12. Pahlawan (REVISI)

3.3K 225 6
                                    

"Aku pernah berharap bahwa kita tidak bertemu lagi di masa depan, tapi Tuhan selalu tau apa yang aku butuh, bukan yang aku mau." - Vandra Adila Dirgama.

***

Pagi-pagi sekali Rafa pamit pada Vandra untuk berangkat lebih awal ke sekolah. Yang sebenarnya adalah Rafa dan Devan berniat untuk merencanakan persiapan penyerangan yang akan mereka lakukan besok sore sepulang sekolah.

"Andra, gue berangkat duluan."

"Mau kemana Bang Rafa sama Kak Devan pagi-pagi gini?"

"Sekolah lah, Ndra masa piknik." Jawab Shasa.

"Markas." Perkataan itu membuat Rafa dan Devan saling pandang begitu juga Febi yang langsung menatap Devan.

"Andra lo..."

"Tau dari mana?" lanjut Vandra memotong perkataan Rafa. "Vandra buka chatan Bang Rafa di grup The Eagle. Soal kemaren sore Kak Wendi suruh tutup jendela sama pintu dan jangan terima tamu juga karena penyerangan-penyerangan itu kan? Andra bener kan Bang? Andra bener kan Kak?" kedunya bungkam.

"Andra gak suka Bang Rafa nyerang-nyerang sekolah lain."

"Gak gitu..."

"Andra takut... takut Bang Rafa kenapa-kenapa." Ungkap Vandra mengutarakan perasaanya, matanya menatap Rafa dengan berkaca-kaca.

"Gue gak akan kenapa-kenapa."

"Terserah. Andra gak mau tau, Bang Rafa gak boleh ikutan nyerang." Setelah mengatakan itu Vandra pergi ke kamarnya meninggalkan Febi, Devan, Rafa dan Shasa di meja makan.

"Kalian beneran mau nyerang, Kak?" tanpa menjawab Febi keduanya pergi begitu saja.

***

"Sorry gue telat." Ucap Rafa yang baru saja datang bersama Devan. Mereka kini tengah berada di markas The Eagle.

Rafa tak mengindahkan perkataan Adiknya itu, ia tetap pergi meski begitu besar rasa khawatir Vandra padanya. Devan dan Rafa bergabung dalam meja rapat bersama inti The Eagle juga beberapa anggota yang lainnya.

"Ok, langsung aja ke topiknya. Gue udah kasih tau tentang penyerangan yang bakal kita laksanakan nanti sore di grup. Sebelum itu kita harus atur rencana bareng-bareng, di grup juga kita udah sedikit bahas rencana penyerangan, tinggal fiksnya aja gimana."

"Gue suka rencana Langit, kita bisa mewaspadai atau enggak meminimalisir terjadinya kecurangan yang bakal Avenger lakuin nanti." Ucap Devan mengutarakan pendapatnya.

Semua yang ada di sana setuju setelah membaca rencana Langit pada ponsel mereka masing-masing. "Gue juga setuju sih, Kak." Kata Ergi menambahi.

"Yang gak setuju boleh angkatangan dan kasih pendapatnya." Ucap Rafa, namun tidak ada satupun yang mengangkat tangannya. "Karena semua setuju jadi kita pakek cara Langit, deal ya?" semuanya menganguk setuju.

"Gue kira cukup sampe disini, selebihnya kita berkabar lewat ponsel karena bel udah mau bunyi bentar lagi." Ucap Rafa mengakhiri pertemuan The Eagle kali ini, setelah mengatakan itu beberapa dari mereka pergi dan beberapa lagi masih berada di tempatnya.

"Gue cabut." Perkataan Rafa diangguki oleh Wendi, Dimas, juga Budi. Tak berselang lama Devan juga memakai tasnya berniat pergi.

"Mau kemana, Bos?" tanya Dimas.

"Kelas."

"Singkat amat, padahalkan ngomong gak bayar." Ucap Budi sambil menatap kepergian Devan

DEVANDRA ( PUBLISH ULANG )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang