Tak terasa jam pulang sekolah pun berbunyi. Semua murid langsung berhamburan dan berlomba-lomba untuk segera pergi keluar kelas. Kebiasaan para murid di sana memang seperti itu. Paling semangat jikalau ada jam istirahat, apalagi jam pulang sekolah.
"Akhirnya pulang juga."
"Paling enak, emang hari sabtu nih."
"Iya, belajar sebentar. Kadang gurunya suka kabur atau ngasih tugas doang. Udah gitu pergi lagi, bilang kalau sudah selesai jam pelajaran, tas dan buku dia kirim ke kantor."
"Emang guru matematika itu paling enak. Kerja cuma ngasih tugas doang, tapi dapet gaji sama aja."
"Heem. Enaknya tuh, tugas dia yang beri. Eh, jawabannya dia jawab sendiri di papan tulis. Alhasil, rapot kita nilainya bagus dalam matetika."
Ghinta yang masih fokus menulis ceritanya, mendengar percakapan mereka. Ingin rasanya Ghinta ikut berbincang, tetapi ia menunggu saat perbincangan yang tepat, dan inilah waktunya.
"Tapi aslinya kalian semua bego," celetuk Ghinta tiba-tiba yang nimbrung dalam percakapam mereka. Diam-diam dirinya tersenyum.
"Hahahaha ... bener banget, tuh! Guru gokil itu membuat kita menjadi pintar dalam waktu seketika."
Keramaian kembali terjadi dan terus terjadi di setiap harinya. Memang begitulah kehidupan di sekolah. Ghinta masih duduk di bangku kelasnya, ia masih tetap mendengarkan musik yang tengah ia dengarkan sampai akhirnya tak ada murid lagi di dalam kelasnya, karena semuanya sudah pergi pulang.
"Mau pulang bareng lagi?" tanya Adit.
"Mm ... boleh, deh! Tunggu, ya!" jawabnya. "Tunggu bentar!" tambahnya sambil membereskan buku tulisnya.
Tak lama kemudian, seseorang datang ke kelasnya. Ia berpostur tinggi dan ramping, berkacamata dan juga lumayan ganteng. Tapi lumayan, ya! Enggak ganteng-ganteng amatlah. Hihihi ....
"Ge, sekarang kita rapat lagi. Lo tunggu di ruang OSIS, sedangkan gue mau beritahu OSIS yang lain. Takut semuanya pada pulang," ujarnya.
Sebut saja namanya Deri. Si pria ketua OSIS di sekolahan, termasuk murid terpintar di sekolah. Setiap tahun, yang menjadi ranking ke-1 adalah dirinya. Tak tergantikan. Deri pun pergi dari sana dan memberitahuan OSIS-OSIS yang lain. Padahal ia tahu, bahwa di sekolah ada fasilitas microfon dan juga speaker aktif yang dapat terdengar di setiap kelas, bahkan dapat terdengar oleh seluruh sekolah.
"Si Deri ngapain sih?" tanya Ghinta terheran-heran.
"Terus pulang bareng gimana?" tanya Adit kembali.
"Gak jadi. Lain kali aja," jawab Ghinta ketus, lalu ia pergi meninggalkannya.
Karena Ghinta tidak ingin membuatnya berkeliling terlalu lama untuk mecari pengurus OSIS yang lain, maka Ghinta terpaksa datang ke kantor dan pergi menuju ruang informasi. Di sana, ia langsung mengaktifkan speaker dan microfonnya. Ia pun mengecek sound sejenak.
"Cek, cek. Cek satu dua tiga, mie tiga dua satu."
"Ekhem ...." Seseorang berdehem di belakang Ghinta. Ia adalah pengurus atau penjaga di ruang informasi. Ghinta menengok, lalu tersenyum cengengesan padanya.
"Hehe ... maaf, Pak!" ucap Ghinta tersenyum. Orang itu pun melanjutkan pekerjaannya. "Perhatian! Kepada seluruh pengurus OSIS diharapkan jangan dulu pulang, karena hari ini diadakan rapat di ruang OSIS. Sekali lagi, bagi seluruh pengurus OSIS, diharapkan jangan dulu pulang. Ingat! Jangan pulang. Atau kalian kena azab. Terima kasih!" kata Ghinta dengan panjang lebar, dan itu diulang sebanyak dua kali.
Ia sangat ingat betul dengan ancaman dari Bu Dina di kelasnya hari kemarin-kemarin. Ia pun memberlakukannya untuk anggota OSIS. Karena ruang informasi dan ruang guru sangat berdekatan, juga speaker aktif yang terdengar sampai seluruh sekolah, Bu Dina mendengar tentang ancaman itu. Ia tahu bahwa ancaman itu pernah ia ucapkan kepada salah satu muridnya, yaitu Ghinta.
KAMU SEDANG MEMBACA
LABIL (Plin-plan) [N3 SUDAH TERBIT]
Novela JuvenilNovel ini terinspirasi dari kisah nyata dan diracik sedemikian rupa, sampai bisa membuat para pembaca senyam-senyum sendiri. Akan saya cantumkan foto asli dari tokoh cerita ini di part-part secara acak. Jika penasaran, silakan baca sampai selesai. :...