggung Fatih yang berjalan menaiki tangga menuju kamarnya.
Laila mengusap dadanya pelan menelan kekesalan karena sikap Fatih yang kelewat nyebelin menurutnya. Huh sabar Laila sabar ini ujian. Laila membatin menenangkan dirinya. Laila segera berbalik untuk menemui Ishaq dan Jihan di ruang keluarga, namun belum sampai di sana Laila merasakan tepukan lembut di kepalanya. Ia membalikkan tubuhnya dan melihat Fatih sudah berdiri di hadapannya.
"Maaf" ucap Fatih dengan wajah datarnya, bahkan dia tidak kelihatan menyesal sedikitpun sudah membuat Laila kesal.
Laila hanya menatapnya sambil memelototkan matanya untuk membuat Fatih terintimidasi. Namun bukannya terintimidasi, Fatih malah menaikan salah satu alisnya dengan senyum tipis. Sangat tipis sambil mengangkat tangannya mengusap kepala Laila yang tidak terbalut hijab dengan lembut, lalu berbalik dan meninggalkan Laila begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Laila | SUDAH TERBIT
FanfictionAku sibuk menulis cerita bahagiaku Padahal Engkau lebih dulu mengukirnya di LauhMu Aku salah telah kecewa pada ketetapanMu Ya Allah, kini aku kembali padaMu -Laila Qisya Muharram-