Sudah dua hari aku merawat mama di rumah sakit.
Alhamdulillah, mama sudah siuman.
Mama menatapku dengan matanya yang sayu, aku tertegun."Lika ya, yang merawat Mama di rumah sakit?"
"Iya Ma, bersama Ayah,"
"Terimakasih ya Lika, kamu anak yang berbakti."Mama, tidak perlu berterimakasih padaku. Aku lah yang seharusnya mengucap beribu ucapan terimakasih padamu karena tak pernah lelah merawat aku dan Mikaila.
Mikaila adalah adikku satu-satunya. Usianya masih 13 tahun kala itu. Ia sempat datang ke rumah sakit saat mama sudah di kamar rawat inapnya. Aku yang melarangnya menginap untuk merawat mama bersamaku. Aku tak ingin sekolah nya terganggu. Jika memang harus kerepotan, cukuplah aku yang kerepotan mengurus tugas sekolah sambil merawat mama. Toh hal yang kulakukan inipun tak akan sebanding dengan apa yang telah mama beri padaku seumur hidupku.
"Mama, makan dulu ya? Lika suapin,"
"Iya, terimakasih ya Lika,", balas Mama.Seumur hidupku, baru itu aku menyuapi mama di luar hari ulang tahunku. Biasanya, hanya ketika acara suap-suapan kue saja aku menyuapi mama. Lagi-lagi, terimakasih Tuhan. Musibah ini, bagiku adalah sebuah pelajaran. Supaya aku lebih menyayangi mama, lebih peduli dengan keluarga.
"Ayah pulang dulu aja mandi dan ganti baju. Kan ada Malika yang jaga Mama,", ucap mama.
"Iya, lika tolong jaga mama mu ya,", pintanya.Aku tak menjawab, hanya mengangguk dan melontarkan senyum masam pada ayah. Sejujurnya, aku masih sangat kesal padanya. Aku hanya menjaga sikap, mencoba untuk tak bertengkar lagi dengannya. Aku tak mau menambah pikiran mama. Mengingat cerita mama di whatsapp sebelum kecelakaan itu, hatiku masih tak terima.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Beberapa jam sebelum aku mendapat kabar kecelakaan mama, aku mendapat whatsapp dari mama. Mama mengirimkan foto padaku. Seorang perempuan yang wajahnya sudah tak asing lagi bagiku. Perempuan di foto itu, sudah sejak setahun belakangan ini sering menjadi penyebab pertengkaran kedua orang tua ku. Mama selalu bilang, ayahku berselingkuh dengan perempuan itu. Jujur saja, aku bukanlah orang yang mudah percaya dengan kata-kata. Maka, ketika mama mengeluhkan hal yang sama berulang-ulang tentang ayah, aku akan selalu meminta mama untuk tak berpikiran buruk pada ayah. Tapi kali ini, kata-kata mama semakin tampak jelas kebenarannya. Meski setengah hatiku, masih tak percaya.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Hari itu, aku tak pulang ke rumah, tak juga mandi. Aku hanya mencuci muka, memakai parfum supaya tak terlalu bau karena belum mandi. Aku masih belum bisa meninggalkan mama meski sebentar. Seharian aku menjaga mama. Teman dan kerabat mama datang, ramai sekali.
"Lika, kemarin Mama kenapa?", tanya Mama membuka obrolan.
"Mama gak ingat? Mama kan kecelakaan,"
"Oh iya, terus siapa yang bawa Mama kemari?"
"Bapak-bapak yang kerja di kedai pempek didepan gang rumah, Ma. Kata Ayah, Mama dibawa ke rumah sakit yang dekat rumah kita, kepala Mama dijahit disana,"
"Lho kepala Mama sampai dijahit?Terus kenapa Mama dirawatnya disini?"
"Iya.. Kepala Mama membentur aspal, helm Mama lepas. Tadinya mau dirawat disana karena dekat rumah, tapi kepala Mama harus di rontgen karena takut ada apa-apa. Alat di rumah sakit itu belum lengkap, makanya Mama dibawa kesini,"
"Mikaila dimana? Sekolahmu gimana, Lika?"
"Mika di rumah, kemarin dia kemari jenguk Mama tapi Mama belum siuman. Aku nyuruh Mika pulang, biar dia tetap sekolah. Soal sekolahku, sudah, Mama jangan khawatir ya,"
"Maafin Mama ya Lika, karena Mama sekolahmu terganggu. Padahal kan Malika sudah kelas tiga, lagi banyak tugas,"
"Gak apa-apa Ma, Mama jangan banyak pikiran dulu ya, yang penting Mama sembuh dulu."Mama, aku tak mengapa jika sekolahku yang berantakan. Masa depanku masih bisa kuperbaiki. Tapi jika kemarin Tuhan tak lagi memberiku kesempatan bertemu mama, aku mungkin tak dapat memaafkan diriku sendiri.
Aku membuka ponselku. Mengetik salah satu nama temanku, Taya. Lebih tepatnya, sahabatku. Kami satu sekolah dari SMP hingga sekarang. Baru ketika SMA ini aku satu kelas dengannya, setelah 2 tahun tidak pernah sekelas lagi. Ia duduk sebangku denganku sejak awal kelas tiga SMA ini. Sahabat yang sangat baik, yang suka bertukar pendapat, suka berbagi makanan meskipun kadang memberi sembari mengejekku, suka mengajariku apa yang tidak aku pahami, juga suka bertengkar karena hal-hal kecil denganku hingga kemudian kembali berbaikan.
"Ya, tadi belajar apa aja dikelas? Absen gue gimana?", kataku via chat Line.
"Tadi semua pelajaran gurunya masuk, Ka. Lo udah diabsenin. Gimana keadaan mama lo? Maaf belum sempet jenguk."
"Makasi ya, Ya. Santai aja, mama gue udah siuman alhamdulillah. Ya, boleh minta tolong gak?"
"Minta tolong apaan Ka?"
"Gue kan bakal ngerawat mama disini sampe dia bener-bener sembuh dan bisa pulang. Terus besok gue ngirim surat izin ke sekolah selama beberapa hari. Boleh ga tiap hari kirimin gue list tugas biar gue gak ketinggalan pelajaran?"
"Selow sih lo kek sama siapa aja. Iya pasti gue kirimin. Ntar gue ketikin ya ada tugas apa aja hari ini."
"Oke, makasih yaa Taya, lo emg sahabat terbaik!"
"Yee lebay hahaha. Cepet sembuh ya buat mama lo Ka<3"
"Thankyou, Tayaa!<3"
*Read*
Tubuhku lelah sekali. Sudah dua hari satu malam aku menjaga dan merawat mama di rumah sakit. Malam itu, aku berusaha tetap terjaga seperti malam sebelumnya saat mama belum siuman. Tapi pada akhirnya, aku kalah dengan lelah. Tiba-tiba aku tak terjaga lagi. Aku tertidur di karpet yang digelar di samping tempat tidur mama. Sementara ayahku, entah, sepertinya masih terjaga.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sebuah Kisah Baru
RandomBanyak dari kita yang tidak bisa terima atas apa yang telah di takdirkan-Nya. Banyak juga yang malah memberontak atas apa yang telah menimpa. Beberapa lainnya berusaha melupa atas luka miliknya. Padahal, bukan lupa yang jadi solusinya, tapi menerima...