Bagian 6

23 7 0
                                    

  Sepagi ini Vandha terbangun dari mimpi indahnya. Sebenarnya dia masing ingin tetap bergelug dibalik selimut yang terlalu nyaman jika ia harus bangkit meninggalkan kehangatannya. Hari ini hari Minggu tapi ia tidak ingin melewatkan kesejukan embun pagi ini.

  Dilirik tempat tidur disisinya, tempat Ghaluh terlelap. Tapi ternyata nihil karena ia tidak menemukannya disana.

"Kak Yua" dengan berat hati ia harus mengalah,menapaki lantai dengan malas.

Namun, ketika Vandha hampir menyelesaikan pijakannya pada anak tangga terakhir.  Matanya membulat sempurna menyaksikan betapa bahagianya Ghaluh dan maminya dimeja makan.

  Perlahan ia berjalan menghampiri keduanya dengan bibir sedikit dimajukan. "Mami jahat banget sih kok Vandha nggak dibangunin." Ujarnya mengawali pembicaraan seraya duduk bergabung untuk menikmati sarapan. "Udah mah keliatan bahagia banget gitu. Kan, Vandha juga pengen ikut bahagia."

" Bentar deh kayaknya gue mencium bau-bau orang kurang bahagia." Balas Wandha asal tanpa sedikitpun mengalihkan aktivitas menyendok makanannya. "Cemburu luh,Van? Makanya bangun. Dari pagi kak Yua bolak-balik bikinin sarapan sama banguning Luh. Udah ya mendingan sekarang Luh makan nanti keburu dingin. Udah telat malah kebanyakan drama lagi."

  Ghaluh menyaksikannya begitu haru. Tanpa sadar ia menyunggingkan sebuah senyuman yang melukis indah diwajah cantiknya. Keluarga ini begitu hangat meskipun cara Wandha menyampaikan sayang kepada anaknya sedikit berbeda.

Ia melirik Vandha yang begitu bersemangat menghabiskan jatah miliknya,Sepertinya Vandha menyukai masakannya.

"Anak Mami pelan-pelan dong makannya,kaya orang nggak dikasih makan dari kecil nyampe Segede gini." Celetuk Wandha dengan candaan khasnya. Bagaimana mungkin,kalau seandainya dari kecil sampai besar belum pernah diberikan asupan. Darimana ia akan hidup?. Ah, abaikan.

  Kehangatan semakin terasa hingga tanpa sadar sebuah pintu telah terketuk dari luar sana.

"Bentar ya, biar Mami aja yang ngebukain. Kalian lanjutin aja sarapannya."

  Wandha bangkit,lantas melangkah kearah pintu untuk membukakan pintu untuk pelaku yang telah mengetuk pintunya sepagi ini.

  "Eh Pangeran, pagi bener Luh datang kemari. Khawatir sama Yua? Tenang aja dia baek-baek disini. Apalagi Yua mandiri gitu. Terbaik lah Luh milih cewek."

Pangeran hanya tersenyum tipis untuk menanggapi. Jujur ia tidak berselera dengan topik-topik seperti ini. Terserah Bibi Wandha akan menganggap hubungannya dengan Ghaluh seperti apa,yang jelas jika ia mengelak untuk menyatakan yang sebenarnya mungkin Bibinya akan lebih menyerukan pendapatnya bahwa Ghaluh adalah pilihannya.

"Mereka mana bi?"

"Di meja makan. Lagi pada sarapan tuh." Jawab Wandha sembari menunjuk kearah objek. Sekaligus tanpa ada perintah pangeran melangkah masuk seakan rumah itu begitu terbuka untuknya.

"Yu, gue mau ajakin Lo jalan." Tawar pangeran sembari ikut bergabung diantara keduanya dimeja makan.

"Lo yakin?"  Jawaban itu ternyata tidak keluar dari mulut Ghaluh,melainkan Vandha yang begitu berbinar dengan tawaran pangeran.

Pangeran meliriknya dengan tatapan sinis. " Entah gue mimpi atau baru bangun tidur ya?. Tapi perasaan gue tadi nggak salah ngomong. Gue nggak ada ngajak Lo,kan?."

"Ih jahat banget Lo, Bang nggak ada niatan buat ajakin gue."

"Mmm..gimana ya?" Gumam Pangeran dengan gaya sok berpikirnya. "Tadinya sih gue cuma mau ngajakin Yua doang biar nggak bosen karena yang dilihat muka Lo terus, tapi ya udah lah. Lagi pula ngebawa Lo nggak ada ruginya kalo Lo yang bayarin semua."

Singgahsana HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang