Aku terpaku menatap layar laptopku.
Otakku sedang memilah alur cerita seperti apa yang akan kubuat. Begitu banyak fantasi berkeliaran hingga tak bisa ku pilih salah satunya.
Apa kubuat sang tokoh memulai harinya dengan berjalan-jalan keliling kompleks perumahan dengan ditemani udara sejuk dan embun beserta kabutnya, bagaimana kalau sang tokoh malah bermalas malasan mengawali paginya karena beban yang ia punya terlalu banyak atau apa tokoh utama ini kubuat dengan ia mengawali pagi dengan penuh semangat seakan dunia sedang memihak padanya.
Ahhh, mana yang harus kupilih.
“Menurutmu aku harus memulai darimana ya?” Aku bertanya kepada Revan yang sedang duduk di depanku dengan kedua tangan berpangku di dadanya.
Ia sedikit menegakkan tubuhnya lalu mengangkat kedua pundaknya.
“Kau tahu kan aku tidak pandai berimajinasi sepertimu. Bercerita saja masih banyak salahnya, “ Ucapnya lalu tertawa.
“Oh ya, maaf aku lupa dengan kenyataan itu.” Ucapku bercanda lalu ikut tertawa dengannya.
“Bagaimana kalau tulisanmu kau ambil dari pengalaman pribadimu,”
Aku menimbang ide yang diberikan Revan, “Tapi aku tak yakin pengalaman hidupku menarik untuk kubuat cerita.” Aku merasa ragu.Kehidupanku tidak ada yang menarik untuk kutuang dalam tulisanku.
“Sudah pernah kau coba?” Aku menggeleng, “Lalu apa salahnya untuk dicoba. Kau tidak akan pernah tau hasilnya jika tidak pernah mencoba,”
Perkataan Revan ada benarnya juga. Aku kembali menerawang ke masalaluku. Bagian mana yang harus kutulis.
“Tulis saja Awal pertemuan kita, lalu setelah itu pasti akan mengalir dengan sendirinya,”
Aku membulatkan mataku senang, “Ide bagus. Tumben kau pintar,”
“Aku memang pintar dari dulu, kau saja yang tidak menyadarinya,”
“Oh ya,” Aku tersenyum mengejek ke arahnya lalu tertawa saat ia memasang wajah cemberut seperti itu.Setiap kali aku usil kepada Revan, ia selalu memasang wajah cemberut namun tak pernah ia membalas usilan ku ataupun marah padaku.
Dia memang tau cara membuat ku merasa senang dan membuat otakku merasa fresh kembali.
“Oh Venya, Sejak kapan kau berdiri disitu,” Ucapku saat tak sengaja melihat Venya yang sudah berdiri di pintu balkon tempatku duduk sedari tadi.
Aku mengerutkan kening ku saat ia tak menjawab pertanyaanku dan hanya menatapku lama, “Ven kenapa?”
Ia menghampiriku dan duduk disampingku. Ia hanya menatapku lama lalu memelukku.”Nay, kau baik-baik saja kan?”
Aku bingung dengan perlakuan Venya sekaligus pertanyaan dia kepadaku. “Ada apa sih Ven? Kamu putus sama Dion ya? Dia kenapa lagi, selingkuh atau hilang lagi tanpa kabar?”
Ia melepas pelukannya lalu memukul pundakku,”Ahh, Sakit Ven”
“Dion bukan orang seperti itu ya.”
Aku mengangkat kedua pundakku mengisyaratkan Terserahlah. “Oh ya, tadi ada…” Ucapanku terhenti saat aku menengok kearah Revan untuk memberitahukan keberadaannya pada Venya Namun Revan sudah tidak ada di tempatnya.
“Ada siapa Nay?” Tanya Venya.
“Nggak jadi,” Ucapku kembali.
“Oh ya, Lusa ada reuni smp nih. Ikut yuk, udah lama juga kan nggak ketemu sama temen temen smp.” Venya menunjukkan Undangan di ponselnya.
“Enggak deh, kamu kan tau aku nggak terlalu banyak kenalan pas Smp dulu.” Bukan karena itu saja, aku juga tidak begitu tertarik dengan acara reuni seperti ini. Lanjutku dalam hati.
“Ayolah Nay, sekali ini saja ya. “ Venya memasang wajah memelas dengan kedua tangan memohon kepadaku. “Sekali ini aja deh Nay, aku janji nanti kalau kau merasa tidak nyaman atau apa, aku akan mengajakmu pulang. Yah, sekali ini saja, Kumohon”
“Dimana acaranya?” Tanyaku pada Venya lalu ia segera menyodorkan lagi undangan di ponselnya.
“Oke, aku akan datang tapi dengan syarat kau menepati janji yang baru kau ucapkan tadi ya.”
Venya Melebarkan senyumnya dan mencubit kencang pipiku, “Aduhh sakit Ven,”
Venya melepaskan Cubitannya “Maaf,” ucapnya masih dengan senyum lebar dibibirnya dan tidak ada rasa bersalah sama sekali di wajahnya.
Dasar Venya, selalu seperti itu kalau ada maunya. Pasti ada saja cara untuk mendapatkan apa yang ia mau dan ia tau cara membujukku.
Ia lalu pergi meninggalkanku di apartemen sendirian. Maklum Pengusahan sepeti Venya memang banyak acara dan terlalu sibuk menurutku.
Dan aku? Aku ya begini saja karena Pekerjaan ku tidak dituntut untuk datang kekantor setiap hari. Yang penting deatline tulisanku beres untuk kuserahkan kepada pihak penerbit tempatku bekerja.
Aku kembali menatap kursi yang diduduki Revan tadi. Kemana dia pergi. Dia aneh akhir-akhir ini. Sering menghilang lalu mucul tiba-tiba.
==========
Buat Para Readers ku, aku mau ngucapin Happy ied Mubarak 1441 H bagi kalian yang merayakannya. Mohon Maaf lahir batin ya gaess 🧕
Dan terima kasih banyak buat kalian yang uda mau baca cerita dariku di waktu luang kalian 🙏🏻 Semoga cerita ku kali ini nggak mengecawakan kalian ya gaess, Walaupun aku sendiri tau mungkin kata-kata yang ku pilih di ceritaku ini nggak semenarik cerita wattpad yg uda kelas atas.
Di Cerita ku kali ini, aku emang sengaja slow update gaess dikarenakan kesibukanku di dunia nyata dan mood ku yang kadang suka naik turun gk jelas yg sangat mempengaruhi kualitas khayalanku sehingga terhambat untuk ku menulis. wkwkwk.
So Happy reading ya Gaes and Vote my story. 😇🤗Wait a Continued part 4 🧡
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear My Heart (Ongoing)
Teen FictionSinar Matahari bersinar terang dengan angir semilir menggerakkan daun dan menarik lembut rambut panjang ku. Mataku menatap lurus padang rumput berwarna hijau muda bak karpet di depan sana. Dibawah pohon rindang tumbuh menjulang dan lebat menjadi ata...