Part 1
JIKA merasa kesepian ataupun bosan, Peter selalu memandang langit.
Sebenarnya tidak hanya saat itu saja Peter memandang langit. Hampir setiap waktu dia menyempatkan diri untuk memandang langit. Entah kenapa, langit selalu memberinya rasa nyaman.
Ya, itulah yang dia lakukan saat ini: terduduk di dalam kelas sambil memandang langit melalui kaca jendela yang tepat berada di sampingnya. Anak berambut pendek, hitam dan lancip itu tidak mengidahkan gurunya yang sedang bersemangat menerangkan pelajaran di depan kelas. Dia benar-benar merasa bosan setengah mati, ingin segera pulang ke rumah.
Tak lama kemudian, bel sekolah berbunyi -pertanda bahwa jam sekolah telah berakhir. Guru di depan kelas pun menghentikan kegiatan belajar mengajar dan keluar dari dalam kelas. Peter segera berdiri dan sibuk memasukkan buku-buku dan peralatan tulisnya ke dalam tasnya. Sesekali dia melirik ke samping, melihat teman-temannya saling bercakap-cakap, merencanakan kegiatan belajar bersama yang akan mereka lakukan sepulang sekolah nanti.
Tidak menarik.
Memang pekerjaan rumah yang diberikan oleh guru cukup sulit, tapi Peter sudah cukup pintar untuk menyelesaikannya seorang diri. Dia tidak tertarik sama sekali untuk mengerjakan pekerjaan rumah bersama-sama.
Peter menutup resleting tasnya dan beranjak keluar dari kelas. Dia memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya dan berjalan dengan tubuh agak membungkuk ke depan. Dia keluar dari kelasnya yang tepat berada di sebelah lapangan basket. Matanya melirik ke arah siswa-siswa yang sedang berlarian bermain basket disana.
Tidak menarik.
Peter memiliki postur tubuh yang ideal untuk berolah raga. Tinggi tubuh Peter sekitar 172 cm dan berat badannya sekitar enam puluh dua kilogram. Dia juga cukup jago dalam olahraga. Minimal dalam hal stamina, dia tidak kalah dengan anak-anak lain. Tetapi, Peter sama sekali tidak tertarik untuk berolahraga.
Peter melangkah, melewati sepasang siswa dan siswi yang sedang duduk di bangku depan taman sekolah. Dilihat dari cara mereka duduk, bercakap-cakap, dan saling memandang, setiap orang yang melihat pasti tahu kalau mereka berdua sedang berpacaran.
Tidak menarik.
Waktu yang tersita, gerakan yang terbatas, dan konsentrasi yang terpecah oleh sang pacar, dll. Tidak perlu dijelaskan lagi kenapa Peter tidak tertarik dengan pacaran.
Banyak alasan lain yang membuat Peter tidak tertarik dengan hal-hal seperti belajar, olahraga ataupun pacaran. Akan tetapi, ada sebuah alasan, alasan utama, yang membuat Peter benar-benar tidak tertarik sama sekali dengan semua hal tersebut, yaitu: terlalu mainstream.
Kehidupan SMA itu identik dengan belajar, olahraga, ataupun pacaran. Kehidupan yang seperti itu, menurut Peter, membosankan. Peter selalu mencoba sesuatu yang berbeda. Dia lebih tertarik merakit mesin ketimbang melakukan semua rutinitas kehidupan anak SMA. Baginya, merakit sesuatu itu lebih menarik. Ada kepuasan tersendiri di dalamnya, apalagi ketika mesin yang dia rakit bekerja.
Selain mesin, Peter juga tertarik dengan astronomi. Menurutnya, luar angkasa itu luas dan penuh dengan misteri –sesuatu yang selalu menggelitik rasa penasarannya. Luar angkasa berisikan dengan benda-benda berukuran masif, bintang-bintang yang bersinar dengan terang, dan juga planet-planet yang belum pernah dikunjungi oleh umat manusia. Peter selalu bertanya-tanya dalam hati, adakah makhluk hidup selain manusia bumi yang tinggal diluar sana?
Peter terus berjalan sampai rumah.
"Aku pulang!" seru Peter sambil membuka pintu rumahnya.
Tidak ada balasan dari dalam rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Constellation (One-Shot)
Science FictionPeter Aldebaran adalah seorang siswa SMA berusia lima belas tahun yang merasa kalau segala sesuatu disekitarnya itu membosankan. Dia selalu ingin keluar dari rutinitasnya yang membosankan. Sepulang sekolah dia selalu mendapati sebuah kotak kardus mi...