5

140 12 8
                                    


Aku menahan napasku ketika Aslan berjalan ke arahku, jantungku berdetak sangat kencang merasa ketakutan luar biasa. Sesuatu bergerak di atas kepalaku membuatku mendongak. Aku ingin berteriak namun segera kutahan dengan tanganku. Aku harus menutup mulut rapat-rapat jika ingin selamat.

Sial. Kenapa harus ada ular segala sih di situasi seperti ini?!

Jika aku mengeluarkan suara sedikit saja. Aslan pasti langsung mengetahui kalau itu adalah aku dan dia akan langsung menangkapku. Aku mengumpat dalam hati. Ini sungguh situasi yang sangat tidak bagus. Kedatangan ular itu bisa merugikanku. Aku tahu ular itu. Itu adalah ular pucuk.  Ular itu bisa dibilang tidak terlalu berbahaya dan cukup jinak, seringkali aku melihat ular itu dipelihara oleh orang-orang. Dinamakan ular pucuk karena penampilannya yang terlihat seperti pucuk pada tanaman rambat. Walaupun cukup jinak tapi tetap saja aku tidak suka, aku geli dan takut aku paling membenci hewan yang bernama ular setelah kecoa. Dua makhluk laknat yang paling aku hindari. Seumur hidup aku tidak pernah sedekat ini pada ular, apalagi sampai bersentuhan langsung. Tubuhku bergerak sedikit tak nyaman, ular itu sungguh membuatku tak karuan. Ular itu mulai merambati bagian belakang leherku membuatku gelisah.

Aslan menjulang tinggi tepat berada didepanku. Kepalaku menunduk tidak kuat mendongak menatap Aslan terlalu lama tidak baik untuk kesehatan jantungku. Kakiku bergerak mundur perlahan karena rasa tak nyaman, berharap agar ular yang berada diatasku segera pergi. Dan ketika kakiku bergerak mundur, tak sengaja aku menginjak sesuatu dan itu menimbulkan suara yang cukup nyaring.

Tubuhku seketika panas dingin, perlahan kepalaku mendongak ke atas dan napasku tercekat. Aslan dia menatapku, menatap wajahku. Aku tidak tahu pasti dia benar-benar menatapku atau tidak. Tetapi dari tatapanya sepertinya dia mengetahui kalau itu adalah aku, tatapannya seakan-akan menelanku hidup-hidup. Tubuhku gemetar aku rasa akan tertangkap.

Dan benar saja itu terjadi. Kejadiannya begitu cepat hanya dalam satu kedipan mataku. Aslan meraihku–—menarikku dengan kasar hingga membuatku menabrak dada bidangnya dengan keras. Pria itu mencengkeram tanganku dengan kuat.

"Lepaskan!" Tatapan pria itu sungguh menakutkan bak predator yang siap memangsa mangsanya, dan mangsanya itu adalah... Aku.

Pria itu menyeretku paksa membuatku terseok-seok tanpa memedulikan aku merasa kesakitan. Menyeretku menuju kuda, dan dia mengangkat tubuhku—mendudukanku di atas punggung kuda, kemudian dia menyusul cepat dibelakangku, memelukku. Tidak. Ini sungguh tidak bagus. "Aku tidak mau! Lepaskan aku!"

Pria itu diam tak menghiraukan perkataanku. Dia memacukan kudanya dengan kecepatan penuh sembari memelukku erat. Aku tahu dia tidak akan membiarkanku lolos begitu saja. Entah apa yang akan terjadi kepadaku selanjutnya..

Ya Tuhan... Tolong selamatkan aku..

"Tolong berhenti biarkan aku pergi kumohon.." Pria itu tetap diam tak merespon ataupun membalas perkataanku. Aku memejamkan mataku berusaha menghilangkan ketakutan yang mulai menjalar di seluruh tubuhku. Mataku tetap terpejam disepanjang perjalanan, entah sudah berapa lama kami di perjalanan, yang pasti sudah cukup lama dan mataku masih tetap terpejam. Aku masih takut, sungguh. Pria itu memacukan kudanya dengan kecepatan tinggi dan aku tidak pernah menunggangi kuda dengan kecepatan seperti ini.

Sampai kemudian ketika laju kuda mulai melambat barulah aku membuka mataku. Dan suaraku tercekat dengan apa yang aku lihat.

"Tidak mungkin..." Gumamku.

Di hadapanku terpampang sebuah bangunan besar dan megah. Bukankah itu..  Istana Kerajaan Ottoman..

Aku menatap takjub. Tidak salah lagi itu memang benar Kerajaan itu, aku pernah melihat bagunan megah itu di internet dan gambarnya sama persis seperti yang aku lihat saat ini. Ini seperti mimpi namun aku tahu bahwa saat ini aku tidaklah sedang bermimpi. Tapi aku tidak bisa melihat sepenuhnya karena terhalang oleh pintu gerbang yang tinggi. Ada dua penjaga yang menjaga depan pintu gerbang, dua penjaga itu menunduk hormat ketika melihat kedatangan kami. Mungkin lebih tepatnya kedatangan Aslan, mereka kemudian membukakan pintu gerbang.

Mataku menyapu ke seluruh sudut tanpa terlewat sedikit pun. Sekarang aku baru bisa melihat semuanya dengan jelas, aku berdecak kagum tanpa sadar. Ini sangat indah sekali. Melihat secara langsung sungguh luar biasa.

Aku bahkan telah melupakan sejenak, bahwa saat ini aku adalah seorang tahanan dan melupakan kejadian yang terjadi padaku sebelumnya.  Kuda yang kutunggangi kemudian berhenti, Aslan turun lebih dulu lalu dia menurunkanku. Dia kembali menyeretku membuatku meringis kesakitan, Aslan menghentikan langkahnya dengan tiba-tiba dan menatapku. Dia menatapku sejenak lalu tatapanya turun pada kakiku, aku tidak bisa menebak apa yang sedang dipikirkannya saat ini. Kulihat dia menatap kakiku cukup lama yang membuatku ikut turut menunduk. Dan aku tertegun kakiku ternyata terluka cukup parah pantas saja rasanya sangat perih, aku pikir tidak terluka separah ini tadi.

Aku terpekik ketika tiba-tiba Aslan menggendongku membuatku reflek mengalungkan tanganku pada lehernya. Aku tidak tahu apa yang tengah merasuki pikirannya sehingga dia menggendongku, apa mungkin karena merasa kasihan? Tidak, aku rasa tidak seperti itu Aslan tidak memiliki belas kasih terhadap orang lain. Aku bahkan melihat sendiri dia membunuh seseorang dengan keji tanpa rasa kasihan sama sekali. Mungkin dia tidak ingin aku melarikan diri lagi, ya aku rasa itu alasan yang cukup masuk akal.

Aku tidak tahu apa yang akan dia lakukan padaku nanti, pikiranku hanya tertuju satu. Yaitu mati, kalau tidak begitu dia pasti akan memasukkanku ke dalam penjara. Penjara bawah tanah yang kutahu penjara paling menyeramkan pada zaman Kekaisaran Ottoman, entahlah aku rasa ini adalah akhir hidupku. Aku menghela napas dalam sepertinya aku memang harus pasrah.

 Aku menghela napas dalam sepertinya aku memang harus pasrah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aslan membawaku melewati lorong-lorong panjang dan sepi. Tidak ada penjaga yang menjaga di sekitar lorong-lorong itu,  pencahayaanya begitu tamaram hanya diterangi dengan cahaya obor di setiap lorong. Aku sudah tahu dia akan membawaku kemana, aku menelan ludah dengan susah payah. Aku tidak tahu akan jadi seperti apa jika aku tinggal disana.

Kepalaku beralih menatap Aslan. Pria itu menatap lurus ke depan dengan ekspresi datar dan dingin.

"Ngomong-ngomong kau tampan juga ya." Celetukku tiba-tiba.

Entah hanya perasaanku atau mataku saja yang salah melihat, Aslan terlihat terkejut dan pipinya sedikit memerah saat aku berkata seperti itu. Tapi yang kukatakan itu memang benar, Aslan memang tampan. Sebenarnya sejak pertama kali melihatnya aku tahu dia itu tampan, tapi tak kusangka jika dilihat lebih dekat dia lebih tampan dan menawan. Entah mengapa aku baru menyadarinya sekarang. "Andai kau tak bersikap kasar, aku pasti sudah jatuh cinta kepadamu."

Entahlah aku pikir aku sudah gila dengan berkata seperti itu. Tapi aku tidak menampik dengan yang kukatakan itu, aku bisa saja jatuh cinta pada pria yang sedang menggendongku ini, andai dia bisa bersikap lebih lembut. Aku memejamkan mataku mencoba bersandar nyaman dalam dekapan Aslan. Aku tahu aku gila bisa-bisanya aku malah seperti ini, tetapi aku bisa apa? Mau melawan pun percuma aku sudah tidak punya tenaga lagi dan kondisiku juga tidak memungkinkan.

Perlahan rasa kantuk mulai menghampiriku mataku sudah terpejam sepenuhnya, sebelum aku benar-benar masuk ke alam mimpi aku masih bisa mendengar suara-suara berisik dan suara terkesiap disekitar. Dan aku tahu aku sedang berada di mana.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 26, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The King's ConsortTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang