[14] Maaf

466 116 180
                                    

"Tidak ada pertemanan yang murni antara laki-laki dan perempuan."

°°°

Now playing
Wanna One – Never

°°°

Sore itu, ruang musik yang sebelumnya dipadati oleh anak-anak club paduan suara telah sepi. Mereka baru saja selesai melakukan rapat perdana persiapan festival musim gugur. Namun, Jisung masih mengumpulkan teman-temannya, yaitu Donghyuck, Jaemin, Renjun, Jeno, Chenle, dan Hana untuk membahas desain kostum yang akan dibuat oleh Choonhee. Mereka hanya membutuhkan waktu satu jam untuk menyelesaikannya berkat keterampilan siswi SMA Yasaeng ini.

Noona, terima kasih sudah mau membantu kami lagi,” ucap Jisung begitu mengakhiri diskusi bersama Choonhee.

Choonhee mengulas senyum, sorot matanya sedikit bergeser pada Hana, lalu berkata, “Sama-sama, Jisung-ah. Tapi … sepertinya, tahun lalu hanya aku murid perempuan di sini.”

Jaemin, Renjun, Jeno, Chenle, dan Jisung langsung menatap ke arah Hana dengan cemas. Atmosfer di sekitar mereka mulai terasa tidak mengenakkan, semakin memanas tiap detiknya. Kerongkongan mereka pun terasa begitu kering.

“A-ah, itu … karena Hana tidak ikut rapat tahun lalu,” jawab Jeno beberapa saat kemudian, berusaha memutus kecanggungan. Namun, kegugupan Jeno justru membuat Choonhee menaikkan salah satu sudut bibirnya. Niat baik Jeno sepertinya tidak membuahkan hasil.

“Oh, begitu,” balas Choonhee, acuh. “Kalian pernah dengar nggak? Kalau tidak ada pertemanan yang murni antara laki-laki dan perempuan?”

Mereka bertujuh, selain Donghyuck dan Hana saling menatap. Demi kerang ajaib, mereka sudah tak tahan dengan sindiran yang dilontarkan seorang Kang Choonhee.

“Aku yakin di antara kalian pasti ada yang menyukai Hana. Benar, kan, Hana-ssi?”

Dada Hana mulai naik turun akibat pernapasan dan detak jantungnya yang tak beraturan. Jeno yang duduk di sebelah Hana menatap nanar gadis itu. Choonhee menangkap atensi Jeno. Sepertinya, perkiraan Choonhee pada Jeno benar. Jeno menyukai Hana. Sangat terlihat.

“Jeno-ya, apa itu kau?” Tanya Choonhee, kemudian mengalihkan pandangannya pada Jeno.

Jeno membeku beberapa detik. Ia tak menduga Choonhee akan menanyakan hal itu padanya. Bola mata Jeno bergerak tak beraturan.

“A-ah … soal itu―”

“Enggak!” Choonhee sengaja tidak membiarkan Jeno menyelesaikan kalimatnya. “Nggak hanya Jeno. Iya, kan, Haechan-ie?"

Kepala Choonhee berputar pada Donghyuck yang duduk di sisinya. Donghyuck menghela napas sejenak, kemudian menarik lengan Choonhee dan membawa gadis itu keluar dari ruang musik. Park Jisung mengembuskan napas. Pemuda Park itu tak tau pasti sudah berapa lama ia menghemat pernapasannya, karena oksigen di tempat ini terasa menipis.

“Aku kira, aku akan mati kehabisan napas,” ujar Jisung begitu merasa cukup memenuhi kembali paru-parunya.

Jaemin terkekeh geli mendengar celetukan Jisung. Beberapa saat kemudian, ia menghampiri Hana dan menepuk pundak gadis itu.

“Hana-ya, coba kamu suka sama aku,” canda Jaemin sembari tersenyum. “Choonhee nggak mungkin kayak gitu, kan?”

Kya, Na Jaemin!” sentak Jeno menatap tajam pada Jaemin. Ia lalu memijit pelipisnya.

Jaemin melepas tawa singkatnya. Ia hanya mencoba melepas ketegangan di antara mereka. Sedangkan, Chenle dan Renjun hanya menggeleng kepala. Kedua pemuda itu sedang tidak ingin ikut campur dengan urusan percintaan Donghyuck. Hana mendengus. Ia mencoba menstabilkan diri. Mengatur ulang pernapasan dan detak jantungnya. Gadis itu kemudian mulai bernyanyi dengan suara yang lemah.

“I하지 않기를 원해 eh. 멈출수 없는 기억 속에 yeah eh. Everytime everywhere. 내 머릿속에 너밖에 안보여. 한 줌의 재가 되길 바래 yeah/I don’t want to love you, eh. In the memories that cannot be stopped, yeah, eh. Everytime, everywhere. I can only see you in my head. I hope it become a handful of ashes, yeah/Aku tidak ingin mencintaimu, yeah. Di dalam kenangan yang tak bisa dihentikan. Kapan pun, dimana pun. Aku hanya bisa melihatmu di kepalaku. Kuharap semuanya menjadi segenggam debu, yeah.”

Begitu menyelesaikan nyanyiannya, sebening kristal meluncur. Detik berikutnya, tetes demi tetes menyusul dan menyapu keseluruhan pipi gadis Kagerama itu. Semakin deras, hingga akhirnya ia menangis sesenggukan. Jaemin merengut. Ia tampaknya salah, tidak sepatutnya ia mencandai Hana dalam situasi ini. Pemuda Na itu lantas menarik Renjun, Chenle, dan Jisung untuk memberi Hana ruang.

Sementara, Jeno masih tinggal di situ. Ia tidak tega meninggalkan Hana dengan kondisi seperti ini. Ia menggigit bibir bawahnya sejenak, sedikit ragu. Namun, akhirnya ia mendekat dan menarik Hana dalam pelukannya.

Di tempat berbeda, Choonhee menarik paksa lengannya dan menghentikan langkah Donghyuck. Raut wajah siswi itu tidak berubah, masih tegas, menahan amarah. Sedangkan, Donghyuck segera menatap tajam Choonhee.

“Choonhee-ya!” Panggil Donghyuck sembari mengamati seksama wajah Choonhee, suaranya sedikit meninggi. “Aku tau, kamu marah. Tapi, tadi kamu keterlaluan!”

“Siapa? Aku?” Tanya Choonhee sinis. “Aku berhak untuk marah dan aku berhak untuk membencinya!”

Donghyuck memalingkan wajahnya sejenak, meresapi kepalanya yang mulai terasa berat. Donghyuck menghela napas, berusaha mengendalikan diri dan tidak larut dengan kemarahannya. Setelah merasa cukup, pemuda Lee itu mulai membuka mulut.

“Maaf membuatmu seperti ini, Choonhee-ya,” sesal Donghyuck, lalu tertunduk. Choonhee menghela napas panjang. Gadis itu menatap raut wajah Donghyuck yang sayu. Sejujurnya, ia pun tak ingin bersikap seperti tadi dan saat ini.

“Enggak. Aku yang harusnya minta maaf,” balas Choonhee, lalu mendudukkan diri di lantai keramik dan bersandar pada dinding koridor. Sebuah tawa miris terdengar dari bibir Choonhee.

“Aku … a-aku ingin sekali menamparnya. Aku ingin sekali menyumpah serapahinya! Aku juga ingin menamparmu! Aku ingin sekali membencimu! Aku―, aku …,” ungkap Choonhee dengan sedikit berteriak. Embusan napasnya sudah tak terkontrol. Ia marah, jengkel, dan sedih. “Tapi, aku nggak bisa.”

Donghyuck lantas berjongkok, lalu bersitatap dengan Choonhee. Pemuda Lee itu mengambil telapak tangan Choonhee, mengusapnya secara teratur.

“Choonhee-ya,” panggil Donghyuck dengan lembut, lalu menjatuhkan sorot matanya pada iris Choonhee yang hampir dipenuhi air mata. “Aku rasa, kata maaf tak akan cukup. Tapi, aku sungguh minta maaf.”

Air mata yang sempat tertahan itu, kemudian mengalir. Choonhee tersenyum masam.

“Tiga tahun …, aku bersamamu,” ucap Choonhee lirih. “Sedangkan, kau baru mengenal Hana selama setahun. Apa itu terdengar adil bagimu?”

bersambung
21/04/202

Another Flower | Lee Haechan✔︎Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang