Kamu berlama-lama di kamar mandi, menggosok keras-keras sekujur tubuh. Air mata mengalir deras bersama air shower. Kamu ingin memutar waktu, sehari lalu saja tak apa.
Kemarin petang, sepulang UAS di jalan kamu dicegat beberapa preman. Kamu lari, tapi mereka bisa menangkap dan menyeretmu. Kamu dibawa ke bangunan terbengkalai.
Kamu berteriak, kamu ditampar. Kamu menangis memohon, kamu diludahi. Kamu ingin melawan, tapi rasa takut membuatmu tak bisa bergerak. Kamu ingin neraka ini segera berakhir.
Setiap sentuhan dan gerakan terasa begitu lama. Kalimat-kalimat kotor yang mereka luncurkan membuatmu merasa terhina. Kamu tak bisa menerka waktu, sebab rasa sakit melampaui segalanya.
Kamu ditinggalkan di sana dengan pakaian terkoyak dan tubuh belepotan cairan terkutuk. Kamu hampir bunuh diri jika teman kos tidak meneleponmu. Penuh isakan, kamu bercerita.
"Astaga, Sekar," ucap Cempaka, teman kos yang menjemputmu.
Ia memasangkan blazer untuk menutupi tubuhmu. Pelukannya sejenak membuatmu merasa tenang.
"Ka, aku rusak," isakmu.
"Enggak, Sekar, kamu nggak rusak. Kamu manusia, bukan barang. Mereka yang kemanusiaannya rusak," ujarnya menenangkan.
Cempaka terus meyakinkanmu jika kamu berharga. Lalu ia mengajakmu pulang. Ia sempat menawarkan pesan gograb, tapi kamu menolak. Kamu takut bertemu laki-laki. Akhirnya kalian berjalan pelan-pelan.
"Ka, ayo ke kantor polisi dulu," ajakmu memberanikan diri, mumpung kantor polisi tidak terlalu jauh.
Sesungguhnya kamu takut bertemu laki-laki, tapi polisi kan pengayom masyarakat. Mereka pasti bisa membantu. Lagipula di sana ada polwan.
Akan tetapi, kamu justru diberondong pertanyaan:
"Apa kamu menikmatinya?"
"Kenapa tidak terus melawan?"
"Bagaimana pakaianmu saat itu?"Cempaka hampir menggebrak meja, kamu menahan tangannya. "Cempaka, ayo pulang!" lirihmu.
Di satu sisi kamu merasa beruntung memiliki sahabat sebaik Cempaka. Ia tidak sedikitpun menghakimi. Ia membantumu mengobati luka dan lebam. Bahkan, malam-malam ia ke apotek mencarikanmu obat untuk mencegah kehamilan.
Di sisi lain, kamu masih merasa kotor. Katanya, perempuan korban perkosaan sudah tidak suci. Mereka akan susah mendapatkan jodoh. Mereka juga akan dikucilkan lingkungannya. Kamu ingin bercerita pada orang tua, tapi kamu takut.
Pikiranmu penuh pertanyaan-pertanyaan negatif. Bagaimana jika mereka sedih? Bagaimana jika mereka kecewa? Bagaimana jika mereka tidak lagi mengakuimu sebagai anak?
Kamu kembali menangis.
"Sekar, kamu kenapa?" Cempaka yang baru pulang buru-buru menghampirimu.
"Aku takut," jawabmu jujur.
"Kamu akan baik-baik saja, Kar. Kamu nggak sendirian."
Kamu kembali melamun. Jika sahabatmu bukan seseorang seperti Cempaka, masihkah kamu ingin hidup setelah semua itu? Dukungan seseorang yang bisa mengerti keadaanmu ternyata amat berarti. Kamu lantas berulang kali mengucapkan terima kasih.
Satu malam ternyata sudah berlalu. Kamu masih hidup. Kamu memang sakit, tapi kamu masih hidup. Di kamar mandi, kamu berhenti menggosok tubuh dan mulai membilasnya.
"Sekar, kamu pup ya? Lama sekali mandinya," teriak Cempaka dari luar kasur.
Tempat kos kalian memang memiliki kamar mandi dalam. Sejak menjemputmu, kecuali ada keperluan Cempaka tak pernah pergi. Ia bermaksud tinggal di kamarmu untuk sementara.
Kalau aku jujur, Cempaka bakal sedih lagi, batinmu.
"Perutku mulas," balasmu.
Kamu segera menyelesaikan mandi. Pagi ini, Cempaka ingin mengajakmu ke suatu tempat.
"Kita mau ke mana sih? Aku nggak mau visum ya," tanyaku sambil berdandan.
"Kalau masalah duit, bilang saja padaku," tanggap Cempaka.
"Bukan, duitku masih cukup juga buat cuti semester besok. Aku cuma pengen memulai hidup baru," ujarmu.
"Mereka lebih dari pantas dipenjara."
"Aku nggak pengen berurusan sama mereka lagi. Aku cuma pengen sembuh."
Cempaka tampak kurang puas. Ia ingin kamu memperoleh keadilan, tapi tak bisa memaksa. Dengan berat hati, ia mencoba menghargai keputusanmu.
"Ayo kita ke Love and Heal (LNH). Di sana kamu bakal ketemu orang-orang yang concern sama kasus seperti ini. Mereka akan membantumu pulih," ajaknya.
"Uhum, baiklah kalau ke sana. Jauh nggak? Aku nggak mau naik gograb ya," tukasmu.
"Lumayan sih, kamu kubonceng naik motor gak apa-apa, kan?" tanya Cempaka.
Kamu mengangguk sepakat dan menggandeng tangan Cempaka ke parkiran kos. Bersyukurlah kita yang memiliki sahabat pengertian dan penuh kasih, batinmu bermonolog.
Kamu masih tertekan, tapi tak kehilangan semua harapan. Jalan yang kamu tuju mungkin bagi orang pengecut, tapi bagimu adalah yang paling memungkinkan. Meski kamu juga tak yakin di masa depan masih berpikiran demikian.
Kamu memilih untuk bertahan hidup.
Kamu berjuang untuk sembuh.
Dan untuk kalian semua, jangan memandang rendah diri sendiri. Kalian sempurna. Kalian utuh. Kalian kuat. Kalian cantik. Kalian pasti bisa melewati masa-masa berat ini ....
Ingatlah, kalian tidak sendiri. Kalian layak untuk cinta ... dan kami mencintai kalian.
END
Rencananya bakal berwujud kumpulan cerpen dengan tema besar patriarki di negara rape culture. Maaf kalau masih kurang mengena karena aku biasa menulis fantasi, tapi kuharap kalian bisa menangkap pesan-pesannya. Aku sayang kalian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Spread Love, Against Patriarchy
Short Story(Kumcer kampanye dalam rangka melawan romantisasi hal-hal beracun di wattpad) Menguasai itu bukan cinta. Diperkosa itu tidak manis. Hubungan tak sehat adalah racun. Menolak patriarki bukan berarti mendukung matriarki. Sebarkan cinta. Gandeng mereka...