feels like home

792 95 6
                                    

Walking through the city streets.
Is it by mistake or design?
I feel so alone on a Friday night
Can you make it feel like home if I tell you you're mine?

•••

"Sehun! Tunggu, Sehun!"

Lisa berteriak memanggili Sehun yang berjalan cepat keluar dari dalam rumahnya sambil menenteng sebuah koper besar. Namun Sehun tidak memperdulikan teriakan Lisa yang bahkan terdengar oleh Irene dari dalam mobil.

"OH SEHUN!"

Sehun menghentikan langkahnya saat Lisa menahan koper miliknya. Ia menoleh dan menatap gadis itu dengan tajam.

"Lepaskan."

Lisa menggeleng dan ikut menatap Sehun dengan tajam. "Kau benar-benar lebih memilih wanita pelayan kafe itu di banding aku?"

Sehun menarik ujung bibirnya membentuk senyuman tidak suka. "Aku bisa menamparmu jika kembali mengatakan itu."

Lisa berdecak kesal. "Kau sungguh, Sehun? Dia hanya seorang pelayan! Dia bahkan lebih tua darimu!"

"Kau pikir aku peduli?" Ujar Sehun yang kemudian kembali melangkah cepat dan menarik paksa kopernya yang sempat ditahan oleh Lisa itu. Hal itu pun membuat Lisa menggeram kesal.

"KAU BODOH OH SEHUN!" Teriak Lisa keras. "KAU BODOH TELAH MENYIA-NYIAKANKU! DI LUAR SANA MEREKA MENGINGINKANKU! MENCINTAIKU, SEORANG LALISA MANOBAN! MODEL TERNAMA DAN DI KENAL!"

Teriakan keras Lisa dihalaman rumah mewah keluarga Oh mengundang tatapan penasaran dari para penjaga dan pembantunya, termasuk Eomma dan Appa Sehun.

Sehun hanya berdecak, ketika langkahnya telah sampai didepan mobilnya dan sudah menaruh kopernya itu dibelakang. "Terserah katamu." Ujarnya. "Seterkenal dan apapun itu tentangmu, aku tidak peduli. aku hanya mencintai Irene. Hanya Irene."

Sehun kemudian masuk ke dalam mobil yang terdapat Irene didalamnya. Namun di luar, Lisa dan Eomma serta Appa Sehun hanya menatapnya dengan marah padanya dan juga Irene. Irene melihat itu. Tatapan mereka sangat tajam, terlebih lagi tatapan Lisa yang sangat membencinya. Rasanya berbeda ketika pertama kali melihatnya saat itu. Wajahnya terlihat tenang dan baik.

Mobil pun melaju dengan cepat yang dikemudikan oleh Sehun meninggalkan halaman rumahnya. Tapi Irene masih saja terdiam melihat kejadian baru saja. Namun tiba-tiba saja sebuah tangan terulur menyentuh tangannya lembut, membuat Irene tersadar dan menoleh.

"Kau cantik."

Kedua tangan kekar Sehun dengan tiba-tiba melingkar dipinggangnya, memeluknya dari belakang. Kepalanya bersandar di bahunya, mengecup-ngecup lehernya dan kemudian berbisik.

"Aku merindukanmu."

Irene tertawa kecil mendengarnya. Terlebih lagi saat Sehun menggodanya dengan menggigit-gigit kecil leher mulusnya, membuat Irene mendesah pelan.

"Kau selalu merindukanku."

Irene kemudian berbalik menghadap Sehun dan menatapnya yang baru saja pulang bekerja. Wajahnya terlihat kelelahan, tapi laki-laki itu terus tersenyum padanya. Bahkan terus mencoba mengecup tengkuknya.

"Kau kelelahan, Sehun."

Sehun menggeleng, masih terus mengecup leher Irene, membuat ia menggeliat pelan kemudian menarik kepala Sehun untuk menghadap didepan wajahnya, dan ia mengecupnya.

"Aku baru saja mandi, kau tau itu."

Sehun menarik ujung bibirnya membentuk senyuman lebar. "Kau bisa mandi lagi, sayang."

Irene menggelengkan kepalanya dan menjauhkan wajah Sehun saat laki-laki itu ingin kembali mengecupnya. Iapun menatap wajah Sehun memperhatikannya. Tangannya mengusap wajah dan rambutnya.

"Kau terlihat lelah. Lebih baik kau mandi dan beristirahat. Akan aku buatkan makanan untukmu."

Irene tersenyum dan menganggukkan kepalanya, meminta Sehun untuk menuruti perkataanya. Sehun pun mengangguk pelan dan menurut, dan itu membuat Irene kembali mengecup bibirnya singkat. Tapi dengan tiba-tiba saat Irene siap melangkah, Sehun justru mengangkat tubuhnya dengan gendongan ala bridal style. Irene pun tertawa melihatnya.

"Astaga, kau ini! Sehun!"

Sehun hanya tersenyum dan merebahkan Irene di atas tempat tidur setelah sejak tadi mereka berdiri dibalkon apartemen. Sehun kemudian menindih tubuh Irene dan menciumnya dengan lembut. Tidak ada ciuman panas yang nafsu, melainkan kelembutan yang dilakukan Sehun. Bahkan ciuman itu tidak berlangsung lama, karena Sehun melepaskan ciumannya, dan tersenyum menatap Irene.

"Aku hanya merindukanmu."

Kecupan kembali mendarat di kedua mata Irene, di saat Irene justru menatap Sehun dengan bingung.

"Terjadi sesuatu?"

Sehun tersenyum dan menggeleng pelan. "Tidak ada."

Sehun kemudian berbaring di sebelah tubuh Irene. Namun Irene justru bangkit dan melirik Sehun yang hanya memejamkan matanya. Melihat itu pun Irene bersandar pada headboard tempat tidur dan mengelus kepala Sehun.

"Pekerjaanmu melelahkan hari ini?" Tanya Irene sambil masih mengelus puncak kepala Sehun. "Kau sangat kelelahan, sayang. Apa kau tidak enak badan?"

Sehun berdeham, dan memilih mengeser tubuhnya mendekati Irene dan berbaring dipangkuannya. Tubuhnya menyamping, memeluk Irene.

"Sedikit."

Helaan napas Sehun terasa panas di pahanya. Irene pun tersenyum tipis mengelus puncak kepala Sehun. Kebahagiaan kecilnya selalu ada di saat pikiran bercabang itu selalu datang disetiap malamnya. Rasanya ia senang ketika Sehun seperti ini. Sifat manja seorang Sehun padanya diapartemen seperti saat ini membuatnya merasa sangat dibutuhkan dan dicintainya. Inilah yang membuatnya benar-benar mencintai Sehun dengan tulus, bukan hanya karena statusnya yang berbeda dengannya.

Irene benar-benar mencintai Sehun melebihi apapun, begitu pula Sehun. Dan ia berharap akan terus seperti ini. Tapi perasaan khawatir apa yang telah terjadi sekarang ini membuatnya kembali merasa takut. Takut akan kehilangan Sehun, meski Sehun sudah bersamanya saat ini.

"Sudah dua bulan berlalu." Tiba-tiba saja Sehun berbicara sambil menyentuh jemari Irene dan memainkan cincin yang berada di jari manis Irene. "Tapi aku belum benar-benar mengikatmu."

Irene terdiam mendengarnya. Tangannya pun perlahan ikut menyentuh cincin itu dan mengelusnya. Sehun mendongak, menatap Irene yang hanya diam melamun menatap cincin itu.

"Aku memang brengsek." Ujar Sehun menarik tangan Irene dan ikut mengelusnya. "Maafkan aku." Kemudian dia mengecupnya.

"Aku akan cepat mengurus semuanya, dan kita akan menikah." Ujar Sehun kembali mendongak dan menatap Irene. "Aku berjanji."

Irene tersenyum melihatnya. Ia kemudian kembali mengusap kepala Sehun lembut.

"Berjanjilah untuk tidak meninggalkanku."

Sehun tersenyum hangat mendengarnya. Ia lantas bangkit, ikut bersandar pada headbord, dan menatap Irene. Sebelah tangannya menangkup wajah Irene dan sebelahnya menggenggamnya.

"Kau adalah rumahku. Tidak mungkin aku meninggalkanmu." Ujar Sehun. "Aku benar-benar mencintaimu, Irene."

Irene terus menatap Sehun, memperhatikannya yang serius menatapnya. Tatapannya sangat dalam, meyakinkannya bahwa ia adalah orang yang benar-benar dicintainya.

"I promise you." Ujar Sehun. "Tidak akan ada yang memisahkan kita."

Irene hanya tersenyum saat Sehun mengusap air matanya yang sudah menetes perlahan. Sehun kemudian menariknya ke dalam pelukannya, dan mengelusnya.

Irene terdiam.

Status yang sudah terikat tidak berarti apapun, jika tetap meninggalkan.

Bahkan rumah sekalipun.

•ⓑⓞⓡⓝ ⓣⓞ ⓓⓘⓔ•

[1] Born to Die | Hunrene [5/5 END]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang