Chapter 5

273 7 0
                                    

Selama satu pekan, Ghinta memang sibuk dengan persiapan acara pensi yang akan diadakan di sekolahnya. Setiap jam pulang sekolah, ia berkumpul dan mempersiapkan segalanya bersama anggota OSIS lain. Lalu disela-sela kesibukannya, ia juga harus mengurus dan melatih anggota ekstrakurikuler yang diikutinya, yaitu PKS (Patroli Keamanan Sekolah), sehingga ia tidak berfokus menulis cerita lagi dalam buku. Begitulah Ghinta.

Ia pun mengikuti salah satu acara yang diselenggarakannya, yaitu mengikuti partisipasi dalam hal bernyanyi atau bisa disebut juga acara karokean sekolah. Ghinta dan Ratna merencanakan untuk pergi membeli CD ke toko kaset, mereka pun pergi bersama dan memilih lagu yang mudah dihafal oleh mereka. Pintarnya, Ghinta tidak perlu membeli CD. Karena lagu yang akan dinyanyikannya sudah tersedia di dalam daftar judul lagu CD tersebut. Pintar. 

"Emang rejeki gue, nih," kata Ghinta.

"Rejeki apaan?" tanya Ratna heran.

"Gue nggak perlu beli CD, Na. Karena lagu gue ada di CD lo. Jadi gue minjem aja sama lo," jawab Ghinta.

"Idiiih ... ogah banget." Ratna langsung menyembunyikan kasetnya di belakang tubuhnya. 

"Jangan pelit gitulah." Ghinta memasang raut wajah memelas di depan Ratna. 

"Jangan gitu, deh! Aku jijik!" Ratna berbicara dengan nada seperti pada tokoh sinetron yang sering dirinya lihat di TV. 

"Afifah?" Ghinta melotot. 

"Ratna! Bukan Afifah," deliknya. 

"Yaaa ... itu kan kalimat di sinetron, Na. Makanya nonton! Filmnya anu," sahut Ghinta.

"Ogah!" ujar Ratna. "Yaudah deh! Lo boleh minjem, dasar nggak bermodal banget lo jadi panitia OSIS," lanjut Ratna mengubah pikirannya.

"Kok nyesek, ya?" umpat Ghinta dengan menatap wajah Ratna dengan tajam. Ratna berpura-pura memalingkan pandangannya ke arah lain.

Setelah mereka selesai membeli CD tersebut, ia singgah di rumah Ghinta dan mulai melakukan latihan vokal di rumah. Awalnya Ratna terlebih dahulu yang berlatih bernyanyi, lalu dilanjut oleh Ghinta.

"Suara lo emang bagus, Na!" pujinya.

"Gue nggak sombong, lo, ya!" kata Ratna senyum manja.

Suara Ratna diakui memang bagus, sangat bagus. Ia menyanyikan sebuah lagu dengan penuh penghayatan, sampai orang yang mendengarnya ingin terus mendengar suara merdunya. Sedangkan saat Ghinta bernyanyi, suaranya memang fals, sangat fals dan sumbang. Ghinta memang tidak cocok menjadi seorang penyanyi, lebih cocok lagi ia menjadi pelatih suporter bola, karena hobbynya yang selalu teriak-teriak di dalam kelas.

*Flashback sekilas.

Ketika Ghinta membawa beberapa buku LKS ke kelasnya, lalu ia mendengar suara bising murid-murid lain yang sedang bernyanyi. Ghinta memasuki kelas dan menyimpan buku LKS tersebut di atas meja. Kemudian ....

"WOI! JANGAN BERISIK!" teriak Ghinta sambil memukul meja di depan kelas. Seketika teman-teman di kelasnya diam, menatap Ghinta. "Bawa, nih, buku kalian. Gue males bagiin. Awas, lo! Jangan sampe rebutan!"

Yang lainnya pun segera mengambil buku miliknya. Setelah itu, mereka kembali ke bangku masing-masing.

Dalam hari yang lain, ia tengah bersenda gurau di kelasnya. Lalu ia tertawa begitu keras, sampai terdengar ke lantai bawah dan ke kelas seberang. Selain suara tawanya yang lantang, bunyinya pun mirip seperti hantu kuntilbudak. Jika tidak begitu, suara tawanya mirip orang yang sedang kumat asma. Jika orang tidak tahu tentang sifat tertawanya, mungkin Ghinta akan cepat dilarikan ke rumah sakit. Entah rumah sakit umum, ataupun rumah sakit jiwa. Dan itulah ciri khas dari Ghinta.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 29, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LABIL (Plin-plan) [N3 SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang