4) Pre-Project

105 8 16
                                    

"Bagaimana agar target di tahun ini bisa kita capai?" Tanya Clarissa membuka diskusi pada hari ini.

Tanganku tergerak sekedar mengusap daguku, seolah berpikir rencana apa yang akan grup kami gunakan dalam pemasaran produk agar dapat menarik banyak konsumen supaya kami bisa mencapai target sekitar 100 juta di tahun ini.

Cukup banyak, bukan?

Memang begitu. Salah satu tugas praktek kuliah di jurusan management pemasaran yang kuambil ini, membuatku harus bisa menyusun rencana dalam berbisnis agar produk yang ditawarkan laku terjual.

Lima detik setelahnya aku menjentikkan jariku, menatap seseorang yang sebelumnya menanyakan hal tersebut. "Kalau kita ingin mencapai target lebih cepat tahun ini, itu artinya kita harus memperluas pemasaran. Maksudku, kita harus memasarkan produk ke luar kota juga."

Netraku memandangi mereka ber-empat bergantian yang kini tengah mengangguk-angguk seolah setuju.

"Tapi, bukankah kita juga perlu budget untuk kesana?" Tanya Shofia.

Aku menyeruput minuman ice caramel ini sembari memandangi jalanan kota yang dipenuhi hiruk-pikuk manusia berlalu-lalang dari lantai dua cafe yang berada di kampusku. Suasana yang cukup bising untuk hari yang cerah.

Saat aku masih mencoba mencari jawabannya, tiba-tiba Reyond bersuara, "Aku bisa membantu setengahnya. Dan aku rasa, semuanya tidak perlu ikut ke luar kota, jadi beberapa tetap memasarkan produk ini di sini. Bagaimana?"

Ide bagus.

"Aku setuju." Jawabku pada akhirnya.

Kulihat mereka semua sepertinya sependapat dengan ide Reyond. Dia memang dapat diandalkan dalam situasi seperti ini, mengingat kalau dirinya merupakan anak tunggal dari seorang pengusaha sebuah produk yang cukup terkenal di kotaku, bahkan produk ayahnya sudah ada di beberapa kota lainnya.

Noel yang baru saja meminum ice lemon tea -nya kini tengah menatapku dan yang lainnya secara bergantian, "Jadi, siapa yang akan pergi dan tetap tinggal?"

•••••

"Ayah, kelompok Sia ingin memperluas pemasaran produk kopi milik ayah. Jadi, Sia, Reyond dan Shofia akan ke luar kota. Bolehkan?"

Pandanganku beralih kepada ayah yang tengah membuat kopi di dapur dengan tanganku yang masih berkutat pada koper.

Setelah beberapa bulan yang lalu kami bingung akan memasarkan produk apa untuk tugas praktek tersebut. Akhirnya, aku memberikan sebuah ide yang langsung mereka setujui supaya menjual produk kopi modern saja, selain karena digemari oleh banyak kalangan dan memiliki cukup banyak manfaat, aku juga bisa membantu memperluas bisnis ayahku. Aku ingin agar Moonbucks dikenal di kawasan yang lebih luas lagi.

Tampak ayah mengangguk-angguk setelah mencicipi se-sendok Arabica coffee yang telah dibuatnya, lalu menatapku.

"Tidak masalah. Kapan kau berangkat dan dimana?"

"Lusa, rabu besok. Aku pikir lebih baik ke Jakarta karena disana merupakan pusatnya bisnis. Selain itu, kemungkinan besar kita akan mendapat keuntungan dan bisa meningkatkan citra untuk bisnis ayah juga." Jelasku pada ayah, fokusku kembali pada beberapa pakaian yang kumasukkan ke dalam koper.

Kudengar langkah ayah perlahan mendekat, lalu aku merasakan tangannya menyentuh kepalaku.

"Kau benar, Sia. Berapa lama? Ayah akan bantu kebutuhan kalian selama di sana, karena tugas praktek kalian akan berdampak pada usaha ayah."

FILTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang