Bab 1

131 3 0
                                    

Aku adalah seorang gadis berusia dua puluh dua tahun. Bekerja di sebuah perusaan besar di kawasan elit strategis tepat di tengah kota London. Hari ini hari pertama ku bekerja masuk kekantor Hilton Group (separate from the US Hilton company) setelah hampir sebulan aku libur karena dirawat dirumah sakit. Satu minggu pertama aku dirawat dirumah sakit karena aku terserang penyakit breakbone fever, dan hanya selang beberapa hari aku harus dirawat dirumah sakit lagi karena aku harus menjalani operasi usus buntu. Sekarang masih sangat pagi, masih ada dua jam lagi waktuku untuk masuk bekerja.

Aku menatap pantulan diriku di cermin. Melihat apakah ini sudah sempurna. hampir sempurna menurutku, aku memakai rok pensil berwarna hitam selulut, memakai kemeja sutra putih dan untuk lebih bagus mendekati kata sempurna aku memakai blazer berlengan setengah tiang warna hitam. Aku memperhatikan wajah mendekat ke cermin. Memastikan untuk tidak memakai make up berlebihan, cukup memakai bedak, eyeliner mata, dan lipstik berwarna peach. Rambutku ku ikat rapih kebelakang. Mempercantik diri secara umum, tidak secara khusus.

Aku keluar dari kamarku, dan teringat sesuatu. Aku berjalan berbalik arah menuju kamar yang berada di samping kamarku. Ku buka pintu kamar itu dan tebakan ku benar, dia masih tidur dengan sangat pulas. “Hei Alice Staley, banngunlah ini sudah siang.” Aku menggoyang-goyangkan tubuh seorang wanita yang usianya sebaya denganku. Teman sekamar ku sejak dua tahun yang lalu. Saat itu kami bertemu di acara seminar tahunan dan kami langsung merasa akrab memutuskan untuk menyewa flat bersama. Aku benci tinggal sendirian. Orang tua ku tinggal di Chicago, sedangkan orang tua alice tinggal di Edinburg, Skotlandia. Dia adalah seorang fotografer yang handal. Karya-karyanya sangat luar biasa, tapi lihat kebiasaanya yang suka bangun siang. Itu benar-benar menjengkelkan aku merasa seperti seorang baby sitter yang merawat bayi tua berumur dua puluh dua tahun. Setiap pagi membangunkannya dan itu membutuhkan sedikit tenaga berlebih.

“Aku sudah bangun, cepatlah pergi bekerja, kau akan terlamat.” Dia bergumam “Mimpiku belum selesai.” dengan suara serak dan mata terpejam. Ya aku tahu bahwa kenyataan saat ini adalah nyawanya belum terkumpul sepenuhnya. Aku melirik ke jam tangan hitam ku. Waktu tersisa tinggal tiga puluh menit lagi. “Baiklah aku akan berangkat sekarang” kataku akhirnya. Toh pekerjaan dia tidak harus datang kekantor. Kadang aku iri melihatnya bisa bekerja dimana pun, dan masalah waktu dia lah yang mengaturnya sendiri.

Dengan cepat aku melesatkan kakiku menuju parkiran, kemudian aku masuk kedalam mobil Subaru BRZ berwarna biru yang terparkir manis. Aku merasa bangga bisa membeli mobil ini dengan jerih payahku sendiri. walau tidak sepenuhnya, ayahku yang membayar separuh lebih untuk harganya.

++

Aku sampai dikantorku dengan hampir terlambat. Sedikit terengah-engah namun tetap bisa mengontrol irama bernafasku. Terlihat orang-orang dikantor sibuk tenggelam dengan pekerjaannya masing-masing. Aku langsung menuju kursi ku menyalakan komputer, dan memulai pekerjaanku dengan semangat. Beberapa orang menyapaku dan mengucapkan selamat untuk bisa bekerja lagi. Tapi hanya sekilas saja. Ini jam kerja dan semua orang sedang sangat sibuk.

Jam makan siang tiba, seperti biasa kami, maksudku aku dan tim ku dikantor sangat kompak, selalu makan dimeja yang sama di cafeteria, berbeda dengan tim yang lainnya mereka lebih suka makan bersama pasangan sendiri. aku melirik rekan kerja disebelahku. Umurnya satu tahun lebih tua dari ku. Sarah namanya, dia wanita yang sangat cerdas dan cantik. dia yang paling dekat dengan ku. Dia juga banyak membantuku. “Ana, kau sudah oke?” Tanya sarah lembut kepadaku.

“Ya sarah, aku sudah sangat oke sekarang dan siap membantu tim ini lagi.” Aku tersenyum mantap dengan sarah dan rekan-rekan ku yang lainnya.

Tim ku ada enam orang, aku, sarah, bobby laki-laki berumur empat puluh tahun sudah beristri dan punya anak, dia pendiam. John L laki-laki sangat tampan berumur dua puluh delapan tahun, dia terkenal dengan julukannya sebagai player. Kemudian ada Tasya, dia sebaya dengan Sarah, Tasya satu-satunya orang yang sangat jauh dari ku. Dia tidak menyukaiku, aku tahu itu tetapi aku tidak memperdulikannya. Dan yang terakhir adalah senior yang paling kuhormati Tn Marcus, namun sayangnya laki-laki paruh baya itu pindah tugas ke Paris dua bulan lalu.

“Ana, makanlah yang banyak” John menaruh daging keatas sendok ku, dia tersenyum.

“Aku akan memakanya dengan senang hati.” Aku memasukan daging kemulut ku. John terlihat puas dengan nafsu makanku.

Aku menelan makanan itu kemudian terlintas beberapa pertanyaan diotak ku. “Ada yang aneh, aku tidak bekerja hampir sebulan, aku fikir pekerjaan ku menumpuk segunung, tetapi sungguh tadi itu tidak banyak. Aku bertanya-tanya apakah terjadi sesuatu dengan pekerjaan ku, atau ada yang membantu pekerjaan ku?” aku bertanya kepada tim ku, menunggu siapa pun yang bersedia menjawab pertanyaan ku.

“Ah ya aku lupa memberitahu mu, saat kau di rawat dirumah sakit, tim kita bertambah satu orang, dia pindah tugas dari Paris. Dia sangat pintar. Pekerjaannya jenius, rapih, dan cepat. Dia mengerjakan tugas mu agar kerjaan tim kita lebih cepat selesai.” Yang menjawab adalah sahabat ku tersayang, Sarah.

“Wow aku baru tahu, tetapi kenapa dia tidak makan bersama kita sekarang?” aku bertanya lagi sambil mengangkat kedua alisku.

Kali ini John yang menjawab “Dia mendapat telepon, sepertinya ada sesuatu, mungkin bertemu kekasihnya. Dia terlihat mesra di telepon.” John menjawab dengan wajah yang masih fokus memotong daging yang ada dipiringnya.

“Hei John, kau selalu sok tahu, siapa tahu itu dari ibunya atau saudaranya.” Tasya menyahut.

“Aku tidak sok tahu, aku mendengar sendiri dia menyebut nama Swetty. Kau fikir itu Ibunya hah? dia sangat tampan, walaupun kadarnya masih jauh dibawahku mana mungkin dia tidak punya pacar.” John membela diri sambil matanya membesar.

Aku hanya menganggukan kepala ku, tidak perduli dengan pertengkarang mereka berdua. Aku harus menemuinya dan berterimakasih padanya nanti. Aku tersenyum sendiri sangat senang mengetahui tim ku lengkap berjumlah enam orang lagi. Aku lebih bersemangat untuk bekerja. Ini akan bagus.

One ConfessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang