Jujur sampai saat ini aku belum bisa melupakan Toni. Selain karena dia memiliki pesona yang memang cukup menarik hati juga aku masih merasa bersalah padanya karena luka ditangannya yang aku sebabkan. Aku sudah mengantongi alamatnya, apakah aku harus kesana sekarang ya? Aku sangat merasa tidak enak saat ini. Bi Siti tidak menghubungiku sama sekali. Namun, sepertinya ada baiknya jika aku datang kesana sambil membawa buah-buahan segar untuk dia santap dan beberapa kue, karena dia sangat suka kue. Aku juga ingin tahu keadaanya meski ini baru hari ketiga.
“Gus, lu mau anterin gue gak?”
“Ke rumah bocah itu?”
“Iyelah, lu kemarin kan udah janji mau ikut.”
“Yodah yodah. Jom. Gue masih penasaran sama tuh bocah.”
Aku membeli beberapa kue yang aku anggap enak, juga beberapa buah yang umum diberikan kepada orang yang sedang sakit. Aku rasa ini cukup sebagai bahan untuk basa basi nanti ketika aku sampai disana dan kehabisan bahan obrolan. Selain itu, aku memang masih merasa tidak enak dengan Toni.
“Aku memacu kendaraanku dengan cukup cepat, aku tidak peduli dengan Agus yang sedang Video Call dengan pacarnya, karena yang jadi prioritasku saat ini adalah Toni dan kesembuhannya. Cuma itu, masa bodo dengan si Agus.
“Udah sampe.”
“Buset Dan, ini rumah apa istana? Gede buangettt.”
“Halahhh, kampung amat si lu.”
“Liat gini aja udah lumer aja tu mata, emang dasar matre.”
“Wkwkwkwkw, gausah gitu lah, gue kan Cuma exited gitu liat beginian.”
“Yodah, lah gus serah lu. Nanti jangan sampe malu-maluin gue.”
Ting..tong...ting..nong...
“Siang Pak Jamal.” ucapku
“Oh, Mas Dana, saya kira siapa. Mau cari Mas Toni ya?” silahkan masuk Mas.”
“hehe. Iya nih Pak. Terima kasih.”
Pak Jamal memanggil Bu Siti dengan keras dan lantang. Kekosongan rumah ini sekian lama tanpa orang Tua Toni, membuat mereka merasa ini seperti rumah mereka sendiri sepertinya. Lucu aku melihat tingkah mereka.
“Wah, Mas Dana ya. Aduh.. Maaf Mas. Bibi gak sempet hubungin Mas, soalnya nomornya kemarin lupa Bibi simpan, jadinya ya gitu. Tapi syukur deh Mas Dana masih inget alamat ini.”
“Oh iya gak apa kok Bi, tadi saya nanya sama Ibu Kantin yang sempet diajak ngobrol sama Toni, jadinya ketemu deh alamatnya. Toninya ada Bi?”
“Mas Toni ada kok Mas, lagi tidur di Kamarnya. Mari Bibi antarkan.”
“Oh oke terima kasih Bi, ini saya bawa kue, buah juga tolong ya Bi.”
“Siap Mas.”
Aku dan Agus diantar menuju kamar toni di lantai dua. Memang benar seperti yang Agus katakan. Rumah ini besar, bahkan terlalu besar untuk tiga orang, lebih seperti rumah untuk banyak orang disini.
Tok....Tok...Tok...
“Mas Toni... ini Mas Dana dateng buat jenguk Mas Toni. Mas Toni, buka pintunya”
Ternyata pintunya tidak dikunci, aku melihat gundukan di tempat tidurnya Toni. Mungkin dia sedang tidur dengan selimut menutupi seluruh tubuhnya. Aku mendekati tempat tidurnya dan ternyata itu hanyalah guling yang diselumti dengan rapi.
“Loh, Mas Toni kemana?” Bi Siti mulai panik.
“Sabar Bi, kita cari disekitaran rumah dulu, mungkin dia lagi sembunyi. Agus lu bantu juga ye.”
“Oke Dan.”
Bi Siti juga menyuruh Pak Jamal untuk memeriksa seisi rumah, dihalaman depan, dan belakang, aku dan Agus pun berusaha mencari Toni. Rumah ini sangat luas dan besar, aku sampai pusing dan lelah mencarinya. Jika ini adalah tingkah jailnya, ini sudah kelewatan, untuk apa dia melakukan hal ini. Dasar bocah onar. Rasa kasihan dan empatiku berubah menjadi gusar dan kesal. Aku mulai kesal mencari anak ini tapi tidak kunjungketemu.
“Pak, apa dirumah ini ada CCTV?” Agus bertanya.
‘Tentu saja ada Mas.”
“Ayo kita lihat rekamannya, siapa tahu Toni tertangkap CCTV sebelum dia menghilang.”
Benar saja, Toni terlihat keluar dari kamar dan keluar lewat pintu belakang tanpa ada seorang pun yang tahu. Anak ini cerdik sekali, onar dan menjengkelkan. Sebal sekali mau pergi kemana dia dengan kondisi tubuh seperti itu.
“Pak, gimana dong ini?”
“Mas Toni pergi, Ibu takut kalo Mas Toni kenapa-kenapa dijalan Pak.”
“Tenang Bi, Pak. Biar Toni saya sama Agus yang cari. Sepertinya saya tahu dia akan pergi kemana. Saya pastikan akan bawa Toni pulang Bu, Pak.”
“Iya Mas, terima kasih ya. Maaf jadi merepotkan.”
“Tidak apa Bi, santai saja.”
“Bapak ikut ya Mas!”
“Tidak usah Pak, Bapak jaga Bi Siti dan rumah ini saja. Biar Toni saya yang urus.”
“Baiklah Mas, tolong ya.”
“Pasti. Ayo Gus!”
Dasar anak bandel!!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
ROMANTISME DUNIA ABU-ABU
Teen FictionKetika kau tak mampu membohongi rasamu maka ia akan mrngambil alih dirimu dan juga hatimu...