Ice Cream Cake

38K 3.4K 173
                                    

Mia menatap layar ponselnya yang terus menyala tanda telepon masuk dan menampilkan nomor asing. Ia menimbang-nimbang untuk mengangkatnya atau tidak sebab ia tidak begitu suka menerima telepon dari orang asing. Tapi mungkin saja itu telepon penting mengingat sudah dua kali diabaikan, nomor itu tetap meneleponnya.

"Ha—Halo? Mia?"

Mia terkesiap mendengar suara di seberang sana. Abimana.

"Ini Abimana. Ini benar nomor Mia?"

"Iya, benar, Pak. Maaf tadi saya lagi kerja jadi teleponnya nggak keangkat. Ada apa, Pak?" tanya Mia dengan suara yang ia buat setenang mungkin padahal jantungnya sudah ingin melompat dari tubuhnya.

"Kamu lagi sibuk?"

"Lagi photoshoot aja, Pak. Paling sejam dua jam lagi beres. Kenapa, Pak?"

"Ng... Ranasya minta ketemu kamu. Kamu bisa hari ini?"

Eh, kirain bapaknya yang mau ketemu. "Bisa, tapi kalau agak sorean nggak apa-apa? Masih ada satu sesi lagi, Pak."

"Nggak apa-apa, nggak mesti hari ini, sesempatnya kamu aja."

"Aku bisa kok hari ini, kasih tahu aja ketemu di mana, Pak. Nanti saya ke sana. Nanti saya kasih tahu kalau sudah selesai kerja."

"Baik, nanti saya kabari."

"Okay, Pak."

"Mia, terima kasih."

Belum sempat Mia membalas, teleponnya sudah ditutup duluan oleh Abimana. Buset deh. Mungkin sifatnya yang cuek itu belum berubah, batin Mia.

Setelah berpuluh-puluh kali ganti pakaian, akhirnya sesi foto hari itu selesai juga. Belakangan ini Mia memang sedang laku jadi model katalog online shop. Lumayanlah uangnya buat jajan cheesecake, tapi ia memang lumayan capek hari ini karena mereka foto outdoor dan cuacanya panas sekali.

Mia langsung mengambil ponsel yang tergeletak di meja untuk mengirim chat pada Abimana. Hatinya kembali menjadi senang memikirkan akan bertemu dengan Abimana dan Ranasya lagi.

Mia Rezklyn : Pak Abimana, saya sudah selesai pemotretan nih. Saya harus ke mana?

Abimana Pradipta : Kami di cafe Lil House sedang makan ice cream. Kamu naik apa ke sini?

Mia Rezklyn : Oke, saya ke sana. Diantar Hari, saya lagi nggak bawa mobil

Abimana Pradipta : Okay, hati-hati

Mia menarik napas panjang membaca chat terakhir dari Abimana. Hati-hati. Padahal kata sederhana dan mungkin hanya sekadar basa-basi saja, tapi itu tetap membuat Mia bahagia. Ia pun langsung mencari Hari dan meminta tolong untuk diantar ke kafe yang disebutkan Abimana tanpa menyebutnya alasannya.

Hari curiga pada Mia yang memintanya untuk melajukan mobilnya dengan cepat. Pria itu terus mengorek dan menanyakan Mia mau bertemu siapa. Begitu tahu, Hari langsung mendelik dan tertawa mendengar jawaban Mia.

"Nggak apa-apa, Mi. Anaknya dulu lo ambil hatinya, habis itu baru bapaknya," ucap Hari kali ini sudah berubah serius. "Biasanya, orang yang sayang banget sama anaknya itu pasti lebih mengutamakan kebahagiaan anaknya dulu. Kalau anaknya sudah setuju sama lo, mungkin ya, bapaknya juga bisa nerima lo."

Selain Shiera, Hari memang salah satu teman curhat terbaik Mia. Meskipun Mia tidak bercerita dengan detail sama seperti ia bercerita kepada Shiera, tapi Hari juga mengerti tentang kegalauannya.

"Iya kalau bapaknya juga suka sama gue, kalau nggak ya... Gue mentok jadi teman anaknya," balas Mia.

"Jangan pesimis gitu, baru juga beberapa minggu, kan? Masih awal, jalan masih panjang, Mi," ujar Hari. "Eh, gue belum kasih tahu lo. Ternyata Abimana sebenarnya sudah lama minta nomor lo. Staff-nya dia kan punyanya nomor gue, jadi dia ngehubungin gue buat minta nomor lo. Gue kasih soalnya gue tahu lo pernah minta nomornya juga. Cuma gue skip aja kalau ketemu lo, mau ngasih tahu selalu lupa. Ya lo tahulah gue sibuk banget belakangan ini."

Sera, Mia! ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang