Pagi hari menyambut dengan indah, sang matahari sudah bersinar terang. Namun, cowok itu masih bergelung dalam selimut, menikmati tidur nyenyaknya. Memimpikan pujaan hati adalah mimpi terindah sehingga ia tak mau membuka mata. Memang tidak ada yang lebih indah dari pada bermimpi.
“AZKA BANGUN!” teriak Zia dari bawah membuat Azka terlonjak kaget mendengar teriakan menggelegar itu. Nyawa Azka masih terjebak di alam mimpi, dengan kesadarannya yang masih setengah, Azka memejamkan mata kembali.
“LIMA MENIT LAGI BUN.” teriak Azka dari kamar. Ia menarik selimut kembali, sampai menutupi wajahnya. Zia yang mendengar hal itu, langsung bergegas menuju kamar putranya.
“AZKA BANGUN KAMU MAU TELAT HAH? KALO GAK BANGUN BUNDA GAK KASIH UANG JAJAN SELAMA SEPULUH BULAN MAU?” teriak Zia menggelegar di dalam kamar. Sang bunda menarik telinga anaknya membuat mata sang anak sontak terbuka lebar karena merasa kesakitan.
“Awh ... s-sakit Bun.”
“Makanya kalo dibangunin itu ya bangun, bukan malah tidur lagi. Buruan mandi. Lima menit lagi masuk.”
Azka melihat ke arah jam yang menempel di dinding, dan benar saja apa yang dikatakan Zia, lima menit lagi sekolahnya akan ditutup. Azka langsung berlari ke kamar mandi.
“Shit! Gue telat,”
Setelah siap, Azka langsung berlari dari tangga dengan keadaan rambut yang masih acak-acakan. Sangking cepatnya, Azka melebihi Si Kilat Kuning dari Konoha, yang konon katanya Hokage tercepat.
“AZKA KAMU GAK SARAPAN?” teriak Zia. Namun Azka sudah pergi dengan motornya bahkan tanpa pamit. “langsung pergi aja tu anak nggak salam dulu lagi,” dengus Zia.
“Udahlah Bun biarin aja. Dia buru-buru kali,” ucap Arya, yang sedang sarapan. Zia menghela napas pelan lalu duduk di samping suaminya itu.
Sedangkan di tempat lain, Azka sudah sampai di sekolah. Baru saja membuka helm, ia sudah di datangi guru killer.
“AZKA KENAPA KAMU TELAT LAGI?”
Azka menggerutu kesal, sembari menyumpah serapahi Bu Eni. Siapa yang tidak kesal pagi-pagi sudah kena semprot. Cowok itu turun dari motor menghadap guru yang sudah siap mengamuk.
“Kaya nggak tahu saya aja Bu,” balas Azka kelewat santai.
“Kamu itu ya, udah kelas dua belas masa nggak tobat-tobat?” ucap Bu Eni sembari berkacak pinggang.
“Ibu juga tobat dong. Ibu udah tua bentar lagi bisa aja meninggal. Banyakin amal saleh Bu, jangan marahin saya terus entar dosa ibu tambah banyak,” ujar Azka dengan wajah sedih yang dibuat-buat.
“Kamu ini ya. Bukannya nurut sama orang tua malah ikut ceramahi. Kamu pikir kamu siapa?” Masih pagi sudah ada yang memancing kemarahannya, membuat Bu Eni naik darah. Dan orang itu, adalah orang yang sama, siapa lagi kalo bukan Azka. Bu Eni tak habis pikir dengan Azka yang selalu melawannya, ada saja jawaban Azka yang membuatnya marah. Lama-lama Bu Eni bisa darah tinggi menghadapi murid yang satunya ini.
“Saya Azka Alvaro Wibawa anak dari ayah Arya Julyan Rizki Ramadhan dan bunda Zia Putri Wibawa. Saya kelas XII IPS1 anak paling tampan, kece, pintar, bombastis pokoknya!” balas Azka dengan menggebu-gebu.
“Cukup. Jangan banyak ngomong kamu. Ikut lari sama geng geng ABC sana!” suruhnya dengan tegas.
“Kecap Bu?” tanya Azka.
“ABCD itu geng kamu lah. Liat aja nama kalian Azka, Bima, Cakra, Daniel. ABCD kan? Banyak ulah sih kalian, ABCD lagi ABCD lagi," ucap Bu Eni begitu frustrasi. Bagaimana tidak, Azka dkk selalu saja membuat ulah, walaupun terbilang kecil dan tak serius, mereka selalu mengulangi kesalahan yang sama. Contohnya seperti saat ini, mereka datang terlambat untuk ke sekian kalinya.
“Bagus juga tuh saran namanya Bu. Makasih ya Bu, udah kasih julukan buat saya and the gank,”
Bu Eni hanya bisa menghela napas kasar, dan mengelus dada agar tetap bersabar. “Buruan sana lari keliling lapangan sepuluh kali!” suruhnya dengan galak.
“Biasa aja kali Bu, gak usah marah-marah. Ibu mau kena darah tinggi, marah-marah mulu?”
Mendengar itu sontak saja Bu Eni melototkan matanya. “Kamu doa’in saya hum?” tanya Bu Eni sembari berkacak pinggang, tak lupa dengan matanya yang hampir keluar.
Azka bergidik ngeri melihat hal itu. Bu Eni sangat menyeramkan jika benar-benar marah. “Bukan ngedoain Bu. Bedain dong cara saya ngomong. Saya tuh nanya bukan ngedoain, bisa dibedain kan?”
“Udah buruan sana. Kamu cari kesempatan aja. Pasti kamu lama-lamain mau bolos belajar kan?” tuduh Bu Eni.
“Tahu aja sih Bu,” ucap Azka diakhiri kekehan kecil.
“BURUAN! AZKA!” teriak Bu Eni yang sangat geram. Azka langsung lari ngacir ke lapang dan menjalankan hukumannya, walaupun tidak ikhlas.
Saat berlari mata Azka tertuju pada satu titik, ia melihat ke salah satu gadis yang sedang duduk di kursi dekat pohon pinggir lapangan, dia adalah Ashilla. Ashilla yang merasa diperhatikan pun menoleh, tanpa disengaja manik matanya bertemu dengan manik mata Azka. Ashilla segera memutuskan kontak mata mereka.
Hari ini, jadwal olahraga di kelas Ashilla. Namun Pak Tono selaku guru penjas belum datang juga. Dan akhirnya mereka pun harus menunggu setelah melakukan pemanasan.
Azka menyudahi larinya, ia sangat lelah setelah melakukan lari sepuluh putaran. Pemuda itu memutuskan untuk keluar lapangan menghampiri teman-temannya, yang tengah duduk selonjoran di pinggir lapang.
“Telat juga Az?” tanya Bima.
“Buta mata lo?!” sungut Azka. Hal itu membuat ketiga sahabatnya terkejut bukan main. Azka mengatur nafas yang memburu. Sedangkan Bima mengelus dadanya sabar, jantungnya hampir copot mendengar suara Azka.
“Santai dong, anjir.”
Azka menghela napas panjang, lalu menyugar rambut gemoy-nya ke belakang. Membuat beberapa adik kelasnya yang melewati mereka memekik tak tertahan.
“Itu kak Azka ganteng banget gila!” pekik Laura di sebelah Ashilla. Ashilla dapat melihat Laura yang menatap Azka dengan tatapan memuja, dari binar di matanya, Ashilla tahu bahwa gadis itu menyukai Azka.
“Memang ya, cowok kalo keringatan tambah ganteng. Damage-nya nggak main anjir!” pekik Sely yang tak kalah heboh dengan Laura.
“Kalo lo Shill?” tanya Laura.
“Biasa aja,” balas Ashilla singkat, ia fokus ke ponselnya lagi.
“Mata lo nggak rabun kan Shill?” tanya Laura yang sangat heran dengan Ashilla, gadis itu tak pernah menganggap bahwa ciptaan tuhan bernama Azka begitu tampan.
“Mata gue masih jeli yah,” ucap Ashilla tak mau kalah.
“Lo nggak liat kalo kak Azka tuh gantengnya kebangetan?”
“Biasa aja deh, lo aja yang melebih-lebihkan. Menurut gue biasa aja,” ucap Ashilla acuh. Ia kembali fokus ke ponselnya membalas pesan dari seseorang.
“Lo bilang gue biasa aja?” tanya Azka yang entah dari kapan ia sudah ada di hadapan Ashilla. Disusul oleh Bima, Cakra, dan Daniel.
“Hm,” gumam Ashilla yang sudah tahu siapa orang di hadapannya tanpa perlu melihat.
“Buka mata lo. Di depan lo ada pangeran Cahya Bangsa," ucap Azka sembari menangkup kedua pipi Ashilla. Cowok itu menatap Ashilla begitu dalam, sampai ia hanyut sendiri dalam tatapan tajam milik Ashilla.
“Apaan sih lo? Lepas!” Tatapan nyalang ia berikan kepada Azka. Baru dua hari Ashilla menginjakkan kaki di sekolah ini, tapi manusia bernama Azka selalu mengganggu dan membuatnya kesal. Hal tersebut membuat ketenangan Ashilla terusik.
“Manik mata lo cantik, sampai gue nggak bisa lepas dari tatapan lo.” ucap Azka begitu tulus dari hati.
Masih di posisi yang sama, Ashilla memutar bola matanya dengan malas. Gadis itu melepaskan tangan Azka dari wajahnya dengan kasar. “Jangan pegang gue. Nggak sudi gue dipegang sama makhluk Pluto kaya lo!”
“What? Makhluk Pluto?” tanya Daniel dengan tawa yang pecah begitu saja mendengar julukan Ashilla kepada Azka. Sangking tampannya Azka, Ashilla menyamakan sahabatnya itu dengan makhluk asing. Daniel tak habis pikir dengan Ashilla, bisa-bisanya ia memberi julukan sejelek itu kepada Azka.
“Nggak ada yang lebih keren dikit gitu Shill? Panggil gue Azka kek, gitu. Sayang juga gak papa,” ucap Azka dengan senyum nakal, tak lupa alis yang dinaik-turunkan.
“Sayang? In your dream.” ucap Ashilla lalu pergi dari sana menuju Pak Tono yang akan memberikan materi hari ini.
“Woy! Lo berdua,” panggil Azka kepada Laura dan Sely. Mereka yang dipanggil pun tersentak kaget. “Kita?” tanya Laura sambil menunjuk dirinya sendiri. “Iyalah! Siapa lagi kalo bukan lo berdua!” ketus Azka dengan wajah begitu kesal, membuat orang yang ada di sana bergidik ngeri.
“Anjir si Azka marah. Tadi aja sama Ashilla lembut sama temennya jadi ketus. Pilih kasih memang,” cibir Bima.
“Diem lo Bim!”
Bima mengangkat dua jari membentuk huruf V. “Bercanda, Az. Jangan baper,” ucap Bima dengan takut-takut. Ia takut Azka garang muncul. Apa lagi jika Azka sudah marah, bisa-bisa ia mati muda.
Azka kembali menatap kedua teman pujaan hatinya itu dengan nyalang. Sely menggenggam tangan Laura menyalurkan rasa takut, ketika tatapan Azka seperti hendak memakan mereka berdua saja. Sedangkan Laura mencoba untuk tetap santai, walaupun hatinya terasa terbakar.
“Temen lo itu sukanya apa sih? Gue heran sama cewe kaya Ashilla, dikasih gue yang sempurna masa nggak mau?” tanya Azka dengan wajah kesal.
“Ya kita nggak tahu Kak. Orang kita juga baru kenal kok,” ucap Sely.
“Tanyain aja sama Ashilla!” ucap Laura sembari mendelikkan matanya tidak suka.
“Gue ada satu permintaan. Bilang ke Ashilla jangan blok nomor gue. Kalo Ashilla masih nge-blok gue nyawa kalian yang jadi taruhannya,” ucap Azka, yang tak main-main. Laura dan Sely menelan salivanya dengan susah payah.
“Kenapa nggak kak Azka sendiri? Memang ada hubungan apa sih kak Azka sama Ashilla!” Mendengar nada tak suka dari perkataan Laura, membuat Sely menyenggol lengannya.
“Lo kenapa ngomong gitu anjir?” bisik Sely.
“Ya terserah gue dong! Itu kan bukan urusan gue, kalo Ashilla blok kak Azka harusnya dia sendiri yang ngomong sama Ashilla. Kenapa harus suruh gue?” balas Laura dengan nada sewot.
“Udah sih, turutin aja,” bisik Sely.
“Mau bantah gue? Mau kaki atau leher yang gue patahin?” tanya Azka dengan sorot mata yang menajam. Tiba-tiba saja aura Azka menjadi tak bersahabat, membuat tubuh Sely dan Laura menegang seketika.
“Enggak Kak. K-kita bakal ngomong sama Ashilla kok. Iya kan Ra?!” Melihat tatapan tajam dari Sely membuat Laura terpaksa menyetujuinya. Dari pada nanti Laura terkena masalah, lebih baik ia mengalah.
“Bagus, kalian boleh pergi.”
Mendengar itu membuat Sely langsung menarik tangan Laura pergi dari sana. Jantung Sely terus berdebar, bukan hanya takut kepada Azka, tapi dengan sahabat cowok itu yang bernama Cakra. Aura dingin dan tatapan mengintimidasi itu membuat batin Sely tertekan. Sely bersyukur bisa pergi secepat mungkin dari sana.
“Anjir ngeri lo Az. Minta tolong sih boleh, tapi nggak pake ngancam juga kali,” ucap Daniel.
“Kenapa memang? Masalah?”
Daniel menghela nafas kasar. “Enggak Az enggak, lo memang paling bener kok. Cuman kasihan itu anak orang jadi sawan,” balas Daniel.
“Bodo amat,” balas Azka acuh. Ia pergi begitu saja meninggalkan teman-temannya menuju ke kantin, perutnya sudah berbunyi meronta-ronta minta diisi, karena tadi Azka tak sempat sarapan pagi. Dari pada ia mati, lebih baik segera makan di kantin.
“Shill. Lo blokir nomor kak Azka?” tanya Sely.
Ketiga perempuan itu masih berada di ruang ganti setelah mengganti baju olahraga, dengan seragam biasa. Sudah 20 menit mereka ada di sana. Bukan hanya mengganti baju, tapi juga mencuci muka, dan bermake-up ria agar wajah mereka kembali cerah seperti semula.
“Hm,” balas Ashilla dengan singkat. Ia fokus merapikan rambutnya di depan kaca. Sesekali melirik Laura yang diam sembari mengoleskan lipblam di bibir.
“Shill jangan diblokir ya?” pinta Sely.
“Memang kenapa kalo gue blok dia? Kan itu urusan gue,” balas Ashilla.
Laura yang mendengar itu seketika menghentikan kegiatannya. Ia teringat kembali ucapan Azka yang tak main-main. “Shill buka bloknya Shill. Jangan blok kak Azka please,” mohon Laura. Ancaman Azka tadi membuat Laura ketakutan. Laura tidak ingin bagian tubuhnya dipatahkan oleh Azka jika tidak menuruti pria itu.
“Memang kenapa sih?” tanya Ashilla yang sudah heran karena keduanya memohon-mohon agar membuka blokiran Azka.
“Lo tega liat kita mati muda Shill?” tanya Sely dengan wajah sendu. Ashilla mengerutkan keningnya, masih tidak mengerti dengan apa yang terjadi. “maksud lo apa?”
“Jadi gini Shill. Kata kak Azka lo harus buka bloknya, jangan blok dia. Nanti taruhannya nyawa kita Shill. Tolonglah Shill, gue nggak mau mati muda kaya gini. Gue belum nikah, belum punya anak juga Shill. Please jangan blok kak Azka,” ucap Laura jujur.
“Oh, jadi dia ancam kalian supaya gue nggak blok gitu?”
“Iya Shill,”
“Kok kalian takut sama tuh makhluk pluto?” tanya Ashilla.
KAMU SEDANG MEMBACA
Az & As
Teen FictionR15+ Azka Alvaro Wibawa ialah orang yang mengobati rasa sakit di hati seorang gadis bernama Ashilla. Gadis yang sempat mati rasa, karena masa lalunya yang kelam. Bahkan Ashilla menganggap bahwa cinta dan kasih sayang hanyalah sebuah kebohongan bela...