“Selalu bawalah payung. Kau tidak akan tahu kapan hujan akan datangkan!”
Aku berusaha menatap mata lelaki yang berbicara di sampingku ini.
Namun sinar matahari menghalangiku dan rasanya sangat silau menembus mataku. Aku tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas.
“Kau sudah bangun? Bukalah perlahan-lahan,”
Aku mendengar samar suara Revan memberiku intruksi.
Sedikit demi sedikit mulai kubuka mataku dan sinar matahari langsung menyeruak masuk kedalam mataku.
Aku melihat senyumannya menyambutku dan aku membalas senyumnya.
“Naya kau sudah bangun?”Aku menoleh mencari sumber suara itu. Sahabatku, Venya, berlari kecil menghampiriku dengan ekpresi wajah bahagia.
Ia langsung memelukku dan aku hanya merasa bingung dengan sikapnya.
“Ada apa? Kenapa kau bersikap seperti ini?”
“Kau sungguh membuatku khawatir. Kumohon jangan seperti ini lagi ya” Ucapnya kemudian berganti ekspresi sedih.Aku mengerutkan keningku masih bingung.
Aku hendak mengangkat tangan kiriku dan “Ahh,”.
Pergelangan tanganku terasa ngilu dan perih. Aku mengangkat sedikit tanganku. “kenapa pergelangan tanganku bisa di perban seperti ini Ven?”Kini berganti ia yang menatapku bingung, “kau tidak ingat dengan apa yang sudah kau lakukan? Apa kau pura-pura tidak ingat agar tidak kumarahi? “
“Bicara apa sih kau ini. Aku benar-benar tidak ingat. Dan dimana ini aku, oh bau obat, aku tidak suka bau obat” Ucapku sambil mengibaskan tangan kananku yang tidak terluka.
“Kau dirumah sakit. Kemarin kau coba melukai tanganmu. Untung aku segera datang dan tau keadaan mu. Kalau terlambat sedikit, bisa bahaya.”
“Bunuh diri maksudmu? Mana mungkin aku bunuh diri Ven, ada ada saja kau ini.” Ucapku tertawa kecil kepadanya.
Dia menatapku dengan membalas senyum simpul. “Kenapa? Ada apa dengan ekspresimu itu?”
Dia kembali memelukku dengan erat, “Aku sangat takut kemarin. Aku takut kau kenapa-napa. Aku takut kau pergi meninggalkanku. Hiks, “
Aku membalas pelukannya, “aku baik baik saja Ven. Udah ah jangan nangis. Nggak malu apa sama Revan.”
Ia melepas pelukanku dan menatap lama mataku. Aku mengalihkan pandanganku lalu tersenyum kearah Revan yang masih berdiri tidak jauh dari kami sambil tersenyum kearahku.
Aku tak tahu kenapa tanganku bisa terluka seperti ini. Aku tidak bisa mengingat jelas kejadian kemarin dan aku tidak mau memaksa otakku untuk mengingatnya. Mungkin itu hanya kecelakaan kecil saja.
*****
Aku terbaring sendirian diruang perawatan ini. Mataku menatap indahnya langit malam dari balik jendela. Bintang-bintang bertebaran di sana seakan memberi tahuku bahwa ia hadir untuk menerangi gelapnya malam.
“Kau suka?”
Aku terperanjat kaget saat tiba-tiba suara Revan memecah lamunanku.“Darimana kau bisa masuk. Ini kan sudah habis waktu jenguknya.” Tanya ku penasaran.
“Apapun bisa kulakukan jika itu bersangkutan denganmu.” Jawabnya dengan senyum menghias di bibirnya.
Setiap kali dia tersenyum manis seperti ini. Jantungku terasa berdetak lebih cepat. Seakan ia tahu caranya untuk membuatku jatuh cinta lagi dan lagi kepadanya.
“Hiduplah bahagia seakan aku selalu ada disisi dan hatimu, Jika kau merasa sedih, Bayangkan saja aku berada disampingmu dan membelai lembut rambutmu.”
Aku mengangguk dan berkata, “Aku mencintaimu walau aku tak tau sampai kapan aku bisa mencintaimu seperti saat ini, tapi yang kutahu aku bisa mencintaimu selamanya.”
Ia tersenyum kepadaku lalu membelai lembut rambutku. Belaiannya selalu membuatku nyaman. Seakan membuat semua beban dihidupku hilang.
Aku mulai terlelap karena belaian lembut tangannya.
Aku yakin, Bintang diatas sana sedang cemburu padaku.
Revan adalah segalanya bagiku. Dia penerangku dalam gelap, dia sumber semangat hidupku kembali lagi, dia temanku sekaligus pujaan hatiku. Aku tak tahu akan seperti apa aku jika dia tidak ada disisiku.
Bisa dikatakan aku sudah terlalu ketergantungan padanya. Hidupku sudah menjadi satu dengannya begitupun jiwa dan ragaku.
Dia adalah Bintang di hidupku yang selalu memberikan keindahan untukku karena Dia adalah hidup dan matiku.
*******
To Be Continued Part 2 ya Guys ❤❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear My Heart (Ongoing)
Teen FictionSinar Matahari bersinar terang dengan angir semilir menggerakkan daun dan menarik lembut rambut panjang ku. Mataku menatap lurus padang rumput berwarna hijau muda bak karpet di depan sana. Dibawah pohon rindang tumbuh menjulang dan lebat menjadi ata...