Imajinasi

46 19 1
                                    

Kini,masih tertera percakapan di room chat itu.
Menjadi satu-satunya kenangan yang tersisa setelah hilangmu.
Lelucon recehmu selalu tersambut dengan renyahnya tawaku.
Serta diriku yang pura-pura beku,saat kau berhasil meluluh lantakkan pertahanan yang susah payah kubangun demi menafikkan rasa itu.
Namun aku salah...
Yang tersisa hanyalah barisan aksara. Sementara hadirmu sirna tanpa pertanda.
Jika boleh meminta,
Aku ingin percakapan itu benar-benar ada didunia nyata.
Aku ingin pedulimu tak hanya deretan sajak tanpa pena.
Aku ingin tawa itu oleh suara,bukan hanya deretan kata dari abjad ke delapan digabungkan dengan abjad pertama.
Pada akhirnya aku selalu kecewa, Melihat pertemuan kita selalu asing dipandang netra. Tanpa tatap diantara,maupun sapa sebagai pembuka.
Hingga berulang kali kucoba yakinkan diriku sendiri.
Bahwa sosok di depan ku adalah pemilik nomor yang setia mendengar keluh kesahku.
Mengapa semuanya begitu rumit?
Dunia maya adalah fiktif yang begitu naif.
Namun berjaya menyisihkan fakta yang ada.
Coretan abstrak negeri virtual dipercaya,
Sementara kita menutup mata atas kenyataan yang ada.

you in my poemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang