🥀10. Mencari Tak Semudah Membuang

245 26 7
                                    

LUSSIE UPDATE!
Huah, udah lama banget gak update, yakan? Gimana kabar kalian, moga pada sehat-sehat yah. Virus-virus ini kayaknya betah banget tinggal di bumi jadi kita kudu sabar sama makhluk yang satu ini dan yang terpenting jaga kebersihan terus, jangan lupa bawa maskernya kemana-mana, ok? Di tempat tinggal kalian sudah normal lagi gak? Soalnya ditempat tinggal aku masih zona merah guys🤧
Pengen sekolah aja susah bener.

Ok, sekian petuah dari aku. Kalian mau nyampai kan petuah buat aku juga kah? Silahkan atuh isi kolom komentar, jangan malu-malu😆

HAPPY READING!

Lussie berjalan tanpa arah. Malam semakin larut sementara dirinya sendiri keluyuran tanpa diketahui oleh siapapun. Terbesit rasa takut dalam pikirannya, bagaimana jika ada penculik? Lussie menggeleng cepat, jangan sampai itu terjadi atau hidupnya akan berakhir.

Gadis berjaket abu itu mengeratkan pelukan pada dirinya. Jalanan tampak sepi karena ia keluar lewat pintu belakang. Disetiap langkah hanya suara jangkrik yang menemaninya hingga keraguan sempat muncul. Apa ia harus menyerah dan kembali ke mansion?

Lussie berbalik, menatap dari kejauhan betapa gemerlapnya mansion Abhinaya. Kemudian tekadnya semakin bulat untuk meninggalkan mansion. Ia sudah berusaha sejauh ini, sebuah usaha yang tidak boleh disia-siakan bahkan kesempatan kabur tak akan datang dua kali jika Ayahnya sampai mengetahui hal tersebut.

"Wah, cewek cantik jalan sendirian aja, nih?"

Lussie terbelalak saat jalannya dihadang oleh tiga orang laki-laki berandalan terlihat dari pakaiannya yang jauh dari kesan rapi. Asap rokok menguar dari tubuh ketiganya. Lussie membenci asap rokok.

"Minggir. Gue gak ada waktu buat ladenin kalian."

"Cantik-cantik galak juga, ya," balas lainnya yang memakai tindik di telinga. "Jangan galak-galak, sayang. Ayo, main sama kita-kita," ucapnya disertai seringaian.

Lussie takut. Benar-benar takut. "J-jangan sentuh gue!"

"Jangan takut. Abang gak bakalan nyakitin kok kalau si cantik enggak ngelawan," ucap salah satu yang memakai celana sobek-sobek. "Ayo bro, sikat!"

Disaat genting seperti ini, petuah Alesha terngiang di dalam kepalanya. Astaga, padahal Lussie sudah memiliki banyak dosa kepada ibunya namun ... Tuhan selalu menolongnya.

"Cowok itu kelemahannya di 'punya' nya dia. Kalau ada apa-apa, Rossie bisa tendang. Ingat, pake tenaga ekstra!"

Sesuai petunjuk, Lussie benar-benar menendang selangkangan pria dihadapannya. Wajah pria itu berubah pias menjadi seputih kertas hingga terjungkal ke tanah dan meringis berguling-guling menahan sakit yang tak tertahan di bagian sensitifnya.

"Be*o, sakit!!"

"B-bos gak papa?" tanya dua orang lainnya yang turut prihatin dengan kondisi selangkangan bos-nya.

"Ngapain diam aja, tuh cewek lagi lari disana woi, cepetan kejar!"

"I-iya, bos," sahut keduanya tak karuan lalu meninggalkan bosnya begitu saja diatas tanah. Tidak dibantu sama sekali.

Lussie terus berlari tanpa menentu. Ia sempat menoleh ke belakang, dua berandal itu masih mengejarnya. Dengan napas tersengal-sengal, Lussie memutuskan untuk masuk ke dalam minimarket dua puluh empat jam yang masih lumayan ramai di tengah malam.

Udara AC tak sepenuhnya menenangkan pikiran gadis berkuncir itu. Dilihatnya dua berandal menghadangnya didepan pintu, ia bergidik lalu berjalan cepat menuju rak-rak minuman instan.

"Totalnya lima puluh empat ribu dua ratus Rupiah, kak."

Lussie merogoh tas yang kebetulan dompetnya diletakkan di paling bawah hingga memerlukan waktu yang cukup lama untuk menjangkaunya.

"Nih, kembaliannya ambil aja."

Lussie mendongak dan matanya membola, "Gavin?"

Kasir yang notabenenya adalah teman dari Gavin hanya memperlihatkan senyum cengengesan dengan tatapan yang berbinar geli. "Siapanya elo, Vin?"

"Teman."

"Gak usah repot-repot bayarin gue," ucap Lussie tak enak. Selama ini ia yang menraktir teman-temannya, bukan sebaliknya. "Gue bisa bayar sendiri."

"Gue maksa. Ya udah diam aja, sih," balas Gavin tak kalah sewot. Ia melirik jam dinding, "Bentar lagi gue pulang. Tungguin biar kita pulang bareng."

Lussie ingin membantah namun mengingat bahwa ada dua berandalan yang menunggunya di depan pintu membuat gadis itu harus menelan egonya bulat-bulat. Dengan terpaksa ia mengangguk kaku.

"Di sana ada tempat duduk." Gavin menunjuk sebuah ruangan diseberang mereka. "Tunggu aja. Lima menit lagi."

Setelah Lussie benar-benar masuk ke dalam ruangan tersebut, si kasir yang bernama Jeno tidak bisa menahan senyum lebarnya, cowok itu bahkan mencolek bahu lebar Gavin dengan tatapan menggoda.

"Baru kali ini gue liat lo perhatian banget sama cewek. Emang dia siapa? Gak mungkin kalian cuma sebatas teman, 'kan?" ucap Jeno dengan bahagia.

Gavin hanya melirik sekilas. "Emang urusan lo kalau dia bukan sekedar teman buat gue?"

"Nah itu!" balas Jeno ngegas. "Gue sempat ngira kalau lo ini kelainan. Eh ternyata seleranya cewek yang gitu, ya. Setinggi langit, tapi kalau dilihat-lihat kayaknya dia anak orang kaya, deh. Lo kagak minder?"

"Buat apa minder?" Gavin mendengus, walau pekerjaannya tak menetap, urusan harta sama sekali berbeda dengan urusan cinta. Andaikan Lussie berakhir miskin, ia akan tetap menjaga gadis itu. "Gue bakalan punya aset yang lebih banyak daripada dia."

Jeno tampak menahan tawa dengan menutup mulut. "Ya ampun, segitu amat gaya lo mau deketin anak holkay. Nih ya, orang tuanya si doi mah pasti gak mau anaknya jatuh ke tangan cowok dengan gaji pas-pasan kayak kita. Biasanya cewek tipe dia ini bakal dijodohin sama orangtuanya, gak selamanya hidup jadi orang kaya itu enak, bro. Jodoh aja diatur orangtua."

Gavin menyeringai, "Tumben lo pinter."

Jeno tak mendengarkan ucapan Gavin barusan, ia merasa kasihan dengan temannya Gavin ini. "Noh, kerjaan lo udah selesai. Buruan gih pulang, kasian cewek cantik nungguin lama-lama, gak baik."

Gavin tanpa bersuara bergegas menuju ruang istirahat untuk mengganti pakaiannya.

Gavin berfikir. Bagaimana bisa di tengah malam seperti ini Lussie justru keluyuran bahkan sendirian. Gavin sudah melihatnya sejak awal masuk ke dalam minimarket dengan mimik ketakutan sambil sesekali melirik ke arah luar. Gavin mengikuti arah pandangnya dan itu tertuju pada dua orang laki-laki dengan pakaian serampangan. Gavin sudah merasakan hal yang janggal.

Hingga Lussie terlihat merogoh dompetnya di dalam tas yang berisikan banyak barang. Gavin tahu kalau Lussie adalah ratu mode, dan membawa banyak barang tentu akan menghancurkan style yang dibangun oleh cewek itu. Di sini kejanggalan semakin terlihat.

Dan yang terakhir saat Gavin memintanya untuk pulang bersama, Lussie tanpa wajah jahilnya langsung setuju dan menunggunya tanpa sepatah katapun. Beban apa yang ia tanggung saat ini?

Lussie, apa yang terjadi?

TBC

Author itu bukan toxic people, ok. Jadi jangan heran kalau kata kotornya dihilangkan satu huruf. Gak bisa mengumpat akutu kalau bukan buat teks nya si berandalan. Terpaksa😆

EH, Vote nya jangan ketinggalan yaw!💜

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 10, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Beauty and The BOSSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang