05. Bus

92 37 17
                                    

Dengan telaten Rina mengobati luka yang ada di sudut bibir Samudra. Awalnya dia tidak ingin mengobati cowok itu, karena sang Mama yang mengetahui kedatangan Samudra dan melihat luka cowok itu, membuat Rina mau tidak mau harus mengobati luka diwajah Samudra.

"Sok jagoan banget ngelawan mereka sendiri."

"Gue gini juga bantuin lo."

"Bantuin sih bantuin, tapi liat kedaan dulu. Lo sendirian dan mereka itu berlima. Jelas lo kalah lah."

"Lo khawatirin gue?"

Rina berdecak, sebenarnya apa yanh dibilanh Samudra ada benarnya. Dia khawatir dengan cowok itu.

"Udah deh Na, bilang aja kalau lo masih belum move on dari gue."

Rina melempar kotak P3K ke arah Samudra. Samudra yang belum siap pun hanya menghela napasnya, untungnya hanya kotak obat, bagaimana kalau yang dilempar Rina adalah batu?

"Obatin sendiri," Rina langsung membalikkan badannya. Sangat malas menatap seorang Samudra, karena hanya emosi yang terus melandanya.

"Nggak bisa lah. Gue nggak ahli buat ngobatin luka kayak gini."

"Bodo amat Sam."

Samudra terkekeh, membuat Rina kesal adalah hobinya dari dulu. Karena menurutnya, Rina itu sangat menggemaskan jika terlihat kesal apalagi jika mengerucutkan bibirnya.

Samudra menaruh kotak itu di atas meja, kemudian menatap Rina yang membelakanginya, "Na, jauhin Alex. Dia nggak baik buat lo."

Rina langsung membalikkan badannya dan menatap Samudra dengan mengerutkan dahi, "apa urusannya sama lo?"

Samudra mengela napas panjang, "kalau lo mau cari cowok lain, jangan Alex."

"Kenapa? Atau jangan-jangan lo cemburu?"

Lagi-lagi Samudra menghela napasnya, sangat susah memberitahu orang keras kepala seperti Rina, "dia itu nggak baik buat lo Na. Dengerin apa kata gue Na."

"Terus lo yang terbaik gitu?"

Samudra diam. Keadaan menjadi hening seketika. Samudra yang bingung harus menjawab apa sedangkan Rina yang sibuk memikirkan apa jawaban dari Samudra.

"Udah malem, pulang gih," putus Rina karena dia juga sudah lelah. Apalagi jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.

Samudra langsung beranjak dan melangkah keluar dari rumah mantannya itu. Rina melihat Samudra yang sedang menghidupkan mesin motornya dari kaca jendela. Memastikan cowok itu pergi dari kediamannya. Kemudian Rina segera naik ke lantai atas dan masuk ke dalam kamar.

Saat dia membuka pintu kamarnya, dia terkejut dengan Rino yanh sudah tidur di ranjangnya. Rina hanya berdecak kesal, ketika melihat kembarannya yang tidur dengan seenaknya.

"RINO!!"

Rino menggeliat mencari posisi ternyaman dan kembali tidur. Kalau sudah seperti ini Rino sangat sulit untuk dibangukan. Terpaksa malam ini dia harus tidur dengan kembarannya itu.

*

Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh pagi, sedangkan Rina baru saja bangun dari tidurnya. Rina melihat ke samping ranjangnya. Ternyata kembarannya juga belum bangun. Rina segera bangun dan berlari menuju kamar mandi.

Rina sudah berganti dengan seragam sekolah. Kembarannya belum bangun juga.

"NO!! BANGUN!!"

Tak ada reaksi dari Rino, dengan terpaksan Rina harus menyiram kembarannya dengan air agar cowok itu cepat bangun.

"Apaan sih Na? Siram-siram gue?" Rino mengucek matanya yang basah karena siraman air dari Rina.

"Gue tinggal No. Udah telat."

Rina langsung berlari keluar kamar, meninggalkan Rino yang masih mengumpulkan nyawanya. Dia segera masuk ke dalam mobil. Jam sudah menunjukkan pukul tujuh lewat tigapuluh delapan menit. Apa kata teman-temannya nanti kalau tahu sang Princess telat datang kesekolah.

Saat sudah sampai di depan sekolahnya, pintu gerbang sudah tertutup. Jelas saja, Rina sudah telat sekitar empat puluh lima menit. Dia segera turun dari mobil dan memanggil satpam penjaga gerbang.

"Buka pintunya Pak."

Satpam itu menurut, Rina langsung masuk ke dalam mobil kemudian menjalankan mobilnya untuk masuk ke dalam sekolah.

Keadaan sekolah sudah sepi, Rina segera keluar dari mobil. Melangkahkan kakinya menuju kelasnya. Tapi saat dia baru sampai di lorong pertama, sudah dihadang oleh ketua osis. Siapa lagi kalau bukan Samudra.

"Sudah tau konsekuensinya jika telat datang ke sekolah kan?"

Rina memutar bola matanya malas. Menurut saja saat Samudra menggiringnya menuju lapangan basket. Ada beberapa siswa yang juga terkena hukuman. Berlari mengelilingi lapangan basket yang entah berapa kali.

"Lari sepuluh kali."

*

Rino hanya mengumpati kembarannya yang telah meninggalkannya. Terpaksa dia harus menaiki bis umum, harus berdesak-desakkan karena penumpangnya yang melebihi kapasitas. Kalau tahu begini, Rino lebih memilih menaiki taksi daripada harus desak-desakkan seperti ini.

Belum lagi bau yang tercampur menjadi satu di dalam bis. Bau parfum, bau keringat, bau minyak kayu putih dan entah bau apalagi. Rino kapok menaiki bis umum. Ini adalah pertama kalinya dan terakhir kalinya menaiki bus.

"Belum pernah naik bis ya Mas?"

Rino menatap cewek yang duduk di depannya. Berarti cewek itu memperhatikan dirinya yang menampilkan ekspresi tidak nyaman.

"Naik bis jam segini emang seperti ini Mas, jadi Mas-nya tahan aja ya."

Rino kembali menatap cewek itu. Dia melihat cewek itu dengan intens. Memakai sandal jepit, dan pakaiannya yang sudah lusuh. Tidak seperti dirinya, sepatu yang harganya ratusan juta, tas yang harganya bisa untuk membeli sebuah motor dan jam tangan yang harganya melebihi harga ponselnya. Seharusnya Rino mensyukuri hal itu.

"Lo nggak sekolah?"

Cewek itu langsung terdiam, wajah yang ceria tadi berubah menjadi masam. Apakah pertanyaannya tadi salah?

Bus yang ditumpangi Rino telah berhenti di depan sekolahnya, cowok itu langsung keluar dari bus yang sangat sesak itu. Padahal dia masih penasaran dengan cewek yang seumurannya tadi.

Rino mengangkat kedua bahunya, kemudian langsung masuk ke dalam sekolah karena pintu gerbang yang sudah terbuka. Saat sampai di koridor pertama dia memicingkan matanya ke arah lapangan basket. Dia melihat Samudra sedang menggotong seorang cewek. Rino sepertinya mengenali cewek itu. Rina. Kembarannya.

Rino langsung berlari menyusul Samudra yang sudah masuk ke dalam UKS.

"Rina pingsan?" tanya Rino kepada Samudra yang baru saja keluar dari ruang UKS.

Samudra mengangguk.

"Kok bisa?"

"Gue hukum lari tadi."

Rino menghela napasnya, kemudian dia menatap Samudra, "lain kali kalau mau ngehukum dia, jangan lari. Fisiknya belum kuat."




-----

Ada yang kangen nggak? Kangen sama si kembar atau kangen sama gue? 😂😂😂

Jangan lupa vote dan komennya 😙😙😙

I LOVE YOU MY BOY (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang