Jiwa Malang di Kehidupan Jalang

150 14 3
                                    

"Pengabdian jiwa pada kehidupan jalang"



Bulan Oktober tahun ini sangat berbeda dengan Oktober tahun lalu. Tahun lalu, aku hanya menyedihi kepergian seseorang. Tak peduli apa kata orang, yang ku tahu hanya, dia tiada. Hilang entah ke mana. Aku sempat menangisi kepergiannya selama beberapa bulan. Hingga akhirnya aku sadar, bahwa dengan menangispun tak akan membuatnya kembali.

Aku pernah menyesali pertemuanku dengannya. Aku banyak menyalahkan pertemuan kita dan menjadikannya alibi atas pengaruh kepergiannya yang menjadikan aku lupa diri. Lupa karena terlalu memperhatikannya. Lupa bahwa aku ternyata juga masih mempunyai kehidupan sendiri. Kehidupan yang tak melulu tentang dia.

Aku banyak berjuang keras untuk bangkit pada saat itu. Susah sekali rasanya, bangkit disaat seluruh yang ada di dalam diriku sudah direnggut. Yang tersisa hanyalah harap. Untung saja masih ada harap, jika tidak, aku mungkin tidak jadi perempuan yang seperti ini. Perempuan yang mampu untuk bangkit dari kehidupannya yang jalang. Jiwaku malang saat itu. Hancur dan lelah karena emosi yang berlebihan.

Jiwa ragaku hanya terfokus pada sisi dimana perasaanku mengalir. Merasa bodoh seketika. Namun ya sudah. Aku percaya bahwa pengalaman seperti itu tak hanya aku yang mengalaminya.

Hari berganti hari, aku mulai makin terbiasa hidup tanpanya. Meski kadang teringat namun bagiku itu tak penting, toh hanya kenangan saja, hanya sekedar teringat kembali tak lebih. Aku tak mau terbawa arus masa lalu, dimana aku membiarkan diriku hanyut dalam kenangan lampau.

Setelah kepergiannya aku bertemu dengan seorang pria. Dia temanku dari masa lalu. Bisa dibilang kita memang dekat, saat itu. Sama seperti yang lalu, kita banyak melewati kenangan bersama. Hanya saja kedekatan kita mungkin memang hanya sebatas hasrat. Hasrat akan nafsu kita masing – masing.

Masa itu merupakan masa dimana aku sedang menyedihi kepergian lelaki pertama dan dimana dia sedang mengalami depresi akan keadaannya. Kita sering keluar berdua, bisa dikatakan quality time. Asal kau tau, dia sudah ada yang memiliki. Aku mengerti bahwa dari awal yang kita lakukan memang salah. Namun, kita tidak pernah sekalipun mempedulikannya, toh dia juga ldr.

Hubungan kita semakin erat hingga pada akhirnya, diapun mulai memutuskan hubungan dengan kekasihnya.

"Aku baru saja putus dengan Lira" katanya sembari menatapku dalam.

Aku tersentak kaget.

"Bagaimana bisa? Kenapa kau putus dengannya?" balasku. Untuk saat itu juga aku tidak bisa berfikir lagi.

"Yaa rasanya percuma aku pacaran dengannya. Lira mulai berubah dan aku tak betah, dia terlalu posesif dan juga gampang cemburu. Lagian, aku juga lebih ingin menjalani hubungan denganmu."

WOW...

Dia mengatakan bahwa ingin menjalani hubungan denganku. Aku kira hubungan kita hanya sebatas main – main saja. Aku hanya terdiam dan tersenyum kecil.

"Oalah gitu" kataku

Kita akhirnya menjalani hubungan tanpa status. Namun, lama kelamaan aku tak tahan dengan semua ini. Yaa, aku dibawa pada keadaan dimana aku harus selalu melayani hasrat nafsunya. Berbicara tentang nafsu, kita manusia pasti punya nafsu, termasuk aku. Aku mungkin memang bernafsu, namun menurutku hubungan tak melulu soal nafsu.

Aku lelah. Hingga pada akhirnya aku mengatakan padanya,

"Kalo aku boleh jujur, aku pernah memaksakan diriku untuk mencintaimu. Dan itu tidak berhasil."

CERPEN : Jiwa Malang di Kehidupan JalangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang