Hari sudah menjelang malam seperti biasa pemuda itu selalu pulang setelah pukul 7 jika ada yang menantangnya dan teman-temannya bermain basket, dan yang sudah pasti akan dimenangkan oleh dirinya dan teman-temannya.
Abrisam Narendra melajukan motor mungilnya ditengah jalanan ibukota yang ramai oleh kendaraan lain yang berlalu lalang menuju ke tujuan masing-masing. Dia menghentikan laju motornya di sebuah rumah besar milik keluarga Narendra.
Walaupun dia dari keluarga yang berada dia tidak pernah menampakkannya di depan orang-orang atau bahkan teman-temannya. Dia lebih sering menampilan hidup sederhananya. Dan mmang begitulah ajaran keluarganya.
Abrisam turun dari motor kesayangannya dan melepas helmnya. "Baik-baik lo cabe, kalo ada yang mau nyulik lo bilang sama gue. Inget, berapa kali?-" mendekatkan telinganya pada si cabe - motor kesayangannya seperti ingin mendengarkan jawaban dari motor tersebut. "Nah, pinter pencet klakson 3 kali." Lanjutnya sambil menjauhkan telinganya.
Dia terkekeh merasa dirinya sudah gila karena berbicara pada benda yang bahkan tidak akan hidup jika bukan dia yang menghidupkannya. Ah, kayaknya gue udah cocok dimasukin rumah sakit jiwa, kekehnya dalam hati.
Sesaat dia mendongak menatap ke kamar yang tirai jendelanya bergerak ditutup oleh sang pemiliknya. Dia pun mengangkat bahu acuh dan berbalik melangkah ke dalam rumahnya.
"Assalamualaikum ma." Salamnya.
"Waalaikumsalam. Udah pulang nak." Jawab sang mama - Mila khalisa menatap penuh kasih pada putra semata wayangnya.
Abrisam menyalami sang mama "Mandi gih, pasti capek. Mama udah siapin makanan kesukaan kamu." Abrisam tidak melihat keberadaan papanya. Pasti diruang kerjanya, ucapnya dalam hati.
"Iya ma." Abrisam melangkahkan kakinya menaiki anak tangga menuju kamarnya di lantai dua.
Sesampainya di kamar dia melepas seragamnya menyisakan kaos putih dengan celana seragam yang masih melekat di tubuhnya. Duduk sejenak di kursi meja belajarnya, dia membuka laci meja belajarnya dan mengambil sebuah kotak lalu membukanya.
Dia menatap penuh kerinduan pada isi dari kotak tersebut. Ia mengambil salah satu foto yang ada di dalamnya. foto berisikan seseorang yang sangat ia rindukan.
Merindukan wajah imutnya.
Merindukan senyum tawanya.
Merindukan tingkahnya.
Merindukan segala yang ada pada diri dari sosok itu.
Sangat.
Tapi dia tidak tahu bagaimana melepas semua rindunya yang semakin hari terus bertambah tanpa ada cara untuk berkurang. Dia lelah, hatinya lelah.
Cukup, ucapnya dalam hati. Mengusap wajahnya lalu menghela nafas mengembalikan kotak tersebut pada tempatnya. Berdiri dari duduknya dan segera melangkah menuju kamar mandinya.
Abrisam menuruni tangga menuju ruang makan. Dia terlihat tampan dengan kaos polos berwarna abu-abu dan celana selutut berwarna hitam, semua warna yang dia pakai adalah warna kesukaannya.
"Kok banyak banget ma makanannya, emang ada acara apa?" Tanyanya berdiri disamping mama Mila.
"Kita akan makan malam bersama rekan papa yang baru pindah." Sahut sang papa- Dicky Narendra saat sudah sampai di ruang makan dan mengambil duduk di kursi ujung meja yang biasa ia tempati. Kursi kepala keluarga.
"Pindah?" Abrisam mengambil kursi di samping kanan meja.
"Iya. Rekan papa pindah di depan rumah kita seminggu lalu. Jadi, kita mengundang mereka makan malam untuk ucapan selamat datang sebagai tetangga baru kita."
"Sebenarnya mau hari pertama saat mereka baru pindah kesini. Tapi, karna mereka masih beres-beres dan juga papa kamu masih sibuk jadi ya sudah ditunda. Dan semua sudah beres jadi kita bisa makan malam bersama hari ini." Jelas sang mama.
Abrisam hanya menganggukkan kepalanya tanda mengerti. Bel rumah tiba-tiba berbunyi.
"Nah, itu pasti mereka. Kamu buka gih pintunya." Suruh mama mila pada putranya.Abrisam berdiri dan berjalan menuju pintu.
Saat membuka pintu dia melihat sepasang suami istri, menyapa mereka dan mempersilakannya masuk. Di belakang suami istri tersebut terdapat seorang gadis berambut hitam yang diikat menjadi satu dengan pita berwarna merah muda. Gadis itu menundukkan kepalanya sehingga Abrisam tidak bisa melihat wajahnya.Saat gadis itu mengangkat kepalanya Abrisam terdiam sambil memandangi gadis di depannya. Dia, tetangga baru? Ucap ananta dalam hati.
🌻🌻🌻
Maap kependekan.
Otaknya juga lagi pendek buat nulis soalnya, Hehe.
Ps. Maaf banget waktu publish aku nggak tentu. Tergantung mood, kita juga baru jadi otaknya rada lemot kalo mau nulis.
Jadi, mohon maklumin ya gaess. Semoga kalian juga sabar menunggu kelanjutan ceritanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ABRISAM
Roman pour AdolescentsKisah seorang remaja laki laki yang berusaha membuat ingatan gadis kecilnya kembali seperti dulu lagi. Kesedihan, putus asa, tak pantang menyerah semuanya bercampur jadi satu. Akankah laki laki itu bisa membuat sang gadis pujaan mengingatnya? "Gue...