4

122 8 2
                                    

Kedatangan Ina dan Sari sedikit mengejutkanku. Mereka berdua membawaku pergi menuju ke kereta kuda. Keningku berkerut, aku harus memikirkan rencana lain. 

"Tunggu."

Mereka berdua menatapku heran.

"Ada apa Nona?"

"Aku rasa aku butuh tempat untuk membuang sesuatu di kandung kemihku."

Sari tersenyum masam. "Saya kira ada apa. Mari, saya akan antar Nona."

"Tidak perlu Sari, kau dengan Ina tunggu di dalam kereta saja." Mereka berdua seperti ingin protes. Namun dengan cepat aku segera menambahkan, "Aku tidak akan lama, cuma sebentar dan aku akan segera kembali."

Tanpa menunggu jawaban mereka. Aku langsung melesat pergi. Berlari sejauh mungkin dari tempat Sari dan Ina. Namun, lariku seketika berhenti ketika melihat ada segerombolan penjaga yang sedang bertugas, sebisa mungkin aku berusaha bersikap wajar. Aku tidak boleh gegabah bisa-bisa mereka jadi curiga kepadaku. Tubuhku sedikit gemetar saat melewati beberapa penjaga disekitar tenda. Tubuhku gemetar bukan karena takut dengan para penjaga itu, hanya saja ini terjadi jika aku merasa sedikit panik. Mereka menatapku saat aku berjalan melewati mereka. Salah satu dari penjaga itu menghampiriku dan menghadang jalanku, dan itu nyaris membuatku mengumpat.

"Apa yang sedang Nona lakukan disini? Nona seharusnya tidak boleh berada kesini." Penjaga itu menatapku dengan kening berkerut. "Apa Nona sedang berniat melarikan diri?"

Iya! Aku ingin kabur dan meninggalkan tempat ini!

"Apa maksudmu? Aku tidak sedang melarikan diri. Aku hanya sedang ingin berjalan-jalan saja mencari angin dan menikmati pemandangan hutan." Aku rasa ini adalah alasan yang tepat. Pria penjaga itu masih menatapku dengan kening berkerut.

"Apa Nona sudah diberi izin untuk keluar?"

Aku menatap penjaga itu dengan datar, berusaha untuk tidak mengumpat di depan wajah penjaga itu karena berani-beraninya telah menghalangiku.

"Kau bisa tanyakan langsung kepada Pangeran kalau kau tidak percaya." Pria itu masih tetap diam membuatku gemas. "Oke, aku akan menyuruh Pangeran datang kesini untuk membuktikanya padamu. Tapi jangan salahkan aku jika Pangeran menjadi murka." Kuakhiri perkataanku dengan senyum manis. Raut wajah penjaga itu berubah drastis, wajahnya memucat terlihat jelas ketakutan diwajahnya. Aku tersenyum dalam hati. Baguslah, penjaga itu sepertinya percaya dengan perkataanku.

"Ba——baiklah, silakan Nona. Maaf mengganggu kenyamanan Nona." Penjaga itu tersenyum kaku.

Aku mengangguk. Penjaga itu akhirnya menyingkir dari hadapanku. Aku berlalu melewati mereka dengan tenang dan anggun, saat kurasa sudah cukup jauh dari mereka. Kakiku kemudian berlari, hari sudah mulai gelap dan ini waktu yang bagus dan sangat menguntungkanku. Dengan begini pencahayaan yang minim akan membuat mereka agak sulit untuk menemukan keberadaanku. Napasku sudah terengah-engah, entah sudah seberapa jauh aku berlari. Aku rasa sudah cukup jauh dari mereka. Istirahat sejenak tidak masalah bukan? Kurasa juga tidak apa-apa.

Tubuhku luruh dan bersandar pada sebuah batang pohon besar. Aku mengatur pernapasanku agar kembali normal, aku tidak berniat untuk tidur dan aku masih ingin terjaga, tetapi entah datang angin darimana hingga membuatku menguap, mataku rasanya memberat. Sudah kutahan agar tidak terlelap tetap saja tidak bisa, aku tidak tahu yang pasti tetapi perlahan mataku terpejam dan aku terlelap.

_______________________

Suara-suara berisik mengganggu tidurku membuat mataku terbuka perlahan. Kulihat langit sudah benar-benar sangat gelap aku tidak tahu jam berapa sekarang, kuperkirakan mungkin sudah hampir tengah malam. Kesadaran kembali menyentakku untuk teringat kembali rencanaku. Mataku benar-benar terbuka lebar sekarang. Entah sudah berapa lama aku tertidur, aku tidak berniat pun untuk tidur, aku telah ketiduran. Aku sudah kehilangan banyak waktuku yang berharga. Suara-suara derap kuda itu buktinya. Mereka sudah berhasil menyusulku kemari.

Tidak. Aku yakin masih memiliki sedikit waktu untuk pergi dari sini.

Kakiku kembali berlari untuk menjauh dari orang-orang itu sejauh mungkin. Berulang kali aku menerjang—menubruk semak-semak dan ranting-ranting, entah seperti apa penampilanku sekarang, aku yakin penampilanku sangat berantakan dan  semua itu sudah pasti meninggalkan bekas goresan yang cukup banyak di tubuhku. Kakiku juga rasanya agak perih karena tidak memakai alas kaki, namun aku berusaha mengabaikan rasa sakit itu. Saat ini lebih penting menyelamatkan diri dulu daripada memikirkan rasa sakit yang tidak seberapa. Napasku memburu, dadaku rasanya terbakar— sangat sesak karena terlalu lama berlari, aku menghirup pasokan oksigen dengan rakus agar rasa di dadaku tidak terlalu sesak, tetapi tetap saja aku tidak bisa, dadaku rasanya semakin nyeri saat kakiku kupaksa untuk terus berlari. Aku tidak bisa seperti ini, aku butuh istirahat sejenak untuk memulihkan tenagaku kembali. Tapi aku tidak bisa, jika aku berhenti untuk istirahat sejenak sudah pasti mereka akan berhasil menangkapku. Tapi aku sungguh lelah aku benar-benar sungguh kelelahan, aku ingin istirahat sejenak. Aku tidak bisa seperti ini terus, jika aku memaksakan untuk terus berlari maka itu akan membuatku dalam bahaya. Bisa-bisa aku pingsan dan mereka dengan mudah menangkapku. Tidak ada cara lain. Aku harus sembunyi sembari kembali memulihkan tenagaku. Ya aku rasa itu ide bagus.

Suara-suara itu semakin mendekat,  derap-derap langkah kuda yang semakin dekat membuat panik seketika. Aku harus cepat-cepat bersembunyi. Kepalaku berputar dan mataku menatap liar ke segala arah untuk mencari tempat persembunyian dan aku menemukanya. Dengan cepat aku bersembunyi di semak-semak belukar yang sangat tebal. Suara-suara itu benar-benar sudah sangat dekat, dan aku akhirnya melihat mereka. Aku dapat melihat mereka dari celah-celah kecil dari semak-semak persembunyianku. Mereka melewatiku tepat di depan mataku dan mereka tidak melihatku. Aku mengucap syukur dalam hati karena mereka tidak berhasil menemukanku. Namun kelegaanku tidak berlangsung lama ketika melihat ada susulan rombongan yang mendekat lagi, dan sialnya mereka malah berhenti tepat di depan mataku. Aku meneguk ludahku dengan susah payah, suara orang murka membuat buluku meremang, tubuhku bergidik ngeri. Aku tahu suara itu, aku kenal dengan suara murka orang itu. Itu adalah suara Aslan, pria itu sangat murka saat tahu aku melarikan diri. Dan aku akhirnya melihat pria itu turun dari kuda menghampiri sosok penjaga yang sedang menunduk. Tanganku lalu menutup mulut dengan syok saat melihat apa yang tengah pria itu lakukan. Aslan sangat menyeramkan, pria itu menebas kepala seseorang. Dia bahkan dengan mudahnya menebas kepala orang itu tanpa merasa sedikit pun bersalah atau pun menyesal. Sebisa mungkin aku berusaha agar tidak berteriak dan mengeluarkan suara sedikitpun. Orang yang dibunuh oleh Aslan adalah penjaga yang menghalangi jalanku tadi.

Ya Tuhan...

Maafkan aku, gara-gara aku nyawa seseorang yang tak bersalah melayang  dengan begitu mudah. Aku sungguh cemas kepada Sari dan Ina. Entah bagaimana kondisi mereka berdua saat ini. Aku hanya berharap mereka berdua baik-baik saja. Namun melihat pembunuhan sadis di depan mata kepalaku membuatku takut, pikiran-pikiran buruk sudah terlanjur memenuhi isi kepala, melihat Aslan dengan begitu mudah membunuh penjaga itu membuatku lemas. Aslan sudah pasti tak pandang bulu untuk membunuh siapapun yang bersangkutan dengan diriku. Apalagi Sari dan Ina..

Ya Tuhan... Maafkan aku.

Apakah aku harus menyerahkan diri agar nyawa orang-orang yang tak bersalah tidak melayang? Tetapi.. Aku juga tidak ingin berada di sini. Aku ingin bebas aku ingin pergi dari tempat ini. Ini membuat pikiranku kalut, aku tidak tahu harus melakukan apa sekarang..

The King's ConsortTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang