HOLAA!
Dalam rangka memperingati Hari Raya Idul Fitri, khusus buat kalian, para readers yang paliingggg terluv❤️
Akhirnya tiga ceritaku Update berbarengan. Gimana, Sukaaaa?Di hari kemenangan kita ini, sudah seharusnya yang muda mulai meminta maaf dan ampunan pada yang lebih tua. Salam-salaman, nyerang rumah orang buat makan bareng, terus dapet THR😂
Tapi sangat disayangkan untuk tahun ini bahwa kegiatan di atas sepertinya tidak bisa dilakukan apalagi kalau menyangkut 'deket-deket sama orang' yeah, virus belum bener, guys. Jadi mudahan kalian semua bisa maaf-maafan nya sama ortu, adek, kakak di rumah aja, yaaaa🤧
Aaaaa sedih banget sama Hari Raya tahun ini. Gak grebek rumah orang, THR pasti juga kurang. Eh?☹️
Ok, daripada keluar rumah, mending kita baca Wattpad aja dirumah. Mau kalian duduk anteng, rebahan, atau juga sambil berdiri juga boleh, gaada yang ngelarang selama masih di dalam rumah.
KEYSIP, HAPPY READING, YAW!
Seusai kejadian tak terduga tersebut, Lussie segera kembali menuju ke kamarnya dan mengunci rapat pintu kamarnya dengan keras. Tubuhnya seketika limbung tepat di balik pintu. Gadis itu bersandar, menekuk kedua lutut dan memeluknya disertai tangisan yang tak bisa dibendung lagi sejak tadi. Hatinya telah patah, dan yang mematahkannya adalah pria pertama yang ia cintai sepanjang hidup.
Dewa memandang kepergian Lussie dengan tatapan yang masih sama. Ia memandangi pintu kamar putrinya itu lekat-lekat, tak ada pilihan lain dan walaupun ada, Dewa tak akan menyeret Lussie dalam masalah yang sangat beresiko seperti ini.
"Lihat, kamu terlalu keras sama Rossie sampai dia kayak gitu. Apa masih ada harapan dia mau ngikutin kemauan kita?!" sentak Alesha dengan napas yang menggebu-gebu, dadanya naik turun karena tak tahan membendung emosi.
Dewa mengalihkan pandangannya dan menghampiri istrinya, memeluknya dengan erat dan tak ingin kehilangan. "Kalau dengan cara yang kasar bisa memaksa Rossie, apapun akan kulakukan, Ale. Dukung suamimu ini," sahut Dewa lirih, di setiap kalimatnya mengandung kerapuhan kasat mata yang tidak boleh ia lihat kan kepada siapapun, bahkan jika itu putrinya sendiri, "Kamu mau 'kan menemaniku sampai akhir?"
Alesha mengangguk cepat, emosi marahnya hilang tak berbakas digantikan rasa perih di hati. Masih dalam pelukan hangat suaminya, Alesha tahu Dewa tidaklah sekuat itu untuk berdiri sendiri. Dia adalah wanitanya Dewa, dan selamanya ia akan berada di samping Dewa, menggenggam tangannya dan melangkah bersama meski harus melewati jalan penuh duri. Selanjutnya Alesha tak akan memikirkan apapun lagi, "Jangan terlalu keras dengan putri kita. Dia tak mengerti apa-apa."
.
Sementara itu Lussie di kamarnya bergerak cepat merapikan benda-benda yang mungkin dapat dibawanya pergi. Dengan uang yang cukup banyak dan beberapa pakaian yang diperlukan, Lussie berencana untuk pergi dari segala kehidupan mewahnya.
Setelah ini tak akan ada lagi mobil mewah, tak akan ada lagi pakaian berkelas, dan tak akan ada lagi Lussie yang dikenal orang-orang. Dan yang paling sulit Lussie tinggalkan adalah Papa, Mama, dan Abangnya, Areon.
Untuk efisiensi tempat, Lussie hanya membawa sebuah ransel untuk pakaian-pakaiannya. Gadis itu segera melesat menuju balkon kamarnya, menatap pemandangan yang selalu terasa indah di bawah sana dengan pandangan yang berbeda. Kali ini Lussie memandangnya ngeri, membayangkan tubuhnya akan jatuh dari sana pun rasanya hampir membuat jantungnya mendadak berhenti.
Lussie membulatkan tekad. Apapun yang ia kehendaki, harus terjadi bagaimanapun caranya. Lussie tak munafik, ia hanyalah gadis muda yang feminim, tak pernah memanjat pohon apalagi turun dari ketinggian sepuluh meter seperti yang akan terjadi setelah ini. Sejauh mata memandang, penjagaan mansion mereka memang diperketat. Banyak pria-pria berotot yang mengontrol setiap tempat untuk berjaga-jaga.
Lussie menggigit bibirnya untuk memikirkan cara lain. Jika ia tertangkap basah saat kabur dari rumahnya sendiri, entah apa yang akan papa dan mamanya lakukan Lussie tak akan peduli. Ia tak pernah sekalipun membenci pada Papanya yang telah menjadikannya seperti ini, ini adalah pilihan dirinya sendiri. Ia tak akan menyalahkan siapapun untuk itu.
Terpecah dari lamunannya, gadis itu segera mengambil tali tambang yang cukup untuk membantunya sampai ke bawah. Di ujung tali diikat nya agar mudah berpegangan sedangkan ujung tali yang lain diikat di tiang kelambu kasur besarnya yang dihitung-hitung dapat mengimbangi berat tubuh Lussie yang tergolong ringan.
Semoga aku masih bisa melihat matahari terbit besok pagi, batin Lussie cemas. Dengan ransel yang tersampir di pundaknya, Lussie nekad meloncati balkon kamarnya dan lagi, ia melihat pemandangan di bawahnya dengan keringat dingin yang mengucur dari pelipisnya.
Setelah ini kau akan dapat hidup dengan tenang, ujarnya lagi untuk menyemangati diri sendiri. Sekarang menunjukkan pukul dua pagi, dan keberuntungan berpihak pada Lussie karena ia berhasil mendaratkan kaki di atas tanah tanpa cidera apapun.
Tanpa membuang waktu, Lussie segera melesat keluar melewati gerbang belakang yang rasa-rasanya kurang dipantau karena berada jauh di ujung taman teratai yang cukup gelap dibelakang. Dan sesampainya di sana, dugaan Lussie seratus persen benar. Tak ada yang berpatroli sampai di sini.
Salah jika mengira bahwa Lussie kabur tanpa kesiapan. Gadis itu telah membawa kunci cadangan gerbang belakang mansion yang pernah diberikan Dewa kepadanya dan juga Areon untuk berjaga-jaga di suatu saat. Baik, berkat Dewa jugalah hingga ia bisa kabur dengan baik malam ini.
Setelah benar-benar keluar dari mansion nya, Lussie menoleh ke belakang. Mansion Abhinaya ... rumah baginya yang sudah ia tempati sejak kecil. Semua kenangan akan tersimpan di tempat ini dan selamanya akan seperti itu. Lussie merasa berat hati, namun dibandingkan masalah yang akan datang beruntun padanya bila diam saja, Lussie akhirnya berani melangkahkan kakinya untuk pergi menjauh dan mengubur kehidupan mewahnya entah sampai kapan.
Dan malam itu adalah malam yang sulit baginya.
👣👣👣
Dewa menatap nanar monitor CCTV yang tersebar di seluruh bagian mansion. Pria itu tak tidur sama sekali karena mengkhawatirkan putrinya yang nekad kabur dari rumahnya. Namun tatapan getir itu disimpannya sesaat sebelum beberapa bodyguard melapor ingin bertemu dengannya.
"Ada apa?"
"P-pintu belakang mansion terbuka, Tuan. Apa kita perlu menggeledah isi mansion untuk mencegah adanya penyusup barangkali?" tanya salah satu bodyguard berbadan besar.
"Cukup tutup rapat kembali pintu belakang. Tak akan ada pencuri, kalian bisa pergi."
Dua orang bodyguard itu mengangguk lalu keluar dari ruang kerja Dewa.
Pria itu menyugar rambutnya. Entah apa respon Alesha nantinya jika mengetahui putri kesayangannya itu hilang. Dewa segera meraih teleponnya dan memencet beberapa digit nomor.
"Rayn? Putriku mungkin akan pindah sekolah lagi. Tak masalah, kan? Dia memang gampang bosan."
🍪🍪🍪
Gavin disimpan dulu, key!😆
KAMU SEDANG MEMBACA
Beauty and The BOSS
أدب المراهقينBIG SECRET SERIES #2 [SEQUEL DARI PRETTY BOY] (BISA DIBACA TERPISAH, NAMUN LEBIH DISARANKAN UNTUK MEMBACA PRETTY BOY TERLEBIH DAHULU) Lussiana Rossie, putri bungsu dari keluarga Abhinaya, cantik, jenius, pecinta kucing, dan berpengaruh pada tren fas...