🥀06. Pekerjaan Gavin

203 22 10
                                    

LUSSIE UPDATEEEE!

VOTE SAMA KOMENNYA JANGAN LUPA, GENGS.

HAPPY READING!

"Mau pulang bareng gue, gak?"

Lussie mendongak. Tatapannya langsung tertuju pada manik hitam kelam nya Rezel, si cowok pentolan sekolah. Katanya, si Rezel ini sangatlah disegani dan anti dengan cewek. Tapi kali ini dia mengajak Lussie untuk pulang bersama. Anti cewek darimananya coba?

"Nggak usah. Gue lagi nungguin seseorang. Lain kali aja, ya? Gak papa?" tolak Lussie secara halus.

Rezel tersenyum. Namun Lussie tak menyadari bahwa lengan cowok itu berurat karena menahan emosi. "Siapa yang lo tunggu? Kayaknya penting amat."

"Oh itu," Lussie berucap sambil memasukkan beberapa bukunya ke dalam tas. "Gavin anak sebelah. Gue mau nungguin dia."

"Jadi dia?" tanya Rezel masih dengan senyumannya, berbeda dengan otaknya yang berfikir keras untuk menjauhkan Lussie dari cowok dingin itu. "Jangan dekat-dekat sama dia. Dia miskin. Liat aja, pasti dia lagi ngepel lantai lobby. Gak ada duitnya!"

"Jadi kerjaan dia ngebersihin sekolah?" jawab Lussie terkejut. Sedangkan Rezel tampak tersenyum puas karena Lussie akhirnya akan menjauhi Gavin. "Apa aja yang dia bersihin? Wah, gue kepoin, ah!"

Tapi ternyata tebakan Rezel meleset.

••••••

"Vin, lo gak capek?" Lussie bertopang dagu. Kali ini dia terpaksa duduk di anak tangga daripada tidak duduk sama sekali.

Dan ucapan Rezel terbukti benar. Gavin ternyata bekerja di sekolah untuk membantu membersihkan loby dan kebun belakang sekolah. Jangan kira pekerjaannya sedikit, sebab kawasan loby dan kebun merupakan wilayah yang paling besar di Nalouis High School.

"Kalo bosan, balik aja. Gue gak nyuruh lo nungguin gue," sahut Gavin sambil mengepel bagian ujung loby tanpa menoleh sedikitpun. Bukannya ia tak pernah meminta cewek itu untuk menunggunya sampai pulang? "Bukannya anak orang kaya gak suka main kotor, ya?" ucapnya dengan nada seakan mengejek.

Lussie melepaskan topangan dagunya. "Kata siapa?" balasnya menantang. "Sini, biar gue yang ngepel lantai di ujung!"

"Jangan. Gak boleh!" sentak Gavin. Cowok itu berusaha untuk menjauhkan pel-pelan dari jangkauan Lussie.

"Ih, jangan ngeremehin gue, ya. Sini gue pinjem pel nya!"

"Gak. Mending lo balik, jangan ganggu gue."

Selanjutnya terjadi adegan tarik-menarik pel antara Lussie dan Gavin. Lussie yang bersikeras untuk mengepel padahal tak pernah sekalipun memegang pel-pelan, dan Gavin yang tak ingin terkena masalah karena membiarkan anak manja bekerja keras untuk membersihkan sekolah.

Ah, dan ingat. Lantai yang Lussie pijak kali ini baru saja di pel oleh Gavin. Tentu saja lantainya licin.

Dan tepat sesuai perkiraan Gavin, Lussie hampir tergelincir jika ia tak cepat-cepat memegangi lengan cewek itu.

"Udah gue bilang. Jangan ikut-ikutan. Kalo gak mau balik, duduk aja lagi," ucap Gavin dengan nada yang dingin.

Lussie belum sembuh dari keterkejutannya. Cewek itu lantas mengangguk dan kembali duduk di anak tangga tadi.
.
.
.
"Woi bangun, udah sore," Gavin merapikan alat bersih-bersih nya. Mata cowok itu tak beralih sama sekali dari pel, sapu, dan kemoceng nya seolah benda-benda itu jauh lebih penting daripada cewek yang bersandar -atau lebih tepatnya tidur- di dinding.

Beauty and The BOSSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang